SOP Pembayaran Tindakan Medis & Jasa: Panduan Akurat 2025

Memahami SOP Pembayaran Tindakan Medis dan Jasa Medis (Klaim)

Apa itu Prosedur Standar Pembayaran Jasa Medis?

Prosedur Standar Operasional (SOP) Pembayaran Jasa Medis didefinisikan sebagai serangkaian langkah wajib, terstruktur, dan formal yang harus diikuti oleh fasilitas layanan kesehatan (seperti rumah sakit atau klinik) untuk memproses, mengajukan, dan mencairkan klaim biaya pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada pasien. Prosedur ini mencakup segala hal mulai dari verifikasi kelengkapan dokumen pasien, proses koding tindakan dan diagnosis, hingga pengajuan tagihan akhir kepada pihak penjamin (asuransi swasta atau BPJS). Tujuannya adalah untuk menjamin akuntabilitas keuangan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku dari badan regulator dan penjamin.

Mengapa Kepatuhan Prosedur Keuangan Medis Sangat Penting?

Kepatuhan terhadap SOP yang ketat dalam penagihan klaim keuangan medis sangat krusial, bukan hanya untuk menjaga kesehatan finansial institusi, tetapi juga untuk membangun kredibilitas jangka panjang. Kepatuhan yang optimal memitigasi sejumlah risiko besar: risiko audit yang bisa berujung pada sanksi finansial (misalnya, jika ditemukan fraud atau upcoding), penolakan klaim (denial rate) yang tinggi, dan yang paling penting, menjaga kepercayaan pasien serta penyedia layanan asuransi atau BPJS. Tanpa kepatuhan yang konsisten dan transparan, fasilitas kesehatan dapat menghadapi masalah likuiditas serius akibat klaim yang tertunda atau ditolak, merusak reputasi profesional secara keseluruhan.

Pilar Utama Kredibilitas dalam Penagihan Pelayanan Medis

Memastikan Keahlian Staf dan Validitas Kode Diagnosis (ICD-10/9)

Dalam konteks Standard Operating Procedure (SOP) pembayaran tindakan medis dan jasa medis, tingkat keahlian (Expertise) staf penagihan adalah penentu utama keberhasilan klaim. Staf harus memiliki pemahaman mendalam, terutama dalam aspek medical coding menggunakan klasifikasi standar seperti International Classification of Diseases, 10th Revision (ICD-10) untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan. Keahlian ini merupakan kunci untuk menghindari tingginya denial rate (tingkat penolakan klaim) yang dapat secara signifikan mengganggu arus kas rumah sakit.

Menurut data statistik industri, rata-rata denial rate rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5% hingga 15%, dan seringkali, mayoritas penolakan ini berakar pada validitas koding yang buruk atau tidak spesifik. Sebagai contoh nyata otoritas informasi, koder yang tidak bersertifikat atau minim pelatihan cenderung menggunakan kode yang terlalu umum, membuat verifikator meragukan urgensi atau kesesuaian tindakan. Oleh karena itu, investasi pada pelatihan koder bersertifikat dan penggunaan panduan verifikasi kode ICD terbaru (misalnya, memastikan kode sub-kategori yang paling spesifik) adalah langkah kritis untuk membangun kepercayaan (Trust) dari pihak penjamin. Rumah sakit dengan tim koding yang sangat terampil telah menunjukkan penurunan denial rate hingga di bawah 3%.

Dokumentasi Medis sebagai Bukti Otoritas Tindakan

Dokumentasi medis adalah tulang punggung dari setiap klaim pembayaran jasa medis. Ia tidak hanya berfungsi sebagai catatan riwayat pasien tetapi juga sebagai bukti otoritas dan justifikasi atas semua tindakan dan jasa medis yang diberikan. Setiap tindakan, obat, dan perawatan harus terekam secara lengkap dan akurat dalam rekam medis.

Untuk memastikan akuntabilitas dan kebenaran klaim, proses validasi silang (cross-validation) yang ketat harus diimplementasikan. Auditor internal atau petugas kepatuhan harus memverifikasi kesesuaian antara tiga dokumen krusial sebelum klaim diajukan:

  1. Rekam Medis: Mencakup catatan dokter, perawat, hasil laboratorium, dan progress notes.
  2. Form Persetujuan (Informed Consent): Memastikan pasien atau wali telah menyetujui tindakan yang dilakukan, terutama tindakan invasif atau bedah.
  3. Tagihan Akhir (Final Billing): Daftar item tindakan dan jasa yang akan diklaim.

Jika terdapat ketidaksesuaian, misalnya tindakan bedah yang ditagihkan tetapi tidak ada di rekam medis atau informed consent, klaim tersebut hampir pasti akan ditolak. Prosedur validasi silang ini memastikan bahwa hanya klaim yang didukung oleh bukti dan keahlian yang kuat (Authority) yang diajukan, menjaga kredibilitas rumah sakit di mata pihak penjamin.

Tahapan Kritis dalam Prosedur Standar Pembayaran Klaim Medis

Langkah 1: Verifikasi dan Kelengkapan Administrasi Pasien

Tahap awal dalam setiap SOP pembayaran tindakan medis dan jasa medis adalah verifikasi dan kelengkapan administrasi pasien. Langkah ini sangat krusial karena kegagalan pada tahap ini dapat menyebabkan klaim ditolak atau tertunda sejak awal. Tim administrasi wajib memastikan semua data pasien, seperti identitas lengkap, status kepesertaan jaminan kesehatan, dan yang paling penting, Surat Jaminan Pelayanan (SJP) atau Surat Eligibilitas Peserta (SEP) telah terpenuhi secara akurat. Prosedur ini tidak hanya memastikan akuntabilitas (sebuah pilar utama kredibilitas) tetapi juga memastikan bahwa layanan yang diberikan sesuai dengan hak dan ketentuan penjamin, baik itu BPJS Kesehatan atau asuransi komersial.

Setiap berkas harus diperiksa silang untuk meminimalkan risiko administratif. Hal ini mencakup memastikan bahwa tanggal pelayanan sesuai dengan tanggal terbit jaminan, dan jenis pelayanan yang diterima dicakup oleh polis atau manfaat kepesertaan. Kelengkapan pada tahap ini adalah fondasi untuk kelancaran pemrosesan klaim berikutnya, menghindari pemborosan waktu yang signifikan di kemudian hari.

Langkah 2: Proses Koding, Grouping, dan Validasi Klaim Berkas

Setelah kelengkapan administrasi dipastikan, proses berpindah ke inti penentuan biaya: Koding, Grouping, dan Validasi Klaim Berkas. Proses ini menuntut keahlian dan otoritas tinggi, terutama dari koder medis.

Pada klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan, proses koding menggunakan sistem Ina-CBG’s (Indonesia Case Based Groups). Sistem ini bekerja berdasarkan pengelompokan (Grouping) diagnosis utama (menggunakan ICD-10) dan prosedur (menggunakan ICD-9-CM) ke dalam satu paket tarif layanan tunggal.

Alur Koding Klaim BPJS Kesehatan (Ina-CBG’s) secara umum:

  1. Input Data: Data klinis dari rekam medis (Diagnosis dan Prosedur) dimasukkan ke dalam software encoder atau bridging system.
  2. Grouping: Software secara otomatis mengelompokkan data tersebut ke dalam paket Ina-CBG’s yang sesuai, menghasilkan tarif klaim.
  3. Submit Klaim: Berkas print-out dan data elektronik (e-Klaim) disubmit ke pihak BPJS Kesehatan.

Untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi human error yang sering menjadi penyebab penolakan, banyak rumah sakit andal mengimplementasikan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang terintegrasi penuh. SIMRS bertindak sebagai software bridging system, yang secara otomatis mengambil data dari rekam medis elektronik dan memetakannya ke interface e-Klaim BPJS. Pendekatan berbasis teknologi ini telah terbukti secara signifikan mengurangi kesalahan manual dan mempercepat siklus penagihan, yang merupakan indikasi praktik profesional yang baik.

Grouping yang akurat dan tuntas dijamin oleh koder bersertifikat yang memiliki keahlian mendalam. Koder bertanggung jawab memetakan semua jasa medis, tindakan keperawatan, penggunaan alat kesehatan, hingga obat-obatan ke dalam satu paket klaim yang komprehensif, sesuai dengan regulasi yang berlaku. Keakuratan dalam grouping adalah manifestasi dari kepercayaan dan otoritas karena secara langsung mencerminkan validitas klaim di mata penjamin. Kesalahan dalam proses ini tidak hanya merugikan finansial rumah sakit tetapi juga dapat menimbulkan sengketa dengan pihak penjamin.

Manajemen Arus Kas: Pembayaran dari Pihak Ketiga (Asuransi/BPJS)

Mengelola klaim yang sudah divalidasi dan mengubahnya menjadi penerimaan kas adalah titik kritis dalam manajemen keuangan rumah sakit. Perbedaan prosedur dan standar waktu antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan asuransi komersial menuntut dua set Prosedur Standar Operasional (SOP) yang berbeda dan terperinci untuk memastikan likuiditas tetap terjaga.

Prosedur Pengajuan dan Monitoring Klaim ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Klaim ke BPJS Kesehatan diatur secara ketat berdasarkan sistem Indonesian Case-Based Groups (Ina-CBG’s). Proses dimulai setelah verifikasi berkas klaim lengkap oleh verifikator BPJS. SOP rumah sakit harus memuat alur pengajuan berkas fisik maupun digital yang terperinci.

Menurut Peraturan BPJS Kesehatan terbaru, pembayaran klaim yang telah terverifikasi harus diselesaikan dalam jangka waktu maksimal 15 hari kerja sejak dokumen lengkap diterima oleh BPJS, meskipun jangka waktu ini dapat bervariasi tergantung kesepakatan dan kondisi spesifik. Kepatuhan terhadap batas waktu ini sangat penting, dan tim penagihan harus secara aktif memonitor status setiap berkas yang diajukan.

Namun, mekanisme penetapan tarif adalah pembeda utama yang memerlukan fokus pada otoritas koding. Klaim BPJS Kesehatan menggunakan sistem Ina-CBG’s yang membayar berdasarkan paket diagnosis. Ini berbeda secara signifikan dengan klaim asuransi swasta. Dalam Ina-CBG’s, tim koder dengan keahlian (Expertise) tinggi harus memastikan semua diagnosis sekunder dan prosedur dimasukkan dengan tepat, karena satu kesalahan koding dapat menyebabkan paket tarif yang diterima jauh lebih rendah dari biaya aktual yang dikeluarkan (loss rate). Oleh karena itu, SOP harus menekankan audit internal berkas Ina-CBG’s sebelum diajukan untuk meminimalkan potensi kerugian.

Standar Waktu dan Mekanisme Pembayaran Klaim Asuransi Komersial

Berbeda dengan sistem paket Ina-CBG’s BPJS, klaim Asuransi Swasta mayoritas beroperasi di bawah skema Fee-for-Service (FFS) atau menggunakan Utilization Review (Urinex) dengan batasan plafon tertentu. Skema FFS berarti setiap tindakan, jasa medis, dan bahan habis pakai ditagihkan satu per satu. Perbedaan ini menuntut SOP penagihan yang sangat teliti, berfokus pada detail setiap item tagihan dan memastikan bahwa semua layanan yang diberikan berada dalam batas manfaat (plafon) polis pasien.

Mekanisme pembayaran klaim asuransi komersial memiliki standar waktu yang bervariasi, umumnya antara 14 hingga 45 hari kerja, tergantung pada perjanjian kerja sama (PKS) antara rumah sakit dan perusahaan asuransi. Untuk membangun kepercayaan (Trust) yang kuat dengan pihak asuransi dan menjamin arus kas yang lancar, rumah sakit harus mengimplementasikan sistem monitoring klaim secara real-time.

Penggunaan sistem informasi manajemen (SIMRS) yang terintegrasi memungkinkan tim penagihan untuk melacak status setiap klaim—mulai dari pending review, under query, hingga approved for payment. Hal ini sangat penting untuk meminimalkan ‘klaim menggantung’ (pending claims) yang tidak jelas statusnya. Klaim yang menggantung adalah hambatan likuiditas utama, dan SOP yang baik harus mencakup batas waktu maksimal untuk menindaklanjuti setiap klaim yang belum terselesaikan (misalnya, menindaklanjuti klaim yang pending lebih dari 7 hari kerja). Prosedur ini tidak hanya mempercepat pembayaran tetapi juga membangun akuntabilitas dalam tim penagihan.

Pengelolaan Penolakan (Denial) dan Resolusi Sengketa Klaim

Penolakan klaim (denial) merupakan hambatan signifikan yang dapat mengganggu arus kas rumah sakit dan merupakan indikator utama adanya kelemahan dalam SOP pembayaran tindakan medis dan jasa medis. Pengelolaan penolakan yang efisien, didukung oleh otoritas dan keahlian tim koding dan penagihan, sangat penting untuk menjaga kesehatan finansial fasilitas kesehatan.

Menganalisis Penyebab Utama Penolakan Klaim (SOP Audit Internal)

Penolakan klaim hampir selalu berakar pada ketidaksesuaian antara layanan yang diberikan dan persyaratan penjamin. Berdasarkan data industri dan pengalaman operasional, penyebab utamanya adalah ketidaksesuaian tindakan dengan indikasi medis yang tercatat dalam rekam medis, ketidaklengkapan atau ketidakabsahan dokumen pendukung, atau perbedaan interpretasi koding antara koder internal dan verifikator penjamin. SOP Audit Internal yang efektif wajib mengidentifikasi pola ini sebelum pengajuan klaim.

Salah satu area di mana keahlian staf sangat berpengaruh adalah koding, yang sering menjadi titik tolak penolakan. Berdasarkan tinjauan audit industri, terdapat tiga jenis kesalahan koding yang paling sering menyebabkan klaim ditolak dan memerlukan koreksi:

  1. Kesalahan Spesifisitas Diagnosis (Kurang Detail): Koder gagal menggunakan sub-kode diagnosis yang paling spesifik (misalnya, hanya menggunakan kode dasar untuk Diabetes Melitus, padahal diperlukan kode yang mencakup komplikasi atau manifestasi tertentu).
  2. Kesalahan Koding Prosedur: Klaim untuk suatu prosedur medis ditolak karena kode yang digunakan tidak sinkron dengan laporan operasi atau laporan tindakan medis yang sebenarnya dilakukan (misalnya, klaim tindakan invasif minimal, namun dokumentasi hanya mendukung tindakan observasi).
  3. Kesalahan Unbundling Koding: Koder mengajukan koding terpisah untuk komponen layanan yang seharusnya sudah termasuk dalam satu kode prosedur utama (paket). Koreksi untuk hal ini adalah dengan melatih koder untuk selalu merujuk pada pedoman bundling resmi dari penjamin (seperti Ina-CBG’s atau ketentuan Asuransi Swasta) guna menunjukkan validitas klaim.

Penggunaan audit internal berbasis sistem (SIMRS) yang dapat menandai flag peringatan untuk potensi kesalahan ini sebelum pengajuan dapat secara drastis mengurangi denial rate dan mempercepat siklus pembayaran, yang merupakan bukti nyata dari kredibilitas proses.

Prosedur Banding dan Re-klaim yang Efektif dan Tepat Waktu

Ketika penolakan klaim terjadi, rumah sakit harus segera mengaktifkan SOP Banding. SOP ini harus menetapkan jangka waktu respons yang cepat, karena banyak penjamin memberlakukan batas waktu ketat (misalnya, 30 hari kalender) untuk mengajukan banding atau re-klaim. Keterlambatan dalam proses ini bisa berarti hilangnya potensi pendapatan secara permanen.

Langkah-langkah kunci dalam SOP Banding meliputi:

  • Verifikasi Ulang oleh Tim Audit Internal: Dokumen klaim yang ditolak harus segera diverifikasi ulang untuk mengidentifikasi akar masalah.
  • Pengumpulan Bukti Pendukung Tambahan: Ini mungkin melibatkan penambahan progress notes dari dokter, hasil laboratorium, atau informed consent yang sebelumnya terlewatkan, yang memberikan otoritas tambahan terhadap tindakan medis yang diklaim.
  • Komunikasi Formal dengan Pihak Penjamin/Verifikator: Pengajuan banding harus dilakukan melalui saluran komunikasi formal (e-Klaim system atau surat resmi). Dokumentasi ini harus memuat argumen yang kuat, didukung oleh standar praktik medis, dan referensi koding yang akurat, mencerminkan keahlian tim penagihan.

Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan pembayaran, tetapi juga untuk membangun kepercayaan dengan penjamin melalui proses yang transparan, profesional, dan berdasarkan data yang valid.

Implikasi Teknologi dalam Peningkatan Efisiensi dan Akurasi Prosedur

Transformasi digital dalam sektor kesehatan telah membawa dampak revolusioner, terutama dalam siklus pendapatan rumah sakit. Implementasi teknologi bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk mencapai standar keandalan (Trust) dan efisiensi yang tinggi dalam prosedur standar pembayaran tindakan medis dan jasa medis. Sistem yang terotomasi adalah solusi fundamental untuk mengatasi kompleksitas klaim, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan kecepatan pembayaran dari pihak penjamin.

Peran Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dalam Otomasi Klaim

Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang terintegrasi secara komprehensif memainkan peran sentral dalam menyederhanakan alur kerja penagihan. Berdasarkan studi kasus di berbagai fasilitas kesehatan modern, penerapan SIMRS yang efektif dapat mengurangi waktu pemrosesan klaim hingga 60%. Penurunan waktu ini berasal dari minimnya kesalahan manusia (human error) karena sebagian besar proses verifikasi dan penyusunan berkas klaim dilakukan secara otomatis. Otomasi ini secara langsung mempercepat siklus pembayaran dan memperbaiki likuiditas rumah sakit.

Agar mencapai keandalan dan efisiensi optimal, modul penagihan dalam SIMRS harus dilengkapi dengan beberapa fitur penting yang krusial. Fitur-fitur yang direkomendasikan dan telah teruji dalam praktik meliputi:

  • Otomatisasi Check-list Dokumen Klaim: SIMRS harus dapat secara otomatis memverifikasi kelengkapan dokumen administratif dan medis yang diperlukan sebelum klaim diajukan (misalnya, informed consent, hasil lab, resume medis).
  • Integrasi e-Klaim: Integrasi langsung dengan sistem BPJS Kesehatan (V-Claim) atau portal asuransi swasta adalah mutlak, memastikan data dikirimkan secara real-time dan meminimalkan input ganda.
  • Notifikasi Denial Dini: Sistem yang ideal harus memberikan peringatan atau flagging secara internal pada klaim yang memiliki potensi ditolak berdasarkan aturan validasi internal atau riwayat penolakan sebelumnya.
  • Lacak Klaim Real-time: Fitur yang memungkinkan staf penagihan untuk melihat status setiap klaim (pending, terverifikasi, dibayar, ditolak) dan estimasi tanggal pembayarannya, memberikan wawasan yang sangat dibutuhkan untuk manajemen arus kas.

Audit Digital dan Peningkatan Akuntabilitas Prosedur

Salah satu manfaat terbesar dari digitalisasi prosedur adalah kemampuan untuk melakukan audit digital yang mendalam dan berkelanjutan. Berbeda dengan audit manual yang memakan waktu dan rentan terhadap subjektivitas, sistem audit digital melacak dan mencatat setiap interaksi, perubahan, atau entri data yang dilakukan staf terhadap catatan pasien dan berkas klaim.

Sistem yang mencatat jejak audit (audit trail) yang rinci secara signifikan meningkatkan akuntabilitas (Trust) seluruh staf yang terlibat dalam siklus pembayaran. Setiap perubahan koding ICD atau tindakan penagihan—mulai dari koder, verifikator, hingga manajemen—akan tercatat dengan stempel waktu dan identitas pengguna. Hal ini mempermudah pelacakan dan koreksi jika ditemukan temuan audit oleh pihak internal maupun eksternal. Dengan adanya transparansi data yang tidak dapat dimanipulasi ini, manajemen dapat memastikan bahwa Prosedur Operasional Standar (SOP) dipatuhi secara ketat, dan setiap pihak bertanggung jawab atas keakuratan data yang mereka masukkan. Audit digital yang berkelanjutan adalah fondasi untuk membangun dan memelihara tingkat kepercayaan yang tinggi dari pihak penjamin.

Pertanyaan Umum Seputar Audit dan Pembayaran Jasa Medis

Q1. Berapa lama standar waktu yang ideal untuk memproses satu klaim?

Waktu ideal untuk memproses klaim dari hulu ke hilir—mulai dari pasien keluar (discharge) hingga pencairan pembayaran—memang bervariasi, sangat bergantung pada jenis penjamin (BPJS atau asuransi swasta) dan kecepatan internal rumah sakit. Namun, untuk menjaga arus kas tetap sehat, siklus pembayaran (Billing Cycle) harus diselesaikan dalam 30 hari kalender.

Proses verifikasi awal dokumen klaim oleh tim internal rumah sakit, yang melibatkan koding, grouping, dan kelengkapan administrasi, idealnya tidak boleh memakan waktu lebih dari 7 hari agar tidak menunda pengajuan ke pihak penjamin. Sebagai contoh, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memiliki kerangka waktu yang ketat, di mana pembayaran klaim yang telah diverifikasi dan disetujui harus diselesaikan dalam jangka waktu maksimal 15 hari kerja setelah dokumen lengkap diterima, menunjukkan pentingnya kecepatan verifikasi internal di awal proses.

Q2. Apa perbedaan utama antara Fee-for-Service dan Ina-CBG’s dalam SOP Pembayaran?

Perbedaan antara sistem pembayaran Fee-for-Service (FFS) dan Ina-CBG’s (Indonesian Case-Based Groups) terletak pada fokus penagihan dan tingkat kerumitan Prosedur Standar Operasional (SOP) yang dibutuhkan.

Fee-for-Service (FFS), yang umum digunakan oleh asuransi komersial swasta, bekerja berdasarkan pembayaran untuk setiap tindakan, obat, atau jasa medis yang diberikan secara terpisah. Oleh karena itu, SOP pembayaran FFS menuntut detail itemized billing yang sangat terperinci dan audit line-by-line untuk setiap item yang ditagihkan. Penggunaan sistem ini seringkali memerlukan SOP yang lebih kompleks untuk pelacakan harga satuan dan kuantitas, namun memberikan fleksibilitas penyesuaian tarif.

Sementara itu, Ina-CBG’s, yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan, adalah sistem pembayaran prospektif berdasarkan paket diagnosis. Sistem ini mengelompokkan berbagai tindakan medis, obat, dan jasa menjadi satu harga paket tunggal. Oleh karena itu, SOP yang digunakan oleh rumah sakit harus berfokus secara ketat pada koding (ICD-10 dan ICD-9-CM) dan grouping yang akurat untuk memastikan bahwa diagnosis utama, prosedur, dan komplikasi dipetakan dengan benar. Keahlian koder sangat krusial dalam sistem Ina-CBG’s karena kesalahan kecil dalam koding dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan karena klaim hanya dibayar sesuai paket, bukan per item.

Final Takeaways: Mastering Kepatuhan Pembayaran Medis di Tahun 2025

Kepatuhan terhadap Prosedur Standar Operasional (SOP) pembayaran tindakan medis dan jasa medis, didukung oleh integrasi teknologi yang cerdas, merupakan satu-satunya jalur yang menjamin siklus pembayaran yang cepat, meminimalkan tingkat penolakan (denial rate), dan menjaga arus kas rumah sakit tetap sehat. Rumah sakit yang unggul dalam akuntabilitas dan prosedur yang kuat akan lebih dihormati oleh pasien maupun pihak penjamin.

3 Langkah Kunci untuk Mempercepat Siklus Pembayaran

Untuk menguasai siklus pembayaran di tahun 2025, fokuslah pada tiga pilar utama. Pertama, Penyaringan Klaim Awal Otomatis: Pastikan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) Anda memiliki fitur check-list otomatis di titik layanan (Point-of-Service) untuk memverifikasi kelengkapan administrasi dan jaminan pasien, mencegah klaim cacat sejak awal. Kedua, Koding yang Bersertifikasi dan Tepat Waktu: Pastikan koder Anda memiliki sertifikasi terbaru dan melakukan grouping klaim segera setelah pasien keluar, bukan menunda. Ketiga, Sistem Monitoring Real-Time: Gunakan dashboard yang menunjukkan status klaim (diajukan, diverifikasi, pending, ditolak) secara real-time untuk mengambil tindakan korektif segera.

Langkah Berikutnya: Membangun Tim Kepatuhan Prosedur yang Handal

Untuk memperkuat kredibilitas dan memastikan akurasi (Trust), Anda harus secara proaktif melakukan audit internal rutin pada berkas rekam medis dan klaim yang telah diajukan. Investasi dalam pelatihan berkelanjutan bagi koder, terutama untuk mendapatkan sertifikasi koder medis yang diakui, adalah hal yang krusial, karena koder yang ahli adalah benteng pertahanan pertama terhadap penolakan. Yang terakhir dan terpenting, pastikan bahwa setiap langkah prosedur penagihan didukung oleh dokumentasi yang valid, terperinci, dan tidak ambigu, yang menjadi bukti akuntabilitas rumah sakit Anda.

Jasa Pembayaran Online
💬