PPH 23 Jasa Trucking: Kode Pembayaran, Tarif, dan Cara Lapor
Memahami PPh 23 Atas Jasa Trucking: Kode Pembayaran & Dasar Hukum
Penggunaan jasa transportasi logistik, khususnya trucking (angkutan darat), adalah aktivitas rutin bagi banyak perusahaan. Namun, di balik kelancaran distribusi barang, terdapat kewajiban perpajakan yang harus dipatuhi. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) atas jasa ini seringkali menjadi sumber kebingungan, terutama mengenai kode pembayaran dan prosedur yang benar. Artikel ini hadir sebagai panduan komprehensif untuk membantu Anda dalam setiap langkah, mulai dari perhitungan, pembayaran, hingga pelaporan PPh 23 Jasa Trucking.
Kode Pembayaran PPh 23 Jasa Trucking Adalah 411124 – 104
Kunci utama dalam memastikan pembayaran PPh 23 Anda tercatat dengan benar adalah penggunaan Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) yang tepat saat membuat Kode Billing. Untuk PPh Pasal 23, Kode Akun Pajak (KAP) yang harus digunakan adalah 411124. Sementara itu, jasa angkutan darat (trucking) termasuk dalam kategori Jasa Lain-lain yang menggunakan Kode Jenis Setoran (KJS) 104. Kombinasi 411124-104 ini adalah identitas wajib untuk menyetorkan PPh 23 atas jasa trucking.
Mengapa Pemotongan PPh 23 Jasa Trucking Itu Wajib?
Kewajiban pemotongan PPh 23 atas jasa trucking didasarkan pada peraturan perpajakan yang menetapkan bahwa penghasilan dari penyediaan jasa angkutan/logistik merupakan objek PPh Pasal 23. Peraturan ini bertujuan untuk memastikan setiap penghasilan yang bersumber dari aktivitas jasa telah dikenai pajak pada sumbernya (withholding tax). Kami, sebagai konsultan pajak berpengalaman, selalu menekankan bahwa kepatuhan pada aturan ini, termasuk pengenaan tarif dan kode pembayaran yang akurat, adalah langkah vital untuk mencegah sanksi dan audit. Panduan ini akan memandu Anda secara langkah demi langkah untuk menghitung, membayar, dan melaporkan PPh 23 Jasa Trucking dengan benar, memastikan semua aspek legalitas dan kepatuhan pajak terpenuhi.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh 23 Jasa Pengiriman
Berapa Tarif PPh 23 untuk Jasa Angkutan Darat (Trucking)?
Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23) untuk jasa angkutan darat atau trucking di Indonesia ditetapkan sebesar 2% dari jumlah penghasilan bruto. Tarif ini hanya berlaku apabila penyedia jasa (perusahaan trucking) telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Namun, untuk menekan tingkat ketidakpatuhan, peraturan pajak memberlakukan tarif yang lebih tinggi, yaitu 4% dari nilai bruto, jika penyedia jasa tidak dapat menunjukkan atau menyerahkan NPWP mereka kepada pihak yang membayarkan jasa. Penting bagi perusahaan yang menggunakan jasa trucking untuk selalu meminta NPWP rekanan agar dapat memotong pajak dengan tarif yang lebih rendah dan benar.
Dasar Perhitungan Nilai Bruto PPh 23 Jasa Logistik
Untuk memastikan otoritas dalam informasi ini, perlu diketahui bahwa pengenaan PPh Pasal 23 diatur secara spesifik. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015, jasa angkutan darat termasuk dalam kategori Jasa Lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21, yang wajib dipotong PPh Pasal 23. Oleh karena itu, tarif 2% (atau 4%) dikenakan pada Nilai Bruto.
Nilai bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak (DPP) adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh pihak yang wajib memotong pajak. Dalam konteks jasa trucking, nilai bruto ini umumnya mencakup total tagihan jasa pengiriman. Pihak yang membayarkan jasa harus berhati-hati. Kecuali jika terdapat rincian yang diatur khusus dalam kontrak atau invoice yang secara jelas memisahkan biaya-biaya yang bukan objek PPh 23 (misalnya pengeluaran yang dibayarkan kepada pihak ketiga atas nama pengguna jasa), maka seluruh jumlah yang tertera dalam tagihan akan dianggap sebagai nilai bruto. Prinsip ini memastikan bahwa PPh 23 dipotong atas keseluruhan penghasilan yang diperoleh penyedia jasa logistik.
Panduan Praktis: Menghitung PPh 23 Jasa Trucking dengan Benar
Setelah memahami dasar hukum dan tarif, langkah selanjutnya yang paling krusial adalah menerapkan perhitungan yang benar. Kesalahan dalam menghitung PPh Pasal 23 dapat memicu koreksi dan sanksi dari otoritas pajak.
Formula dasar untuk menentukan besar PPh 23 yang terutang atas jasa trucking—sebelum memperhitungkan PPN—adalah:
$$\text{PPh 23 Terutang} = \text{Tarif Pajak} \times \text{Nilai Bruto Jasa Trucking}$$
Nilai bruto ini merupakan seluruh pembayaran yang Anda lakukan kepada penyedia jasa trucking. Sangat penting bagi perusahaan pemotong pajak untuk selalu memeriksa apakah invoice penyedia jasa trucking telah mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mereka. Pencantuman NPWP adalah penentu utama tarif yang digunakan, yang pada akhirnya akan meringankan beban pajak penyedia jasa tersebut.
Contoh Kasus 1: Perusahaan Trucking Memiliki NPWP (Tarif 2%)
Sebuah perusahaan logistik (PT Angkut Cepat) menyediakan jasa pengiriman barang senilai Rp 10.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada kliennya (PT Penerima). Karena PT Angkut Cepat memiliki dan mencantumkan NPWP-nya pada faktur, tarif PPh 23 yang berlaku adalah 2%.
Perhitungan:
- Nilai Bruto Jasa: Rp 10.000.000
- Tarif PPh 23: 2%
- PPh 23 Terutang: $2% \times \text{Rp } 10.000.000 = \text{Rp } 200.000$
PT Penerima harus memotong Rp 200.000 dari total pembayaran kepada PT Angkut Cepat. Dengan demikian, PT Angkut Cepat hanya menerima pembayaran sebesar Rp 9.800.000 (belum termasuk PPN) dan akan menerima Bukti Potong PPh 23 senilai Rp 200.000.
Contoh Kasus 2: Perusahaan Trucking Tidak Memiliki NPWP (Tarif 4%)
Mengambil kasus yang sama, perusahaan logistik (CV Angkut Santai) menyediakan jasa senilai Rp 10.000.000. Namun, CV Angkut Santai tidak memiliki atau tidak mencantumkan NPWP pada faktur. Berdasarkan ketentuan perpajakan untuk jasa yang tidak memiliki NPWP, tarifnya menjadi dua kali lipat, yaitu 4%.
Perhitungan:
- Nilai Bruto Jasa: Rp 10.000.000
- Tarif PPh 23: 4% (200% dari tarif normal)
- PPh 23 Terutang: $4% \times \text{Rp } 10.000.000 = \text{Rp } 400.000$
Dalam kasus ini, PT Penerima harus memotong Rp 400.000. Hal ini secara signifikan mengurangi dana yang diterima oleh CV Angkut Santai (Rp 9.600.000, sebelum PPN) dan menyoroti pentingnya kepemilikan NPWP.
Berikut adalah perbandingan skema perhitungan PPh 23 untuk mempermudah pemahaman:
| Keterangan | Memiliki NPWP (Tarif 2%) | Tidak Memiliki NPWP (Tarif 4%) |
|---|---|---|
| Nilai Bruto Jasa | Rp 10.000.000 | Rp 10.000.000 |
| Tarif PPh 23 | 2% | 4% |
| PPh 23 Terutang (yang dipotong) | Rp 200.000 | Rp 400.000 |
| Pembayaran Diterima (Netto) | Rp 9.800.000 | Rp 9.600.000 |
Tips Menghindari ‘Gross Up’ dalam Transaksi Trucking
Istilah gross up mengacu pada praktik di mana pihak pemotong (penerima jasa) menanggung PPh 23 yang seharusnya dipotong dari penghasilan penyedia jasa (perusahaan trucking). Tindakan ini sering dilakukan untuk memastikan penyedia jasa menerima nilai tagihan penuh.
Untuk menghindari kompleksitas akuntansi dan potensi perbedaan interpretasi pajak dari praktik gross up, perusahaan sebaiknya:
- Berpegang Teguh pada Skema Potong-Setor: Edukasi mitra bisnis Anda bahwa PPh 23 adalah kewajiban yang sah dan dapat dikreditkan (diperhitungkan) oleh mereka di akhir tahun.
- Minta Rincian Biaya yang Jelas: Dalam kontrak, pastikan pemisahan yang jelas antara biaya jasa angkut (yang dikenakan PPh 23) dengan biaya reimbursement tertentu yang mungkin dikecualikan dari objek PPh 23.
- Wajibkan NPWP: Sebagai syarat standar bermitra, wajibkan semua penyedia jasa Anda untuk mencantumkan NPWP yang valid pada invoice. Ini membantu menjaga tarif tetap pada 2% yang lebih rendah dan menunjukkan kepatuhan yang baik dari seluruh rantai pasok.
Langkah-Langkah Wajib Membuat Bukti Potong PPh Pasal 23
Dalam kepatuhan pajak, tanggung jawab tidak berhenti pada perhitungan dan pembayaran. Kewajiban utama lainnya adalah penerbitan Bukti Potong PPh Pasal 23, yang berfungsi sebagai dokumen legal dan bukti bahwa pajak telah dipotong dan akan disetorkan oleh pihak yang membayar.
Siapa yang Wajib Memotong dan Membuat Bukti Potong PPh 23?
Berdasarkan peraturan perpajakan, pihak yang membayarkan jasa (disebut sebagai Pemotong Pajak atau Pemberi Penghasilan) adalah entitas yang secara hukum wajib memotong PPh 23 dan menerbitkan Bukti Potong. Dalam konteks jasa trucking atau angkutan darat, ini berarti perusahaan atau badan usaha yang menyewa jasa logistik dan melakukan pembayaran kepada penyedia layanan trucking tersebut.
Kewajiban ini mencakup beberapa langkah krusial:
- Pemotongan: Menahan sejumlah 2% (atau 4% jika tidak ber-NPWP) dari nilai bruto tagihan jasa trucking.
- Penerbitan Bukti Potong: Membuat dokumen formal yang menyatakan jumlah PPh 23 yang telah dipotong.
- Penyetoran: Menyetor jumlah yang dipotong ke kas negara.
Bukti Potong PPh 23 ini wajib diserahkan kepada pihak yang dipotong, yaitu Perusahaan Trucking. Bukti ini sangat penting karena akan digunakan oleh perusahaan trucking sebagai kredit pajak mereka. Artinya, saat mereka menghitung PPh Badan Tahunan, jumlah PPh 23 yang tertera di Bukti Potong akan mengurangi total PPh yang harus mereka bayar.
Cara Menggunakan e-Bupot Unifikasi untuk Jasa Angkutan
Sejak wajibnya penggunaan e-Bupot Unifikasi, pembuatan Bukti Potong PPh Pasal 23 harus dilakukan melalui sistem DJP Online. Sebagai praktisi di bidang perpajakan, kami menekankan bahwa langkah ini wajib dilakukan untuk semua transaksi jasa yang dikenakan PPh 23.
Berikut adalah alur otentik yang dapat Anda ikuti untuk memastikan Bukti Potong PPh 23 Jasa Angkutan Anda valid:
- Akses DJP Online: Masuk ke akun DJP Online Anda dan pilih layanan e-Bupot Unifikasi.
- Input Data Transaksi: Pilih menu ‘Penyiapan Bukti Pemotongan’ dan tentukan masa pajak.
- Pilih Jenis PPh: Pilih PPh Pasal 23, lalu isi identitas lengkap pihak yang dipotong (Perusahaan Trucking), termasuk NPWP-nya.
- Tentukan Jenis Penghasilan: Pilih Kode Objek Pajak (KOP) yang sesuai untuk Jasa Angkutan/Logistik. Pastikan Anda memasukkan Nilai Bruto dan Tarif (2% atau 4%) dengan tepat.
- Validasi dan Simpan: Setelah data lengkap dan perhitungan otomatis sesuai, Anda dapat memvalidasi dan menyimpan draf Bukti Potong.
- Penandatanganan Elektronik: Lakukan penandatanganan elektronik untuk menerbitkan Bukti Potong secara resmi.
Setelah terbit, file Bukti Potong ini (biasanya dalam format PDF) harus segera diserahkan kepada Perusahaan Trucking sebagai bagian dari penyelesaian transaksi. Kelalaian dalam menerbitkan dan menyerahkan Bukti Potong dapat berakibat pada sengketa pajak dan kesulitan bagi penyedia jasa trucking untuk mengklaim kredit pajak mereka.
Prosedur Pembayaran (Penyetoran) PPh 23: Menggunakan Kode Setoran 104
Proses pemotongan PPh Pasal 23 yang telah Anda lakukan belum lengkap tanpa proses penyetoran atau pembayaran ke kas negara. Untuk jasa trucking (angkutan darat), ketepatan penggunaan kode setoran adalah penentu validitas pembayaran Anda.
Cara Mendapatkan Kode Billing PPh 23 Jasa Lain
Dalam setiap pembayaran pajak melalui bank atau kantor pos persepsi, Anda wajib memiliki Kode Billing yang valid. Untuk PPh Pasal 23 atas jasa trucking, kunci utamanya terletak pada Kode Jenis Setoran (KJS) 104. KJS 104 secara spesifik digunakan untuk menyetor PPh 23 atas Jasa Lain-lain, yang di dalamnya mencakup jasa angkutan darat atau trucking. Penggunaan kode ini adalah langkah krusial untuk memastikan dana yang Anda setorkan teridentifikasi dengan benar.
Sebagai panduan ahli, berikut adalah alur kerja langkah-demi-langkah (1-2-3) untuk membuat Kode Billing melalui sistem Surat Setoran Elektronik (SSE) DJP Online:
- Akses dan Input Data: Masuk ke akun DJP Online Anda dan pilih menu e-Billing/SSE.
- Isi Formulir: Isi formulir Kode Billing dengan detail sebagai berikut:
- Jenis Pajak (KAP): Pilih 411124 (PPh Pasal 23).
- Jenis Setoran (KJS): Pilih 104 (Jasa Lain-lain).
- Masa Pajak: Isi bulan dan tahun PPh 23 terutang.
- Jumlah Setor: Masukkan nilai PPh 23 yang telah Anda potong.
- Terbitkan dan Bayar: Klik “Terbitkan Kode Billing”. Setelah kode terbit (contoh: 411124-104), Anda dapat segera melakukan pembayaran melalui teller bank, ATM, atau internet banking.
Memastikan kode 411124-104 tertera pada Kode Billing Anda adalah tanda bahwa pembayaran PPh 23 atas jasa trucking Anda telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Batas Waktu Penyetoran PPh 23 Jasa Trucking
Kepatuhan tidak hanya ditentukan oleh keakuratan kode, tetapi juga ketepatan waktu. Berdasarkan peraturan perpajakan di Indonesia, pembayaran PPh 23 wajib disetor paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya penghasilan.
Misalnya, jika Anda melakukan pembayaran jasa trucking dan memotong PPh 23 pada tanggal 25 Desember 2025, maka PPh 23 tersebut wajib Anda setorkan ke kas negara selambat-lambatnya pada tanggal 10 Januari 2026. Melampaui batas waktu ini akan memicu sanksi denda administrasi berupa bunga yang dihitung per bulan keterlambatan. Oleh karena itu, disiplin dalam menyetor sebelum tanggal jatuh tempo sangat penting untuk menjaga catatan kepatuhan pajak perusahaan Anda tetap prima.
Optimalisasi Kepatuhan Pajak: Akurasi Data dan Audit Trail
Kepatuhan dalam memotong dan menyetor PPh Pasal 23 atas jasa trucking tidak hanya soal ketepatan tarif, tetapi juga tentang akurasi data dan kelengkapan audit trail. Mendokumentasikan setiap transaksi dengan benar adalah pilar penting untuk meminimalkan risiko pemeriksaan dan memastikan biaya logistik dapat diakui sepenuhnya. Prinsip otoritas dan keandalan dalam pencatatan akuntansi perpajakan harus diterapkan secara ketat untuk menghindari potensi sengketa dengan otoritas pajak.
Pentingnya Kontrak Kerja dan Faktur yang Jelas untuk Jasa Trucking
Dalam transaksi jasa trucking, seringkali muncul kompleksitas di mana biaya layanan jasa angkut tercampur dengan biaya penunjang lain seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), biaya tol, atau biaya bongkar muat.
Untuk membatasi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan memastikan pemotongan PPh 23 hanya dikenakan pada nilai jasa murni, diperlukan perjanjian tertulis (kontrak kerja) dan faktur yang memisahkan biaya jasa angkut dari biaya lain. Pemisahan ini krusial. Sesuai dengan praktik terbaik perpajakan yang diawasi oleh profesional, jika rincian tersebut tidak dapat dipisahkan secara tegas dan dibuktikan dengan dokumen pendukung yang sah (misalnya struk BBM atau tol), maka seluruh nilai pembayaran dianggap sebagai nilai bruto jasa yang dikenakan PPh 23. Oleh karena itu, faktur harus mencantumkan secara eksplisit: Nilai Jasa Angkut, Nilai Reimbursement (biaya yang diganti), dan total tagihan.
Mekanisme Pelaporan SPT Masa PPh 23 (Masa dan Tahunan)
Setelah proses pemotongan dan penyetoran PPh 23 selesai, langkah krusial berikutnya adalah pelaporan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23.
SPT Masa PPh 23 dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terutang (setelah tanggal penyetoran). Proses pelaporan ini sekarang dilakukan melalui sistem e-Bupot Unifikasi milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kegagalan untuk melaporkan atau keterlambatan pelaporan akan memicu sanksi administrasi berupa denda.
Untuk memastikan akuntabilitas dan meningkatkan kepercayaan pada sistem perpajakan perusahaan Anda, penting untuk melakukan review internal sebelum menyetor dan melapor. Berikut adalah Checklist Kepatuhan PPh 23 yang kami kembangkan berdasarkan pengalaman ahli di bidang kepatuhan pajak korporasi:
- Poin 1: Validasi NPWP Penerima Jasa: Pastikan NPWP penyedia jasa trucking valid dan tercantum pada faktur untuk menerapkan tarif 2% yang benar.
- Poin 2: Verifikasi Nilai Bruto: Pastikan nilai bruto yang dijadikan dasar pemotongan PPh 23 adalah nilai jasa murni, dibuktikan dengan rincian biaya yang terpisah.
- Poin 3: Ketepatan Kode Billing: Gunakan selalu Kode Akun Pajak 411124 dan Kode Jenis Setoran 104 saat membuat Kode Billing.
- Poin 4: Deadline Penyetoran: PPh 23 sudah disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
- Poin 5: Penerbitan Bukti Potong: Bukti Potong PPh 23 telah dibuat di e-Bupot Unifikasi dan diserahkan kepada penyedia jasa sebelum pelaporan SPT.
Dengan mematuhi checklist ini, Anda membangun audit trail yang kuat, meminimalisir risiko sanksi, dan menunjukkan keahlian dalam pengelolaan kewajiban perpajakan atas jasa logistik.
Your Top Questions About PPh 23 Jasa Trucking Answered
Untuk memastikan kepatuhan pajak yang optimal dan menjawab keraguan yang sering muncul, berikut adalah jawaban atas pertanyaan paling umum terkait implementasi PPh Pasal 23 atas jasa trucking dan angkutan darat.
Q1. Apakah Jasa Sewa Kendaraan juga Kena PPh 23?
Ya, jasa sewa kendaraan darat juga dikenakan PPh Pasal 23, namun penting untuk membedakan antara jasa angkutan dengan jasa sewa aset. Jasa sewa kendaraan darat, misalnya menyewa truk, mobil, atau bus tanpa sopir/awak, diklasifikasikan sebagai sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Jasa ini termasuk kategori penghasilan yang dipotong PPh 23.
Tarif pemotongan untuk sewa kendaraan darat, sama dengan jasa trucking (jasa angkutan), adalah 2% dari nilai bruto jika penyedia jasa memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Jika penyedia jasa tidak memiliki NPWP, tarifnya akan menjadi dua kali lipat, yaitu 4%. Untuk memastikan legalitas dan menghindari sanksi, Wajib Pajak harus merujuk pada ketentuan yang berlaku di Peraturan Menteri Keuangan yang secara spesifik mengatur daftar jasa yang dikenakan PPh 23.
Q2. Apa Sanksi Jika Telat Membayar atau Melapor PPh 23?
Keterlambatan dalam menjalankan kewajiban perpajakan memiliki konsekuensi sanksi administrasi yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
- Sanksi Keterlambatan Penyetoran (Pembayaran): Apabila Wajib Pajak (pihak yang memotong) terlambat menyetor PPh 23 dari batas waktu yang ditentukan (yaitu tanggal 10 bulan berikutnya), maka akan dikenakan sanksi bunga yang dihitung berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Perhitungan ini dimulai dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran, dengan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
- Sanksi Keterlambatan Pelaporan SPT Masa: Keterlambatan dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23 (batas waktu tanggal 20 bulan berikutnya) dikenakan sanksi denda administrasi yang bersifat tetap. Saat ini, sanksi denda untuk keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh 23 adalah Rp 100.000.
Kepatuhan waktu (tepat bayar dan tepat lapor) adalah elemen krusial dari tata kelola perpajakan yang baik, membantu Wajib Pajak menghindari beban biaya tambahan yang tidak perlu dari sanksi-sanksi tersebut.
Final Takeaways: Mastering PPh 23 Jasa Trucking di Tahun Ini
3 Kunci Penting: Kode, Tarif, dan Bukti Potong
Untuk memastikan kepatuhan yang sempurna dalam memotong, membayar, dan melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas jasa trucking, ada tiga elemen fundamental yang harus dikuasai. Pertama, Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS). Penting untuk selalu mengingat dan menggunakan kombinasi 411124 – 104. Kode ini secara spesifik mengidentifikasi PPh 23 untuk kategori ‘Jasa Lain-lain’, yang mencakup jasa angkutan darat. Kedua adalah masalah Tarif; tarif normal adalah 2% dari nilai bruto jika penyedia jasa trucking memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan tarif ini melonjak menjadi 4% jika mereka tidak memilikinya.
Tingkatkan Akuntabilitas Logistik Anda
Kunci ketiga yang tidak kalah vital adalah Bukti Potong. Sebagai pemotong pajak, Anda harus memastikan setiap transaksi jasa trucking memiliki Bukti Potong yang diterbitkan melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi. Bukti Potong ini bukan sekadar formalitas, melainkan dokumen wajib yang menjadi legalitas biaya di sisi perusahaan Anda sekaligus menjadi kredit pajak yang sah bagi perusahaan trucking tersebut. Kegagalan dalam menerbitkan atau menyerahkan Bukti Potong dapat memicu potensi audit dan ketidakakuratan dalam laporan keuangan kedua belah pihak. Dengan menguasai kode, tarif, dan bukti potong, Anda telah meningkatkan akuntabilitas dan validitas setiap transaksi logistik dalam bisnis Anda.