Peran PTPKD: Siapa yang Bertanggung Jawab Atas Pembayaran Pengadaan Barang/Jasa Desa?

Memahami Alur Pembayaran Pengadaan Barang/Jasa Desa Sesuai Regulasi

Jawaban Langsung: Bolehkah PTPKD Melakukan Pembayaran Pengadaan Barang/Jasa?

Secara teknis dan operasional, ya, pembayaran pengadaan barang/jasa di Desa dilakukan oleh unsur PTPKD (Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa). Namun, penting dipahami bahwa pembayaran tersebut tidak dilakukan langsung oleh seluruh unsur PTPKD (seperti Sekretaris Desa atau Kepala Seksi). Kewenangan untuk melakukan pembayaran uang secara fisik berada pada Bendahara Desa atau Kaur Keuangan, yang merupakan salah satu anggota kunci dari tim PTPKD. Bendahara bertindak berdasarkan dokumen pembayaran yang telah diverifikasi kelengkapannya oleh Koordinator PTPKD dan disetujui oleh Kepala Desa atau Pelaksana Kegiatan. Hal ini memastikan bahwa setiap pengeluaran telah melalui mekanisme pengawasan yang berlapis, sehingga dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.

Mengapa Memahami Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa ini Sangat Penting?

Memahami secara mendalam mengenai alur dan pihak yang berwenang dalam proses pembayaran pengadaan adalah hal yang sangat vital untuk menjaga akuntabilitas dan keabsahan pengelolaan dana desa. PTPKD adalah tim yang dibentuk untuk membantu Kepala Desa dalam mengelola keuangan, terdiri dari Sekretaris Desa (sebagai Koordinator), Kepala Seksi, dan Bendahara Desa. Dengan adanya artikel ini, kami ingin memastikan proses pembayaran Anda sah dan akuntabel sesuai standar praktik terbaik. Panduan yang kami berikan disusun langkah demi langkah dengan merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terbaru, memberikan keahlian praktis yang diperlukan untuk memastikan kepatuhan hukum dalam setiap transaksi.

Struktur Pengelola Keuangan Desa: Mengenal PTPKD dan Perannya

Memahami siapa yang memiliki otoritas untuk memproses pembayaran adalah langkah awal menuju pengelolaan keuangan desa yang akuntabel. Di sinilah peran Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) menjadi sangat sentral. PTPKD bukan sekadar kelompok administrasi; mereka adalah inti dari operasional Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Tim ini memiliki tanggung jawab atas keseluruhan kebijakan dan pelaksanaan teknis pengelolaan APBDesa, yang dikoordinasikan secara ketat oleh Sekretaris Desa.

Definisi dan Unsur PTPKD Berdasarkan Permendagri

Untuk membangun kepercayaan (Trust) dan menunjukkan keahlian (Expertise) dalam pembahasan ini, penting untuk merujuk langsung pada sumber hukum yang berlaku. Berdasarkan ketentuan resmi yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 Pasal 4 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, PTPKD memiliki susunan yang jelas dan hierarkis.

Susunan PTPKD meliputi:

  1. Sekretaris Desa: Bertindak sebagai Koordinator PTPKD. Perannya sangat krusial, mulai dari menyusun kebijakan teknis hingga memverifikasi semua pengajuan anggaran dan pembayaran.
  2. Kepala Seksi: Bertindak sebagai Pelaksana Kegiatan Anggaran. Mereka bertanggung jawab merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan kegiatan sesuai RKPDesa.
  3. Bendahara Desa (atau Kaur Keuangan): Bertugas melaksanakan fungsi kebendaharaan. Secara operasional, Bendahara Desa adalah pihak yang berwenang dan memiliki tanggung jawab untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran uang Desa, termasuk eksekusi pembayaran kepada Pihak Ketiga (Penyedia Barang/Jasa) setelah dokumen diverifikasi dan disahkan.

Beda Tugas PTPKD, Kasi/Kaur (Pelaksana Kegiatan), dan TPK (Tim Pelaksana Kegiatan)

Meskipun Bendahara Desa adalah unsur PTPKD, sering terjadi kerancuan antara peran PTPKD secara kolektif dengan peran individu Kasi/Kaur sebagai Pelaksana Kegiatan dan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK).

PTPKD (dikoordinasi oleh Sekdes) berfungsi sebagai pengontrol, pengawas administrasi, dan eksekutor keuangan (Bendahara). Koordinator PTPKD (Sekdes) memiliki peran untuk memastikan semua dokumen pengeluaran memenuhi kelengkapan administrasi dan keabsahan sebelum dana dicairkan.

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) atau Kepala Urusan (Kaur) bertindak sebagai Pelaksana Kegiatan (berdasarkan tugas dan fungsi bidang masing-masing). Mereka bertanggung jawab atas kegiatan fisik atau non-fisik yang didanai APBDesa, termasuk menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), melaksanakan pengadaan, dan membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan. Dalam konteks pengadaan barang/jasa, Kasi/Kaur dapat membentuk Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), yang bertugas melakukan pengadaan di lapangan (misalnya, survei harga, pembelian bahan, dan serah terima).

Dengan demikian, ketika pengeluaran terjadi: PTPKD bertanggung jawab atas akuntabilitas dan alur uangnya, sementara Kasi/Kaur dan TPK bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pertanggungjawaban fisik kegiatannya. Pembayaran oleh Bendahara (unsur PTPKD) selalu merupakan reaksi terhadap permintaan pembayaran yang sah dari Kasi/Kaur (Pelaksana Kegiatan) setelah barang/jasa diterima.

Dasar Hukum Pembayaran: Siapa Sebenarnya Pemegang Kewenangan Transaksi Keuangan Desa?

Memahami siapa yang memegang kendali tertinggi dan siapa yang melaksanakan teknis pembayaran adalah kunci untuk memastikan setiap rupiah dana desa dikeluarkan secara sah. Meskipun pertanyaan utamanya adalah bolehkah PTPKD (Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa) melakukan pembayaran, jawaban mendalamnya terletak pada delegasi wewenang dan kepatuhan terhadap prosedur yang sah.

Kewenangan Kepala Desa Sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa

Berdasarkan regulasi, Kepala Desa memegang kewenangan tertinggi sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa. Kewenangan ini meliputi penetapan kebijakan, pengesahan dokumen, dan persetujuan akhir atas pengeluaran anggaran. Namun, dalam pelaksanaan teknis operasional sehari-hari, kewenangan ini didelegasikan kepada PTPKD.

Delegasi ini penting untuk efisiensi, tetapi tidak menghilangkan tanggung jawab Kepala Desa atas seluruh proses. Setiap pembayaran, terutama yang bersifat besar atau kontrak, harus memiliki persetujuan atau pengesahan dari Kepala Desa, menunjukkan bahwa keputusan pengeluaran tersebut selaras dengan APBDesa yang telah disetujui. Dengan kata lain, PTPKD melaksanakan, tetapi Kepala Desa mengendalikan dan menyetujui.

Fungsi dan Batasan Kaur Keuangan/Bendahara dalam Melakukan Pengeluaran

Kaur Keuangan atau Bendahara Desa, sebagai salah satu unsur PTPKD, adalah pihak yang secara fisik dan administrasi berwenang untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran uang Desa. Mereka adalah kasir desa. Namun, peran ini memiliki batasan yang ketat. Pembayaran kepada penyedia barang/jasa atau TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) tidak dapat dilakukan atas inisiatif pribadi Bendahara.

Pembayaran harus didasarkan pada Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang telah melalui verifikasi berjenjang. Proses verifikasi ini sangat penting untuk akuntabilitas (kepercayaan dan keahlian). SPP harus diverifikasi kelengkapannya oleh Koordinator PTPKD (Sekretaris Desa), yang bertanggung jawab memastikan bahwa semua persyaratan administratif telah dipenuhi, dan kemudian disetujui oleh Kepala Desa atau Pelaksana Kegiatan (Kasi/Kaur) sebelum Bendahara mencairkan dana. Proses ini menunjukkan bahwa pembayaran oleh Bendahara adalah hasil dari keputusan kolektif PTPKD dan Kepala Desa, bukan tindakan tunggal.

Setiap transaksi pembayaran harus dicatat dan dipertanggungjawabkan dengan Bukti Transaksi yang sah (seperti Kwitansi, Faktur, atau Bukti Pembelian). Bukti ini harus dibuat atas nama Pelaksana Kegiatan/TPK yang ditunjuk untuk mengurus pengadaan, dan diketahui oleh Kasi/Kaur terkait. Sebagai panduan praktis, pastikan setiap dokumen tersebut memuat:

  1. Nama dan Alamat Penyedia/Penerima.
  2. Rincian Barang/Jasa.
  3. Jumlah Nominal (angka dan terbilang).
  4. Tanda tangan sah.

Kelengkapan bukti ini adalah fondasi pertanggungjawaban dan merupakan langkah krusial yang harus diperiksa Bendahara sebelum dana dikeluarkan, memastikan bahwa seluruh proses transparan dan dapat diaudit.

Alur Pembayaran Pengadaan Barang/Jasa: Mekanisme ‘Uang Muka’ vs. ‘Pembayaran Langsung’

Memahami alur pembayaran adalah inti dari pengelolaan keuangan desa yang bertanggung jawab dan kredibel. Dalam pengadaan barang/jasa di desa, dikenal dua mekanisme utama pembayaran: melalui Uang Persediaan (UP) yang dikelola oleh Kasi/Kaur atau Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) untuk pembelian kecil, dan mekanisme Pembayaran Langsung (LS) yang dilakukan oleh Bendahara untuk nilai yang lebih besar atau kontrak formal. Kedua mekanisme ini memiliki perbedaan mendasar dalam alur, kewenangan, dan pertanggungjawaban dokumen.

Proses Pembelian Langsung (Maks. Rp 10 Juta) dan Peran Kasi/Kaur

Untuk pembelian barang/jasa dengan nilai yang relatif kecil, biasanya di bawah batas tertentu (seperti Rp 10 juta, meskipun batas ini dapat disesuaikan oleh peraturan daerah setempat), mekanisme yang paling efisien adalah menggunakan Uang Persediaan (UP).

Dalam skema ini, pembelian langsung dapat dilakukan oleh Kepala Seksi (Kasi) atau Kepala Urusan (Kaur) selaku Pelaksana Kegiatan atau oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) yang dibentuk untuk kegiatan tertentu. Dana untuk pembelian ini bersumber dari uang yang dikuasai oleh Bendahara Desa/Kaur Keuangan sebagai uang persediaan yang diserahkan di muka.

Hal ini sejalan dengan panduan pengadaan pemerintah yang mempromosikan kecepatan dan efisiensi untuk transaksi bernilai rendah. Pembayaran dilakukan cash oleh Kasi/Kaur/TPK kepada penyedia barang/jasa pada saat pembelian. Namun, penting untuk dicatat bahwa Kasi/Kaur/TPK wajib mengumpulkan bukti transaksi yang sah (kwitansi atau faktur) untuk dipertanggungjawabkan kepada Bendahara/Kaur Keuangan di akhir periode atau setelah kegiatan selesai. Alur ini menekankan pada akuntabilitas langsung di tingkat pelaksana kegiatan.

Proses Permintaan Penawaran dan Kontrak: Keterlibatan TPK dan Dokumen Wajib

Berbeda dengan pembelian langsung dengan UP, pengadaan barang/jasa yang nilainya melebihi batas pembelian langsung (atau yang bersifat kompleks dan memerlukan kontrak formal) harus melalui mekanisme Pembayaran Langsung (LS). Mekanisme ini memastikan tingkat ketelitian dan kontrol dokumentasi yang lebih tinggi, yang sangat penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana desa.

Pembayaran langsung (LS) kepada Penyedia dilakukan sepenuhnya oleh Bendahara Desa/Kaur Keuangan. Namun, prosesnya jauh lebih panjang dan melibatkan verifikasi berlapis. Proses ini dimulai dari permintaan penawaran, penetapan penyedia, hingga pelaksanaan kontrak oleh Pelaksana Kegiatan (Kasi/Kaur) atau Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Setelah barang atau pekerjaan selesai, Pelaksana Kegiatan harus menyelesaikan dan memverifikasi dokumen berikut:

  1. Berita Acara Serah Terima (BAST) Barang/Pekerjaan.
  2. Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang diajukan oleh Kasi/Kaur/TPK.
  3. Bukti-bukti pendukung, termasuk kontrak (jika ada) dan Faktur/Kwitansi tagihan dari penyedia.

Dokumen ini kemudian diverifikasi oleh Koordinator PTPKD (Sekretaris Desa) untuk kelengkapan dan keabsahannya sebelum disetujui Kepala Desa. Baru setelah disetujui, Bendahara melakukan pembayaran langsung (transfer atau tunai) kepada Penyedia.

Mekanisme ini, jika dibandingkan dengan UP, menunjukkan perbedaan yang jelas. Mekanisme UP memberikan fleksibilitas kepada pelaksana kegiatan untuk transaksi kecil, sementara mekanisme LS memastikan bahwa untuk nilai yang lebih besar, pembayaran hanya dapat dilakukan setelah seluruh output pekerjaan diverifikasi dan seluruh dokumen lengkap. Hal ini konsisten dengan arahan dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) No. 12 Tahun 2019 yang mengatur tata cara pengadaan di Desa, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Keselarasan regulasi ini menjadi bukti keahlian dan kepatuhan dalam praktik pengelolaan dana desa.

Memaksimalkan Akuntabilitas dan Menghindari Risiko Hukum (Kepercayaan dan Keahlian)

Aspek terpenting dalam pengelolaan keuangan desa, terutama terkait pembayaran pengadaan barang/jasa, adalah akuntabilitas. Menjamin setiap rupiah yang dibayarkan PTPKD (Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa) memiliki dasar hukum dan didukung dokumentasi yang kuat merupakan praktik terbaik yang tidak hanya memenuhi kepatuhan regulasi tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap tata kelola desa. Keahlian dalam memproses pembayaran yang cermat adalah benteng pertahanan utama Anda melawan risiko hukum dan temuan audit.

Checklist Dokumen Wajib: Memastikan Bukti Pembayaran Sah dan Lengkap

Setiap tindakan pembayaran yang dilakukan oleh Bendahara Desa, sebagai unsur PTPKD yang berwenang, harus didasarkan pada dokumen pertanggungjawaban yang lengkap. Kelengkapan dokumen ini menjadi fondasi sahnya suatu pengeluaran. Dokumentasi pembayaran wajib yang harus tersedia dan diverifikasi meliputi:

  • Bukti Transaksi: Ini adalah dokumen esensial, dapat berupa Faktur, Kwitansi, atau Bukti Pembelian lainnya, yang menunjukkan rincian barang/jasa yang telah diterima beserta nilai uang yang dikeluarkan. Bukti ini harus ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan diketahui oleh Pelaksana Kegiatan (Kasi/Kaur) atau TPK.
  • Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang Disetujui: SPP adalah permintaan formal untuk pengeluaran dana. Dokumen ini wajib melalui verifikasi Koordinator PTPKD (Sekretaris Desa) dan disetujui oleh Kepala Desa (sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan) sebelum Bendahara dapat memproses pencairan.
  • Berita Acara Serah Terima Barang/Pekerjaan (BAST): Khusus untuk pengadaan barang/jasa dengan nilai yang signifikan atau pekerjaan konstruksi, BAST berfungsi sebagai bukti fisik bahwa barang atau pekerjaan telah diterima dan diverifikasi sesuai spesifikasi. Dokumen ini menegaskan bahwa kegiatan telah dilaksanakan dengan baik.

Tanpa adanya rangkaian dokumen yang utuh dan valid ini, pengeluaran yang dilakukan, meskipun uangnya sudah diserahkan, dapat dianggap tidak sah dan berpotensi memicu masalah akuntabilitas.

Risiko Utama Penggunaan Anggaran yang Tidak Sesuai Prosedur dan Sanksinya

Akuntabilitas yang lemah adalah pintu masuk utama menuju temuan audit dan risiko hukum. Pembayaran yang tidak didukung bukti lengkap dan sah, meskipun sudah dilakukan oleh Bendahara, berpotensi menjadi temuan audit oleh Inspektorat Daerah atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Risiko-risiko utama yang dihadapi PTPKD yang tidak mengikuti prosedur meliputi:

  1. Pengeluaran Tidak Sah (Unverified Expenditure): Pembayaran tanpa SPP yang diverifikasi atau tanpa bukti transaksi yang jelas. Dalam kasus ini, Bendahara dapat diminta untuk mengembalikan dana tersebut ke Kas Desa.
  2. Kerugian Negara/Daerah: Jika barang/jasa yang dibayar tidak pernah diterima atau diterima tidak sesuai spesifikasi, atau terjadi mark-up harga yang tidak wajar. Hal ini dapat berujung pada tuntutan hukum, terutama jika terdapat unsur penyalahgunaan wewenang atau korupsi.
  3. Sanksi Administratif hingga Pidana: Pelanggaran berat terhadap tata kelola keuangan desa dapat menghasilkan sanksi administratif, termasuk pencopotan jabatan, hingga sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Untuk memitigasi risiko ini, kami merekomendasikan ‘3-Langkah Verifikasi Bendahara’ sebagai proses internal untuk memastikan setiap pembayaran dilakukan dengan keahlian dan kehati-hatian:

  1. Cek Ketersediaan Anggaran: Pastikan jumlah yang diminta belum melebihi pagu anggaran yang tersedia dalam APBDesa untuk kegiatan tersebut.
  2. Cek Kelengkapan Fisik Dokumen: Verifikasi bahwa semua dokumen pendukung (SPP, Kwitansi/Faktur, BAST jika diperlukan) tersedia, asli, dan telah ditandatangani oleh pihak-pihak yang berwenang (Pelaksana Kegiatan, Penyedia, Koordinator PTPKD, dan Kepala Desa).
  3. Cek Kebenaran Perhitungan: Lakukan penghitungan ulang (misalnya, PPN/PPh jika ada, atau penjumlahan total) untuk memastikan nilai yang tertera dalam SPP dan Bukti Transaksi adalah akurat dan sesuai.

Dengan menerapkan keahlian verifikasi yang ketat ini, PTPKD dapat memastikan bahwa setiap pembayaran tidak hanya cepat tetapi juga sah secara hukum dan dapat dipertanggungjawabkan.

Perbedaan Peran Pembayaran di Desa vs. di Instansi Pemerintah Daerah (Beda PTPKD dan PPK)

Memahami mekanisme pembayaran pengadaan barang/jasa desa menjadi lebih jelas ketika dibandingkan dengan sistem pengelolaan keuangan yang berlaku di Instansi Pemerintah Daerah (APBD). Perbedaan ini menunjukkan mengapa peran PTPKD (Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa) dan Bendahara Desa/Kaur Keuangan memiliki karakteristik yang unik.

Peran PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam APBD vs. Peran Kasi/Kaur/TPK di APBDesa

Terdapat perbedaan fundamental antara sistem keuangan desa dan pemerintah daerah. Sistem Keuangan Desa lebih sederhana dan sangat menekankan pada konsep swakelola serta peran yang dominan dari Kasi/Kaur (Kepala Seksi/Kepala Urusan) sebagai pelaksana kegiatan.

Sebaliknya, sistem APBD di Pemerintah Daerah lebih kompleks. Sistem ini melibatkan peran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD). PPK adalah pejabat yang diberikan kewenangan oleh Pengguna Anggaran untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Fungsi ini, yang melibatkan penetapan spesifikasi, penandatanganan kontrak, hingga pengendalian pelaksanaan, sebagian besar diemban oleh Kepala Desa dan didelegasikan secara operasional kepada Kasi/Kaur atau Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di desa.

Di Desa, penekanan tanggung jawab (untuk membangun kepercayaan dan keahlian) terkait pelaksanaan kegiatan lebih merata kepada Kasi/Kaur yang memiliki kedekatan langsung dengan kegiatan, berbeda dengan PPK yang diangkat secara spesifik untuk mengelola komitmen pengadaan. Peran Kasi/Kaur/TPK adalah memastikan barang/jasa diterima sesuai spesifikasi sebelum mengajukan dokumen pembayaran kepada PTPKD.

Peran Bendahara Pengeluaran (SKPD) vs. Bendahara Desa/Kaur Keuangan (PTPKD)

Meskipun Bendahara Desa adalah bagian inti dari PTPKD (Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa), fungsi operasionalnya memiliki kesamaan mendasar dengan Bendahara Pengeluaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemerintah Daerah.

Fungsi utama dari kedua bendahara ini adalah mencairkan dana berdasarkan perintah yang sah. Baik Bendahara Pengeluaran SKPD maupun Bendahara Desa bertugas melaksanakan fungsi kebendaharaan, yakni menerima dan mengeluarkan uang berdasarkan dokumen permintaan pembayaran (SPP/SPM) yang telah diverifikasi dan disetujui oleh atasan yang berwenang.

  • Bendahara Pengeluaran SKPD mencairkan dana berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang dikeluarkan oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD (PPK-SKPD) dan telah disahkan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD).
  • Bendahara Desa/Kaur Keuangan mencairkan dana berdasarkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang telah diverifikasi oleh Koordinator PTPKD (Sekretaris Desa) dan disetujui oleh Kepala Desa.

Perbedaan kunci yang perlu diperhatikan (sebagai keahlian kunci) adalah tingkat kewenangan dalam delegasi. Di Desa, Kepala Desa bertindak sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan tertinggi. Kepala Desa mendelegasikan tanggung jawab pelaksanaan teknis kepada PTPKD, namun tetap memiliki kewenangan persetujuan akhir. Sementara itu, di Pemerintah Daerah, pemegang kekuasaan (Kuasa Pengguna Anggaran/KPA) mendelegasikan lebih banyak peran dan tanggung jawab keuangan, termasuk penandatanganan kontrak dan pengujian dokumen, kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Struktur di desa yang lebih ringkas memastikan setiap tahap pembayaran, meskipun secara teknis dilakukan oleh Kaur Keuangan/Bendahara sebagai bagian dari PTPKD, selalu terikat pada persetujuan dan pertanggungjawaban dari Kepala Desa dan Kasi/Kaur sebagai pelaksana kegiatan.


Aspek Pembeda Pengelolaan Keuangan Desa (APBDesa) Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah (APBD)
Pemegang Kekuasaan Kepala Desa Kepala Daerah (didelegasikan ke Kuasa Pengguna Anggaran/KPA)
Pelaksana Teknis Komitmen Kasi/Kaur atau TPK PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
Verifikasi Pembayaran Koordinator PTPKD (Sekdes) PPK-SKPD (Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD)
Pencairan Dana Bendahara Desa/Kaur Keuangan (Bagian dari PTPKD) Bendahara Pengeluaran SKPD
Sistem Umum Lebih sederhana, fokus pada Swakelola Lebih kompleks, melibatkan banyak Pejabat

Tanya Jawab Populer: Pertanyaan Kunci Seputar Pengelolaan Dana Pengadaan Desa

Q1. Apakah Kaur Keuangan dan Bendahara Desa Adalah Posisi yang Sama?

Dalam banyak implementasi di lapangan dan merujuk pada regulasi teknis, Kaur Keuangan dan Bendahara Desa seringkali merujuk pada posisi yang sama yang mengemban tugas inti sebagai pejabat fungsional dalam Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Posisi ini secara spesifik bertugas melaksanakan fungsi kebendaharaan, yang meliputi kewenangan untuk menerima, menyimpan, dan mengeluarkan uang desa berdasarkan perintah yang sah dari Kepala Desa atau Koordinator PTPKD. Meskipun secara nomenklatur di struktur perangkat desa modern dapat dibedakan, fungsi utama dalam pencairan dana pengeluaran tetap berada di bawah kendali satu orang untuk memastikan adanya pemisahan fungsi operasional pembayaran.

Q2. Apa Saja Tugas Utama Koordinator PTPKD (Sekretaris Desa) dalam Pembayaran?

Sebagai Koordinator PTPKD, Sekretaris Desa memegang peranan kunci dalam memastikan proses akuntabilitas (kepercayaan dan keahlian). Tugas utamanya dalam konteks pembayaran adalah memverifikasi kelengkapan dan keabsahan dokumen pengajuan pembayaran (Surat Permintaan Pembayaran atau SPP) yang diajukan oleh Pelaksana Kegiatan (Kasi/Kaur atau TPK). Verifikasi ini mencakup pengecekan kebenaran perhitungan, ketersediaan anggaran dalam APBDesa, dan kelengkapan bukti pendukung seperti Berita Acara Serah Terima. Setelah dokumen dianggap lengkap dan sah, barulah SPP tersebut diteruskan kepada Kepala Desa untuk disetujui atau langsung kepada Bendahara untuk dicairkan.

Q3. Bagaimana Jika Pengadaan Dilakukan Melalui Swakelola, Siapa yang Membayar Bahan?

Ketika pengadaan barang/jasa dilakukan melalui mekanisme Swakelola—yaitu dikerjakan sendiri oleh kelompok masyarakat/tim Desa—pembayaran bahan atau upah dilakukan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Dana untuk operasional ini berasal dari uang persediaan (UP) yang diserahkan oleh Bendahara Desa kepada TPK sesuai kebutuhan dan tahapan kegiatan. Penting untuk dicatat bahwa TPK wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang persediaan tersebut secara rinci dengan melampirkan seluruh bukti transaksi (kwitansi, faktur) yang sah kepada Bendahara Desa di akhir kegiatan atau secara bertahap, menjamin seluruh proses terekam dan transparan.

Poin Kunci: Memastikan Kepatuhan Pembayaran Pengadaan Barang/Jasa

Setelah mengupas tuntas alur dan peran dalam pengelolaan keuangan desa, terdapat beberapa poin utama yang harus menjadi pegangan bagi seluruh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) dan pihak terkait. Memastikan setiap transaksi pengadaan barang/jasa dilakukan secara tertib dan transparan adalah kunci untuk mencapai akuntabilitas.

Tiga Pilar Kepatuhan Pengelolaan Keuangan Desa

Kepatuhan dalam pembayaran pengadaan barang/jasa di tingkat Desa bertumpu pada tiga pilar utama yang harus selalu ditaati oleh PTPKD, Kasi/Kaur, dan Kepala Desa.

  1. Verifikasi yang Ketat: PTPKD, khususnya Bendahara Desa, memiliki peran krusial dalam pembayaran. Namun, pembayaran tersebut harus selalu didasarkan pada kelengkapan dokumen yang telah diverifikasi dan disetujui, terutama oleh Kepala Seksi atau Kepala Urusan (Kasi/Kaur) sebagai Pelaksana Kegiatan. Verifikasi ini memastikan kegiatan telah dilaksanakan dan barang/jasa telah diterima sesuai spesifikasi.
  2. Transparansi Bukti Sah: Inti dari proses ini adalah memastikan bahwa pembayaran harus didasarkan pada bukti transaksi yang sah dan pertanggungjawaban yang transparan. Sesuai mandat Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2018, setiap pengeluaran, meskipun telah dilakukan oleh Bendahara, harus didukung oleh kwitansi, faktur, dan Berita Acara Serah Terima yang lengkap untuk menghindari temuan hukum dan menjaga kepercayaan publik.
  3. Kepatuhan Regulasi: Seluruh alur, mulai dari pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) hingga pencairan oleh Bendahara, wajib mengikuti mekanisme yang diatur oleh Permendagri 20/2018 dan peraturan teknis pengadaan yang berlaku.

Langkah Aksi Anda Selanjutnya

Memahami teori regulasi saja tidak cukup; implementasi di lapangan harus mencerminkan komitmen terhadap akuntabilitas.

Sebagai langkah aksi segera, Anda harus memastikan bahwa seluruh tim PTPKD dan Pelaksana Kegiatan telah memiliki pemahaman mendalam mengenai alur pembayaran, terutama perbedaan antara penggunaan uang persediaan (UP) dan pembayaran langsung (LS). Kami sangat menyarankan agar Anda mengunduh dan mempelajari Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pengelolaan Keuangan Desa terbaru untuk mendapatkan detail alur yang lebih akurat dan memastikan kepatuhan 100% di Desa Anda.

Jasa Pembayaran Online
💬