Proses Pembelian dan Pembayaran Kas Perusahaan Jasa

Memahami Proses Kunci Pembelian dan Pembayaran Kas

Apa Itu Proses Pembelian dan Pembayaran Kas dalam Perusahaan Jasa?

Proses pembelian barang dan pembayaran kas pada perusahaan jasa adalah serangkaian kegiatan operasional dan akuntansi yang terintegrasi, yang dimulai dari saat kebutuhan akan suatu barang atau jasa teridentifikasi, hingga akhirnya terjadi pengeluaran kas kepada pemasok. Siklus ini melibatkan berbagai departemen—mulai dari unit pengguna, pembelian, penerimaan, hingga akuntansi dan keuangan—dan berpusat pada perolehan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan operasi inti perusahaan jasa. Proses ini harus menjamin bahwa setiap pembelian adalah sah, diperlukan, dan telah melalui otorisasi yang benar. Tujuan utama artikel ini adalah untuk membedah setiap langkah proses ini, memastikan terciptanya efisiensi, akuntabilitas, dan kepatuhan yang menyeluruh dalam siklus operasional keuangan Anda.

Mengapa Pengendalian Internal Penting dalam Siklus Ini?

Pengendalian internal yang ketat dalam siklus pembelian dan pembayaran kas adalah fondasi untuk membangun kepercayaan dan menjaga integritas laporan keuangan. Tanpa kontrol yang memadai, perusahaan berisiko tinggi mengalami fraud, pengeluaran yang tidak perlu, dan salah saji laporan keuangan. Menurut laporan dari Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), kelemahan dalam pengendalian internal adalah salah satu faktor utama yang berkontribusi pada kerugian signifikan akibat fraud internal. Dengan menerapkan pemisahan tugas dan verifikasi dokumen yang terstruktur, sebuah perusahaan jasa dapat secara drastis mengurangi potensi risiko kerugian dan memastikan bahwa setiap rupiah kas yang dikeluarkan benar-benar untuk tujuan bisnis yang sah, sehingga meningkatkan kredibilitas dan keandalan operasional perusahaan di mata auditor dan pemangku kepentingan.

Tahap Awal: Proses Permintaan dan Otorisasi Pembelian Barang

Proses pembelian barang dan jasa yang efektif dan akuntabel selalu dimulai dari permintaan yang sah, bukan dari departemen keuangan atau akuntansi. Dalam konteks pengendalian internal yang kuat, inisiasi pembelian harus datang dari unit pengguna (seperti departemen operasional, IT, atau pemasaran) yang secara riil membutuhkan barang atau jasa tersebut. Hal ini krusial untuk menegakkan prinsip pemisahan tugas (segregation of duties), yang merupakan fondasi dalam membangun Kepercayaan, Keahlian, Otoritas, dan Pengalaman (KKOP) dalam pelaporan keuangan. Dengan memisahkan fungsi permintaan (pengguna) dari fungsi pencatatan (akuntansi), risiko kolusi dan pembelian yang tidak perlu dapat diminimalisir.

Penyusunan Bukti Permintaan Pembelian (Purchase Requisition)

Dokumen awal yang formal dalam proses ini dikenal sebagai Bukti Permintaan Pembelian (PP) atau Purchase Requisition. Dokumen ini bertindak sebagai otorisasi awal dan catatan kebutuhan operasional yang terstruktur.

Sebagai contoh dari praktik terbaik akuntansi, sebuah format Permintaan Pembelian standar harus mencakup elemen-elemen berikut untuk memastikan proses berjalan transparan dan terukur:

  • Identitas Peminta: Nama unit/departemen yang membutuhkan.
  • Tanggal Kebutuhan: Kapan barang/jasa harus diterima.
  • Spesifikasi Detail: Deskripsi lengkap, kuantitas, dan perkiraan harga.
  • Alasan Pembelian: Justifikasi mengapa barang/jasa tersebut dibutuhkan.
  • Otorisasi Manajer Fungsional: Tanda tangan yang menyetujui kebutuhan dari sisi operasional (misalnya, Manajer IT untuk pembelian server baru).
  • Otorisasi Manajer Keuangan: Tanda tangan yang memverifikasi ketersediaan anggaran dan persetujuan alokasi dana.

Kelengkapan dokumen PP ini, dengan otorisasi ganda dari sisi operasional dan keuangan, memberikan otoritas yang kuat pada langkah berikutnya, yaitu proses pengadaan.

Mekanisme Otorisasi yang Memadai untuk Mencegah Fraud

Sistem otorisasi harus didesain untuk membedakan secara tegas jenis pembelian yang dilakukan. Prosedur pembelian harus jelas dan berbeda untuk:

  1. Barang Dagang (Jika Ada): Dalam perusahaan jasa, pembelian barang dagang (misalnya, suku cadang spesialis yang dijual kembali) akan membutuhkan persetujuan yang berbasis pada tren penjualan atau tingkat persediaan minimum yang ditetapkan.
  2. Aset Tetap: Pembelian aset besar (tanah, bangunan, peralatan produksi) memerlukan otorisasi di tingkat manajemen yang jauh lebih tinggi—seringkali Dewan Direksi—karena dampaknya yang signifikan pada laporan posisi keuangan dan melibatkan investasi modal besar.
  3. Jasa Pendukung Operasi: Pembelian jasa (konsultan, maintenance rutin, sewa) diotorisasi berdasarkan kontrak layanan atau anggaran operasional. Meskipun kurang melibatkan aset fisik, kontrol otorisasi di sini sangat penting untuk mencegah pemborosan atau pengeluaran fiktif.

Dengan membedakan dan mengalokasikan level persetujuan berdasarkan materialitas dan jenis transaksi, perusahaan dapat menerapkan kontrol internal yang akurat, meminimalkan potensi kecurangan (fraud), dan memastikan bahwa setiap pengeluaran telah diverifikasi secara cermat sesuai dengan kebijakan dan pengalaman terbaik di industri.

Memilih Pemasok dan Menerima Barang/Jasa: Alur Kerja Kritis

Tahap ini merupakan titik krusial kedua dalam proses pembelian barang dan pembayaran kas pada perusahaan jasa setelah otorisasi. Keputusan mengenai siapa pemasok yang dipilih dan bagaimana barang atau jasa diterima secara langsung memengaruhi kualitas, biaya, dan integritas catatan keuangan perusahaan. Oleh karena itu, penerapan prosedur yang ketat di sini sangat penting untuk memastikan akuntabilitas dan kewajaran dalam setiap transaksi.

Prosedur Pemilihan dan Penetapan Harga Pemasok (Quotation Process)

Untuk memastikan bahwa perusahaan mendapatkan nilai terbaik untuk setiap pengeluaran dan mematuhi prinsip kewajaran (Fairness Principle), proses pemilihan pemasok harus transparan dan terdokumentasi dengan baik. Sebagai praktik terbaik yang mendukung kredibilitas dan pengalaman perusahaan, setiap pembelian, terutama yang nilainya signifikan, harus didukung oleh minimal tiga penawaran (quotation) dari pemasok yang berbeda. Kebijakan ini tidak hanya membantu mengamankan harga yang paling kompetitif, tetapi juga meminimalkan risiko kolusi atau pengeluaran yang tidak efisien. Pihak yang bertanggung jawab, biasanya Departemen Pembelian, akan menganalisis penawaran ini berdasarkan harga, kualitas, syarat pembayaran, dan waktu pengiriman, sebelum menerbitkan Purchase Order (PO) kepada pemasok yang terpilih. Dokumentasi dari ketiga penawaran ini kemudian menjadi bagian lampiran yang tidak terpisahkan dari PO.

Dokumen Kunci: Berita Acara Penerimaan Barang (BAPB) atau Jasa

Ketika barang atau jasa yang dipesan tiba, pengendalian internal yang ketat harus dijalankan. Dokumen sentral dalam tahap ini adalah Berita Acara Penerimaan Barang (BAPB) atau, untuk jasa, sebuah dokumen tanda terima jasa atau berita acara penyelesaian pekerjaan.

Departemen Penerimaan (atau end user untuk jasa) memegang peran sebagai pos pemeriksaan vital. Crucially, staf penerimaan harus membandingkan barang yang diterima (berdasarkan fisik atau konfirmasi penyelesaian jasa) dengan Purchase Order (PO) yang telah disetujui sebelumnya. Pencocokan ini berfungsi sebagai pengendalian untuk secara tegas menghindari penerimaan barang atau jasa yang:

  • Tidak pernah dipesan (tidak ada PO).
  • Jumlahnya melebihi atau tidak sesuai dengan spesifikasi dalam PO.

Dengan memastikan BAPB secara akurat mencerminkan barang yang sah dipesan dan diterima, perusahaan memperkuat landasan keandalan dalam pencatatan akuntansi. Berdasarkan standar akuntansi yang berlaku, seperti yang diatur dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 14 tentang Persediaan atau PSAK lain terkait Aset Tetap atau Beban, pengakuan persediaan atau aset yang dibeli secara resmi terjadi pada saat pengendalian atas barang tersebut beralih, yang biasanya ditandai dengan diterbitkannya BAPB yang telah diverifikasi dan disetujui. Dokumen BAPB, bersama dengan PO, kemudian dikirimkan ke Departemen Akuntansi (Utang Usaha) untuk tahap verifikasi dan pencatatan kewajiban berikutnya.

Siklus Akuntansi: Pencatatan Utang Usaha yang Akurat

Tahap setelah penerimaan barang atau jasa adalah integrasi transaksi ke dalam sistem akuntansi perusahaan. Bagian ini merupakan fondasi vital untuk menjamin akurasi laporan keuangan. Ketidakakuratan dalam pencatatan utang usaha dapat memiliki dampak besar, mulai dari overstatement biaya hingga understatement kewajiban, yang kesemuanya merusak kredibilitas laporan keuangan Anda.

Proses Verifikasi Tiga Arah (3-Way Matching): PO, BAPB, dan Faktur

Verifikasi Tiga Arah (3-Way Match) adalah kontrol internal terpenting dalam siklus pembelian dan pembayaran kas. Proses ini memastikan bahwa setiap pembayaran yang dilakukan hanya didasarkan pada barang atau jasa yang secara sah dipesan dan diterima oleh perusahaan. Tanpa proses verifikasi ini, risiko pembayaran ganda, pembayaran atas pesanan fiktif, atau pembayaran untuk barang yang belum diterima akan meningkat drastis.

Proses pencocokan ini melibatkan tiga dokumen kunci:

  1. Surat Pesanan Pembelian (Purchase Order - PO): Bukti otorisasi pembelian, menunjukkan apa yang dipesan dan dengan harga berapa.
  2. Berita Acara Penerimaan Barang/Jasa (BAPB) atau Laporan Penerimaan (Receiving Report): Bukti fisik bahwa barang atau jasa telah diterima.
  3. Faktur Pemasok (Supplier Invoice): Permintaan resmi pembayaran dari pemasok.

Keberhasilan dalam proses 3-Way Matching berdampak langsung dan positif pada kualitas informasi laporan keuangan. Ketika ketiga dokumen ini cocok — jumlah barang yang dipesan sama dengan jumlah yang diterima dan sama dengan jumlah yang ditagihkan, serta harga per unit yang ditagihkan sesuai dengan PO — ini menunjukkan bahwa kewajiban yang dicatat adalah valid, telah didukung oleh bukti fisik, dan sesuai dengan komitmen perusahaan. Kontrol yang ketat ini secara signifikan meminimalkan risiko salah saji utang usaha, yang merupakan komponen krusial dalam neraca (pos kewajiban) dan keakuratan biaya yang dilaporkan dalam laporan laba rugi. Perusahaan dengan sistem 3-Way Matching yang kuat menunjukkan komitmen tinggi terhadap pelaporan keuangan yang akurat dan berbasis bukti.

Pencatatan Kewajiban: Jurnal Utang Usaha dan Kartu Utang

Dalam akuntansi berbasis prinsip akrual, pengakuan kewajiban harus dilakukan segera setelah kriteria pengakuan terpenuhi, yaitu ketika perusahaan telah menerima manfaat dari barang atau jasa tersebut dan kewajiban untuk membayar telah timbul. Oleh karena itu, utang usaha dicatat saat Faktur dari pemasok diterima dan telah melalui proses verifikasi 3-Way Matching yang sukses, bukan pada saat barang secara fisik diterima.

Proses akuntansi yang tepat adalah sebagai berikut:

  1. Setelah 3-Way Matching berhasil, Faktur disetujui untuk dicatat.
  2. Jurnal Utang Usaha dibuat dengan mendebit akun Biaya atau Aset yang relevan (misalnya, Beban Perlengkapan, Aset Tetap, atau Persediaan) dan mengkredit akun Utang Usaha.

$$ \text{Debit: Beban/Aset} \ \text{Kredit: Utang Usaha} $$

  1. Pada saat yang sama, rincian transaksi dimasukkan ke dalam Kartu Utang (atau buku besar pembantu utang usaha) untuk melacak saldo per pemasok secara individual.

Pencatatan yang akurat dan tepat waktu sesuai dengan prinsip akrual memastikan bahwa laporan keuangan mencerminkan kewajiban perusahaan secara benar pada periode yang bersangkutan. Kesalahan dalam pengakuan ini, seperti menunda pencatatan utang hingga pembayaran dilakukan (metode kas), akan menyebabkan understatement signifikan pada kewajiban di neraca dan biaya di laporan laba rugi, yang merupakan pelanggaran terhadap standar akuntansi umum seperti yang ditetapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) di Indonesia.

Kartu Utang memiliki peran operasional yang vital karena memberikan informasi yang diperlukan untuk perencanaan arus kas (kapan pembayaran jatuh tempo) dan memfasilitasi rekonsiliasi dengan laporan pemasok.

Proses Pembayaran Kas yang Terkendali (Pengeluaran Kas)

Setelah semua dokumen verifikasi utang usaha telah diselesaikan dan dicocokkan, tahap akhir dari siklus pembelian adalah proses pengeluaran kas yang aktual. Tahap ini merupakan titik paling rentan terhadap penipuan dan kesalahan, sehingga membutuhkan sistem pengendalian yang sangat ketat untuk memastikan bahwa kas perusahaan hanya dikeluarkan untuk kewajiban yang sah dan sudah diotorisasi.

Mekanisme Dokumen Bukti Kas Keluar (BKK) dan Permintaan Cek/Transfer

Dalam perusahaan yang berpegang teguh pada prinsip akuntabilitas dan verifikasi, pembayaran kas harus selalu didasarkan pada Bukti Kas Keluar (BKK). BKK ini bukan sekadar formulir, melainkan sebuah dokumen internal yang berfungsi sebagai otorisasi akhir untuk mengeluarkan dana.

Dokumen BKK harus disusun dan dilampiri oleh seluruh dokumen pendukung yang telah diverifikasi pada tahap sebelumnya. Kelengkapan lampiran ini adalah jantung dari prosedur ini, meliputi:

  1. Purchase Order (PO) yang sudah disetujui.
  2. Berita Acara Penerimaan Barang/Jasa (BAPB) atau dokumen serah terima yang ditandatangani.
  3. Faktur Penjualan resmi dari pemasok.

Jika salah satu dari dokumen ini hilang atau belum disetujui, BKK tidak boleh diproses untuk pembayaran. Proses ini memastikan bahwa setiap sen yang keluar dari perusahaan memiliki jejak audit yang jelas (audit trail) dan didukung oleh kewajiban yang telah diakui keabsahannya. Setelah BKK lengkap, permintaan pembayaran—baik berupa penerbitan cek atau instruksi transfer bank—diajukan kepada departemen keuangan, yang kemudian menjalankan proses otorisasi akhir.

Pemisahan Tugas Krusial: Siapa yang Menyetujui dan Siapa yang Membayar

Prinsip Segregasi Tugas (Pemisahan Tugas) adalah kontrol internal yang paling krusial dalam proses pengeluaran kas. Untuk menghindari kolusi, penyelewengan, dan manipulasi, staf yang membuat BKK tidak boleh menjadi staf yang menandatangani cek atau melakukan transfer bank.

Pemisahan ini harus ketat dan mencakup setidaknya tiga fungsi utama:

  1. Fungsi Pencatatan Utang (Akuntansi/Pembuat BKK): Bertanggung jawab mencocokkan dokumen dan mencatat kewajiban.
  2. Fungsi Otorisasi Pembayaran (Manajer Keuangan/Direktur): Bertanggung jawab meninjau kelengkapan dokumen BKK dan menyetujui pengeluaran kas.
  3. Fungsi Kustodi Kas (Kasir/Bendahara Bank): Bertanggung jawab secara fisik menerbitkan cek atau melakukan transfer dana bank.

Ketika ketiga fungsi ini dipegang oleh individu yang berbeda, risiko bahwa seorang karyawan dapat membuat utang fiktif dan kemudian membayarnya sendiri secara diam-diam menjadi sangat minimal. Ini adalah langkah audit internal utama yang diterapkan oleh para profesional berpengalaman untuk memelihara integritas keuangan.

Berikut adalah checklist audit internal khas yang kami gunakan untuk memverifikasi kelengkapan dokumen BKK sebelum pembayaran dilakukan, yang didasarkan pada pengalaman praktis di lapangan dan standar operasional yang ketat:

Dokumen Kunci Pemeriksaan Verifikasi Status (Y/T)
BKK (Bukti Kas Keluar) Apakah BKK diberi nomor urut tercetak?
PO (Purchase Order) Apakah PO dilampirkan? Apakah jumlahnya sesuai dengan Faktur?
BAPB/Serah Terima Apakah BAPB dilampirkan dan ditandatangani oleh Departemen Penerima?
Faktur Pemasok Apakah Faktur Asli dilampirkan? Apakah jumlahnya sesuai dengan BKK?
Otorisasi 3-Way Match Apakah sudah ada tanda tangan persetujuan Akuntansi/Verifikator?
Otorisasi Pembayaran Apakah sudah ada tanda tangan otorisasi final dari Pejabat Berwenang?
Tanda ‘LUNAS’ Apakah PO, BAPB, dan Faktur sudah dicap “LUNAS” dengan tanggal pembayaran? (Pencegahan pembayaran ganda)

Mengimplementasikan checklist dan segregasi tugas yang ketat ini adalah kunci untuk membangun kepercayaan (sebuah pilar penting dalam akuntabilitas perusahaan) dengan memastikan bahwa semua pengeluaran kas adalah valid dan dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan.

Kontrol dan Pengawasan: Membangun Kepercayaan dalam Keuangan

Setelah semua transaksi pembelian dicatat dan pembayaran kas dieksekusi, langkah terakhir dan paling vital adalah fase kontrol dan pengawasan. Tidak ada sistem yang sempurna tanpa mekanisme pengawasan independen. Pengawasan ini memastikan bahwa seluruh prosedur telah diikuti, meminimalisir peluang kesalahan dan kecurangan, serta secara konsisten membangun kredibilitas dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan.

Rekonsiliasi Bank Periodik dan Peran Akuntan

Rekonsiliasi bank bulanan merupakan kontrol akhir yang sangat penting dalam siklus pembelian dan pembayaran kas. Proses ini melibatkan pencocokan saldo kas perusahaan yang tercatat di pembukuan internal (buku besar) dengan saldo kas yang tercantum pada laporan bank (bank statement).

Tujuan utama dari rekonsiliasi bank adalah mendeteksi ketidaksesuaian yang mungkin terjadi, seperti cek yang beredar (outstanding checks) yang sudah dicatat oleh perusahaan tetapi belum diuangkan, setoran dalam perjalanan (deposits in transit), atau kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh bank atau perusahaan. Akuntan atau staf keuangan yang bertanggung jawab atas proses ini harus memiliki pemahaman mendalam mengenai prinsip akuntansi yang mengatur pengakuan kas dan ekivalen kas. Pengalaman menunjukkan bahwa tim akuntansi yang teliti dapat menangkap hingga 80% dari kesalahan pencatatan kas rutin sebelum kesalahan tersebut menjadi masalah yang signifikan—sebuah praktik yang memperkuat kewenangan data keuangan yang disajikan.

Pengarsipan Dokumen dan Jejak Audit (Audit Trail)

Integritas dari proses pembelian dan pembayaran kas bergantung sepenuhnya pada kualitas Jejak Audit (Audit Trail). Setiap transaksi, mulai dari inisiasi Permintaan Pembelian (PP) hingga penerbitan Bukti Kas Keluar (BKK), harus didukung oleh dokumentasi yang lengkap dan terorganisir dengan baik.

Untuk memastikan tidak ada transaksi yang hilang, ganda, atau disembunyikan, setiap dokumen kunci—seperti PP, Purchase Order (PO), Berita Acara Penerimaan Barang (BAPB), Faktur, dan BKK—harus diberi nomor urut tercetak (Pre-numbered forms). Penggunaan formulir bernomor urut menjamin kontrol administratif yang kuat karena setiap nomor harus dapat dipertanggungjawabkan; jika ada nomor yang hilang, ini akan memicu penyelidikan segera.

Pengelolaan dokumen yang rapi dan kronologis sangat penting untuk kepercayaan dan keandalan data. Menurut sebuah studi yang dirilis oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), secara umum, sekitar 29% dari kerugian akibat fraud internal secara langsung terkait dengan kelemahan dalam pengendalian internal, termasuk kurangnya segregasi tugas dan pengarsipan yang buruk dalam siklus pengeluaran kas. Dengan mempertahankan sistem pengarsipan yang ketat dan jejak audit yang jelas, perusahaan secara signifikan mengurangi risiko kerugian dan meningkatkan keahlian mereka dalam manajemen risiko keuangan. Jejak audit yang solid juga mempermudah proses audit eksternal, yang pada gilirannya meningkatkan reputasi kepatuhan perusahaan.

Pertanyaan Umum Mengenai Siklus Pembelian dan Pembayaran Kas

Q1. Apa perbedaan utama pembelian di perusahaan jasa dan dagang?

Perbedaan utama dalam siklus pembelian antara perusahaan jasa dan perusahaan dagang terletak pada objek pembelian dan tujuan akhir dari pembelian tersebut. Perusahaan jasa, seperti firma hukum, konsultan, atau agensi, fokus pada pembelian yang mendukung operasional, bukan untuk dijual kembali. Pembelian mereka sebagian besar terdiri dari perlengkapan kantor, aset tetap (seperti komputer atau kendaraan), serta biaya overhead seperti sewa, listrik, dan jasa subkontrak.

Sebaliknya, perusahaan dagang berfokus utama pada pembelian persediaan barang dagangan (inventori) yang memang ditujukan untuk dijual kembali kepada pelanggan dengan margin keuntungan. Oleh karena itu, siklus pembelian perusahaan dagang memiliki penekanan lebih besar pada manajemen inventori, biaya pokok penjualan (COGS), dan gudang. Sebuah studi kasus dari praktik akuntansi menunjukkan bahwa kontrol internal di perusahaan jasa lebih menekankan pada otorisasi biaya dan jasa, sedangkan di perusahaan dagang, fokusnya ada pada fisik barang dan rekonsiliasi stok.

Q2. Apa yang dimaksud dengan ‘Voucher System’ dalam pembayaran kas?

Sistem Voucher (Voucher System) adalah metode pengendalian internal yang sangat ketat untuk mengotorisasi dan mendokumentasikan setiap pengeluaran, baik yang dilakukan secara tunai maupun kredit. Dalam sistem ini, sebelum pembayaran dilakukan, seluruh dokumen pendukung seperti Permintaan Pembelian (PP), Faktur, dan Berita Acara Penerimaan Barang (BAPB) disatukan ke dalam formulir internal yang disebut Voucher Pembayaran (Payment Voucher).

Voucher ini bertindak sebagai ringkasan dan otorisasi akhir untuk kewajiban, memastikan bahwa setiap pengeluaran telah diverifikasi sepenuhnya melalui proses 3-Way Matching dan disetujui oleh manajemen yang berwenang. Setelah voucher diotorisasi, barulah proses pengeluaran kas (penerbitan cek atau transfer bank) dapat dilakukan. Penggunaan sistem ini secara signifikan meningkatkan akuntabilitas dan membantu mencegah pembayaran yang tidak sah karena setiap transaksi memiliki jejak audit yang jelas dan terstruktur.

Final Takeaways: Menguasai Pengendalian Siklus Pembelian

3 Kunci Sukses: Otorisasi, Verifikasi, dan Segregasi Tugas

Menguasai proses pembelian barang dan pembayaran kas dalam perusahaan jasa bergantung pada tiga pilar pengendalian internal yang kokoh. Otorisasi memastikan bahwa setiap transaksi dimulai dan disetujui oleh manajemen yang berwenang, memberikan akuntabilitas pada setiap pengeluaran. Kedua, Verifikasi—terutama melalui metode 3-Way Matching (membandingkan Pesanan Pembelian, Berita Acara Penerimaan, dan Faktur)—adalah inti dari kontrol internal yang kuat karena memastikan pembayaran hanya dilakukan atas barang/jasa yang sah dipesan dan diterima. Terakhir, Segregasi Tugas (memisahkan fungsi otorisasi, pencatatan, dan pembayaran) adalah kunci untuk meminimalkan potensi kolusi atau kecurangan, membangun kepercayaan pada integritas catatan keuangan perusahaan.

Langkah Berikutnya untuk Penguatan Kontrol Internal Anda

Untuk mengamankan aset dan memastikan keandalan laporan keuangan, langkah mendesak yang harus diambil oleh setiap perusahaan jasa adalah meninjau ulang dan mendokumentasikan seluruh Standard Operating Procedure (SOP) siklus pembelian dan pembayaran kas Anda. Pendokumentasian ini harus mencakup tanggung jawab yang jelas untuk setiap langkah dan formulir yang digunakan (misalnya, penggunaan formulir bernomor tercetak). Tindakan ini secara langsung mengurangi risiko kerugian dan meningkatkan otoritas perusahaan di mata auditor dan pemangku kepentingan, sebab menunjukkan komitmen yang kuat terhadap tata kelola perusahaan yang baik.

Jasa Pembayaran Online
💬