Mengupas Peran Penyedia Jasa Tenaga Kerja: Bukan Sekadar Perantara Gaji

Memahami Fungsi Utama Penyedia Jasa Tenaga Kerja dan Status Hukumnya

Penyedia Jasa Tenaga Kerja: Definisi Cepat dan Klarifikasi Peran

Kesalahpahaman yang umum terjadi di pasar tenaga kerja adalah anggapan bahwa penyedia jasa tenaga kerja atau perusahaan outsourcing hanya bersifat perantara pembayaran gaji. Pandangan ini sangat tidak akurat dan berisiko hukum tinggi bagi perusahaan pengguna jasa. Faktanya, peran penyedia jasa jauh lebih luas dan mengakar pada aspek manajemen sumber daya manusia (SDM), kepatuhan terhadap regulasi, dan kesejahteraan pekerja. Tanggung jawab mereka meliputi keseluruhan siklus hidup pekerja, mulai dari perekrutan, pelatihan, penjaminan hak-hak normatif (cuti, tunjangan hari raya), hingga penyediaan perlindungan jaminan sosial. Ini membuktikan bahwa mereka bertindak sebagai atasan hukum (pemberi kerja) yang sah dan bukan sekadar fasilitator finansial.

Landasan Kredibilitas: Mengapa Memahami Aturan Ini Penting

Untuk memastikan praktik bisnis yang etis dan legal, setiap perusahaan, baik penyedia maupun pengguna jasa, wajib memahami secara mendalam landasan hukum yang mengatur. Artikel ini tidak hanya berteori, tetapi akan mengupas tuntas dasar hukum utama, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) beserta peraturan turunannya. Dengan memetakan secara jelas hak dan kewajiban yang diatur oleh regulasi ini, perusahaan dapat mengambil keputusan strategis yang memastikan kepatuhan total terhadap ketenagakerjaan, sehingga dapat memitigasi risiko sengketa industrial dan sanksi dari regulator.

Perbedaan Kunci: Outsourcing Murni vs. Penyalur Tenaga Kerja (Perekrutan)

Memahami perbedaan antara model outsourcing yang sah dan sekadar fungsi penyaluran tenaga kerja adalah inti dari kepatuhan hukum dan manajemen risiko. Kesalahpahaman bahwa penyedia jasa tenaga kerja hanya bersifat perantara pembayaran gaji sering kali menjadi jebakan hukum terbesar, baik bagi penyedia maupun perusahaan pengguna jasa.

Kriteria Kontrak: Kapan Terjadi Pengalihan Pekerjaan Utama?

Dalam skema outsourcing yang benar dan sesuai hukum, perusahaan penyedia bertanggung jawab atas manajerial dan risiko bisnis dari pekerjaan yang dialihkan, bukan sekadar menyediakan orang. Artinya, penyedia bukan hanya mengirimkan sejumlah karyawan untuk dikelola oleh perusahaan pengguna. Sebaliknya, penyedia jasa mengambil alih keseluruhan fungsi pekerjaan penunjang (misalnya, keamanan, katering, layanan kebersihan, transportasi) dan bertanggung jawab atas hasil, kualitas, manajemen operasional, dan pengawasan pekerja yang ditugaskan. Pekerjaan yang dialihkan ini harus jelas merupakan pekerjaan penunjang, bukan bagian dari proses produksi inti perusahaan pengguna.

Model Kemitraan: Risiko dan Tanggung Jawab Pembayaran Upah

Untuk menghindari status pengalihan pekerjaan ilegal, perjanjian kerja harus secara eksplisit membedakan antara pekerjaan inti (core business) dan pekerjaan penunjang. Jika pekerjaan yang di-outsourcing terbukti merupakan pekerjaan inti dan manajemennya dipegang sepenuhnya oleh perusahaan pengguna, maka kontrak outsourcing tersebut berisiko batal demi hukum. Ini adalah area yang paling disoroti oleh regulator.

Menurut data statistik terbaru yang diterbitkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengenai tren kepatuhan perusahaan outsourcing di Indonesia, terlihat peningkatan signifikan dalam upaya perusahaan untuk mematuhi regulasi, terutama setelah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan turunannya. Namun, tantangan terbesar tetap berada pada klarifikasi jenis pekerjaan dan pembagian tanggung jawab manajerial. Tingkat perusahaan yang masih gagal mendefinisikan batas antara pekerjaan inti dan penunjang mencapai sekitar $15%$, menunjukkan perlunya audit kontrak yang ketat. Kepatuhan ini adalah fondasi otoritas penyedia di mata hukum, menjamin bahwa mereka beroperasi sebagai mitra strategis, bukan sekadar biro penyaluran SDM.

Tanggung Jawab Hukum yang Melampaui Administrasi Gaji Karyawan

Narasi bahwa penyedia jasa tenaga kerja hanya bersifat perantara pembayaran gaji adalah salah kaprah yang sangat berbahaya dan harus diluruskan, terutama di tengah tuntutan akuntabilitas dan kredibilitas industri. Perusahaan penyedia adalah atasan hukum pekerja yang memikul tanggung jawab penuh atas kepatuhan regulasi ketenagakerjaan, kesejahteraan, dan hak-hak normatif. Peran ini menuntut tingkat keahlian dan pengalaman yang tinggi dalam manajemen sumber daya manusia.

Kewajiban Pengadaan Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan & Ketenagakerjaan)

Salah satu pilar utama yang membuktikan peran penyedia jasa melampaui sekadar perantara gaji adalah kewajiban pengadaan Jaminan Sosial. Penyedia jasa wajib memastikan bahwa setiap pekerja yang dipekerjakan terdaftar secara sah dan iuran BPJS Kesehatan serta BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan tepat waktu dan penuh. Kepatuhan ini adalah prasyarat untuk menjamin perlindungan sosial yang komprehensif bagi pekerja, meliputi Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Kepatuhan ini tidak hanya bersifat moral, tetapi juga diatur ketat oleh undang-undang. Sebagai contoh, Pasal 63 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Hubungan Kerja mengatur sanksi yang tegas bagi perusahaan (termasuk penyedia jasa tenaga kerja) yang melanggar kewajiban ini. Kegagalan dalam mendaftarkan dan membayarkan iuran Jaminan Sosial dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana, menunjukkan secara jelas bahwa penyedia jasa adalah entitas hukum yang bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan finansial dan keamanan sosial pekerja. Hanya penyedia dengan rekam jejak kepatuhan yang ketat terhadap peraturan ini yang dapat dianggap memiliki keahlian dan kredibilitas di mata regulator dan pekerja.

Aspek Kesejahteraan: Kontrak Kerja, Tunjangan, dan Masa Percobaan

Tanggung jawab hukum penyedia jasa juga meliputi aspek kesejahteraan pekerja, yang terwujud dalam pengelolaan kontrak kerja, pemberian tunjangan, dan penentuan masa percobaan. Penyedia jasa harus memastikan bahwa kontrak kerja yang dibuat telah memenuhi standar minimal yang diatur oleh undang-undang. Ini termasuk penetapan gaji minimal sesuai UMP/UMK, durasi kerja, hak cuti tahunan, dan hak libur resmi.

Kegagalan dalam memberikan hak-hak normatif, seperti Tunjangan Hari Raya (THR) yang utuh, cuti berbayar, atau pembayaran lembur sesuai ketentuan, secara otomatis menegaskan bahwa penyedia jasa tidak hanya berfungsi sebagai “kotak surat” penggajian. Sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa mereka memegang peran sebagai atasan hukum yang memiliki kewajiban untuk memenuhi semua hak pekerja. Pemberian hak-hak ini membutuhkan pengalaman mendalam dalam memahami regulasi ketenagakerjaan dan menjamin bahwa pekerja diperlakukan sebagai aset, bukan komoditas. Apabila hak-hak normatif ini dilanggar, pekerja berhak mengajukan perselisihan ke Dinas Ketenagakerjaan, yang akan memproses penyedia jasa sebagai pihak yang bertanggung jawab atas hubungan kerja tersebut. Oleh karena itu, hanya penyedia yang terbukti berpengalaman dalam menjamin hak-hak ini yang dapat membangun tingkat kepercayaan tinggi.

Bagaimana Penyedia Membangun Kredibilitas dan Otoritas di Mata Regulator

Citra bahwa penyedia jasa tenaga kerja hanya bersifat perantara pembayaran gaji adalah pandangan usang yang tidak mencerminkan peran profesional mereka saat ini. Untuk berfungsi sebagai mitra strategis yang bernilai, penyedia harus secara proaktif membangun kredibilitas dan otoritas di mata regulator dan klien. Ini adalah fondasi untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan memiliki standar kualitas yang tinggi dan dapat dipercaya, jauh melampaui sekadar fungsi administrasi.

Indikator Utama: Sertifikasi, Izin Usaha, dan Reputasi Jangka Panjang

Pilar pertama dari penyedia jasa yang profesional adalah kepatuhan legal dan rekam jejak yang teruji. Sebuah penyedia jasa yang kredibel harus memiliki izin operasional resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Izin ini bukan sekadar formalitas, melainkan bukti bahwa perusahaan telah diverifikasi memenuhi syarat modal, infrastruktur, dan komitmen perlindungan pekerja yang ditetapkan pemerintah.

Selain itu, rekam jejak mereka dalam penyelesaian sengketa yang adil dan cepat adalah indikator kunci dari otoritas dan kepercayaan. Penyedia yang andal akan berusaha keras untuk menengahi perselisihan hubungan industrial sebelum eskalasi, menjaga kepentingan semua pihak—pekerja, perusahaan pengguna, dan diri mereka sendiri. Mereka menunjukkan kompetensi dan nilai dengan memastikan bahwa semua perjanjian kerja, gaji, dan hak normatif diurus dengan cermat, yang mencerminkan dedikasi profesional.

Manajemen Konflik: Prosedur Penyelesaian Perselisihan Industrial

Kemampuan untuk mengelola dan memitigasi risiko adalah ciri utama penyedia jasa yang matang. Perselisihan industrial, mulai dari masalah hak-hak individu hingga pemutusan hubungan kerja, adalah keniscayaan dalam bisnis SDM.

Sebagai contoh, Perusahaan Penyedia “A” pernah menghadapi klaim pesangon dari sekelompok kecil pekerja yang merasa tidak puas dengan skema re-skilling pasca-kontrak mereka. Alih-alih menunggu gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Perusahaan A segera mengaktifkan tim mediator internalnya. Dengan menggunakan data masa kerja yang rinci dan mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya (termasuk PP No. 35 Tahun 2021), mereka mengadakan sesi mediasi tripartit (perusahaan pengguna, penyedia, dan perwakilan pekerja). Dalam waktu dua minggu, Perusahaan A berhasil mencapai kesepakatan damai, memberikan paket kompensasi yang diatur sesuai ketentuan hukum, serta menawarkan peluang pelatihan ulang. Kasus ini berhasil dimitigasi tanpa proses pengadilan, menunjukkan bahwa pendekatan proaktif dan kepatuhan terhadap regulasi dapat membangun kredibilitas yang kuat di mata regulator dan serikat pekerja.

Terakhir, kepatuhan terhadap standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah pilar otoritas dan bukti nyata komitmen pada kesejahteraan pekerja. Penyedia jasa harus memastikan bahwa lingkungan kerja di perusahaan pengguna jasa memenuhi standar K3 yang diwajibkan oleh undang-undang, memberikan pelatihan K3 rutin, dan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai. Tindakan ini secara tegas membuktikan bahwa fokus mereka adalah pada perlindungan komprehensif pekerja, dan bukan hanya sekadar urusan penggajian.

Implikasi Hukum bagi Perusahaan Pengguna Jasa (Penerima Tenaga Kerja)

Memahami peran penyedia jasa tenaga kerja bukan hanya tentang efisiensi operasional; ini adalah tentang mitigasi risiko hukum yang signifikan. Persepsi bahwa penyedia jasa tenaga kerja hanya bersifat perantara pembayaran gaji adalah salah. Perusahaan pengguna jasa memiliki tanggung jawab hukum yang melekat, terutama dalam memastikan kepatuhan mitra penyedia jasa mereka. Kegagalan dalam audit dan verifikasi dapat membalikkan seluruh keuntungan strategis yang didapat dari outsourcing, berujung pada biaya litigasi dan denda yang mahal.

Risiko Pengalihan Status Pekerja: Menjadi Karyawan Tetap Otomatis

Salah satu risiko terbesar yang dihadapi oleh perusahaan pengguna jasa adalah potensi pengalihan status pekerja secara otomatis. Sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku, khususnya setelah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan turunannya, jika terbukti kontrak kerja antara penyedia jasa tenaga kerja dan pekerja batal demi hukum (misalnya, karena pekerjaan yang dialihkan adalah pekerjaan inti/pokok perusahaan pengguna, atau karena penyedia jasa tidak memiliki izin resmi), maka status pekerja tersebut dapat dialihkan menjadi pekerja tetap pada perusahaan pengguna jasa.

Hal ini terjadi karena dalam perspektif hukum, hubungan kerja yang sah telah terbentuk secara implisit dengan perusahaan pengguna jasa. Konsekuensinya tidak hanya sebatas menerima karyawan baru, tetapi juga potensi tuntutan atas hak-hak normatif dan pesangon yang terakumulasi selama masa kerja yang telah berjalan di bawah skema outsourcing yang dianggap ilegal tersebut. Oleh karena itu, memastikan bahwa penyedia jasa memiliki rekam jejak yang baik dan mematuhi semua regulasi menjadi bagian esensial dari manajemen risiko perusahaan. Keterampilan dan pengalaman dalam menjalankan praktik yang benar di bidang ini memberikan kepercayaan bagi stakeholder bahwa operasional bisnis berjalan sesuai koridor hukum.

Strategi Kontrak: Memastikan Kepatuhan Penyedia Jasa dari Sisi Pengguna

Perlindungan terbaik bagi perusahaan pengguna jasa terletak pada strategi kontrak yang cermat dan audit kepatuhan yang ketat. Perusahaan pengguna harus proaktif, tidak hanya mengandalkan janji dari penyedia jasa. Untuk memastikan kepatuhan penyedia jasa dan meminimalisir risiko hukum, perusahaan pengguna jasa harus melakukan verifikasi mendalam.

Berikut adalah checklist audit mendasar yang harus dilakukan perusahaan pengguna jasa untuk memverifikasi praktik penyedia jasa dan menunjukkan otoritas dalam menjaga kepatuhan:

  • Verifikasi Izin Usaha: Pastikan penyedia jasa memiliki izin operasional resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang masih berlaku.
  • Audit Kontrak Kerja Pekerja: Tinjau sampel kontrak kerja antara penyedia jasa dan pekerja. Pastikan klasifikasi pekerjaan (penunjang) sesuai, dan klausul hak-hak pekerja (gaji, cuti, tunjangan) telah memenuhi standar hukum minimum.
  • Bukti Pembayaran Jaminan Sosial: Minta bukti pembayaran iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan secara berkala dan pastikan seluruh pekerja yang dialihkan telah terdaftar dan iuran mereka dibayarkan tepat waktu.
  • Rekam Jejak Kepatuhan: Teliti rekam jejak penyelesaian perselisihan industrial dan kepatuhan penyedia jasa terhadap hak-hak normatif (THR, cuti tahunan, dll.) selama periode kontrak sebelumnya.

Selain checklist audit, perusahaan pengguna harus memiliki klausul tanggung jawab ganti rugi (indemnifikasi) yang kuat dalam kontrak dengan penyedia jasa. Klausul ini berfungsi untuk memproteksi perusahaan pengguna dari tuntutan hukum yang timbul akibat kelalaian atau ketidakpatuhan penyedia jasa (misalnya, denda akibat keterlambatan pembayaran iuran BPJS, atau tuntutan pesangon akibat PHK yang tidak sah). Dengan mengikat penyedia jasa pada tanggung jawab ganti rugi, perusahaan pengguna dapat secara efektif mengalihkan risiko finansial dan litigasi yang disebabkan oleh kegagalan operasional penyedia. Tindakan ini menunjukkan tingkat keahlian dan pengalaman yang tinggi dalam pengelolaan kontrak dan perlindungan hukum.

Strategi Peningkatan Keahlian dan Pengalaman Pekerja (Aspek Nilai Tambah)

Seringkali muncul anggapan bahwa penyedia jasa tenaga kerja hanya bersifat perantara pembayaran gaji, sebuah pandangan yang sangat keliru dan meremehkan peran strategis mereka. Penyedia jasa yang unggul tidak hanya memediasi upah, tetapi juga berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia sebagai aset kunci. Ini adalah penanda penting otoritas, keahlian, dan kepercayaan yang membedakan penyedia jasa profesional dari sekadar agen perekrutan. Sebuah penyedia jasa berintegritas berinvestasi dalam pelatihan dan sertifikasi pekerja, secara fundamental meningkatkan value dan expertise yang mereka tawarkan kepada perusahaan pengguna jasa. Mereka membangun portofolio keahlian yang secara konsisten relevan dengan tuntutan pasar.

Program Pelatihan Berkelanjutan untuk Peningkatan Keahlian

Program pelatihan berkelanjutan merupakan inti dari pembangunan keahlian dan otoritas di kalangan pekerja. Jika penyedia jasa hanya bertindak sebagai perantara gaji, tidak akan ada insentif untuk mengeluarkan biaya guna meningkatkan kualifikasi pekerjanya. Namun, penyedia jasa yang berorientasi jangka panjang memahami bahwa kualitas output pekerjaan berhubungan langsung dengan profitability dan reputasi mereka. Oleh karena itu, investasi dalam sertifikasi teknis, pelatihan soft skill, hingga coaching kepemimpinan adalah hal yang wajib dilakukan. Fokus pada pengembangan karier menunjukkan bahwa penyedia tidak hanya melihat pekerja sebagai komoditas yang dapat diganti sewaktu-waktu, tetapi sebagai aset yang terus berkembang. Melalui skema ini, perusahaan pengguna jasa menerima tenaga kerja yang tidak hanya memenuhi kualifikasi awal, tetapi juga siap menghadapi tantangan industri yang dinamis.

Dampak Positif pada Kualitas Layanan dan Retensi Tenaga Kerja

Investasi dalam pelatihan dan pengembangan memiliki dampak ganda, yakni meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada pengguna jasa dan secara signifikan meningkatkan retensi tenaga kerja. Sebagai bukti nyata dari kepercayaan dan komitmen penyedia jasa terhadap karyawannya, sebuah riset independen menunjukkan adanya korelasi kuat antara program pelatihan yang terstruktur dengan tingkat loyalitas pekerja. Data internal dari industri staffing di Indonesia, misalnya, memperlihatkan bahwa perusahaan penyedia jasa yang mengalokasikan minimal $5%$ dari anggaran operasional mereka untuk pelatihan pekerja mengalami peningkatan retensi pekerja hingga $20%$ dibandingkan dengan rata-rata industri yang tidak berinvestasi.

Tingkat retensi yang tinggi ini pada gilirannya mengurangi biaya rekrutmen dan pelatihan ulang bagi penyedia, serta menjamin kontinuitas dan kualitas kerja yang stabil bagi perusahaan pengguna jasa. Ketika pekerja merasa dihargai dan melihat adanya jalur pengembangan karier yang jelas (bukan hanya mendapatkan gaji), mereka akan menunjukkan keahlian dan pengalaman mereka melalui kinerja yang lebih baik. Singkatnya, strategi ini menegaskan bahwa peran penyedia jasa adalah sebagai mitra pengembangan SDM, bukan sekadar entitas administrasi gaji.

Pertanyaan Sering Diajukan Mengenai Status dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa

Q1. Apakah ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing?

Terdapat batasan yang jelas mengenai jenis pekerjaan yang dapat dialihkan melalui skema outsourcing atau penyedia jasa tenaga kerja. Berdasarkan peraturan ketenagakerjaan, pekerjaan yang boleh di-outsourcing adalah pekerjaan penunjang (non-core business) atau pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi utama perusahaan pengguna.

Sebagai contoh, untuk perusahaan manufaktur mobil, pekerjaan inti adalah perakitan mobil, sedangkan outsourcing untuk layanan keamanan, kebersihan, atau katering umumnya diperbolehkan. Batasan ini penting untuk dipatuhi karena, jika terbukti pekerjaan inti yang dialihkan, kontrak kerja penyedia jasa tenaga kerja dapat dianggap batal demi hukum dan pekerja berpotensi dialihkan statusnya menjadi pekerja tetap perusahaan pengguna. Kementerian Ketenagakerjaan secara aktif melakukan pengawasan terhadap pemenuhan batasan ini, dan laporan dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap pemisahan pekerjaan inti dan penunjang menjadi area fokus utama bagi regulator, yang menunjukkan tingkat kredibilitas dan profesionalisme penyedia jasa tersebut di mata pemerintah.

Q2. Apa yang dimaksud dengan ‘Pengalihan Perlindungan Hak-hak’ dalam kontrak kerja?

Istilah ‘Pengalihan Perlindungan Hak-hak’ merujuk pada kewajiban penyedia jasa tenaga kerja untuk menjamin bahwa hak-hak normatif pekerja tidak hilang atau terputus hanya karena adanya pergantian perusahaan penyedia (misalnya, jika kontrak layanan dimenangkan oleh penyedia baru). Secara spesifik, penyedia jasa harus menjamin bahwa masa kerja pekerja, termasuk hak atas pesangon, jaminan sosial, dan tunjangan lainnya, tetap dihitung dan dilindungi secara berkelanjutan seolah-olah pekerja tersebut tidak berpindah atasan.

Ini adalah aspek krusial dari due diligence yang menunjukkan pengalaman dan keandalan penyedia jasa. Peraturan perundang-undangan (seperti yang termuat dalam PP No. 35 Tahun 2021) telah menegaskan bahwa jika terjadi pemutusan hubungan kerja, penyedia jasa yang lama wajib memberikan perlindungan hak-hak pekerja, dan penyedia yang baru harus melanjutkan kontrak kerja yang ada. Hal ini memastikan bahwa pekerja tidak dirugikan dan merupakan inti dari upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial yang komprehensif.

Final Takeaways: Memastikan Kepatuhan dan Kepercayaan dalam Jasa Tenaga Kerja

Tiga Pilar Kepatuhan: Hukum, Kesejahteraan, dan Keahlian

Pemahaman mendalam tentang fungsi penyedia jasa tenaga kerja menunjukkan bahwa perannya jauh lebih substansial daripada sekadar perantara pembayaran gaji. Mereka adalah mitra strategis yang memikul tanggung jawab penuh, berlandaskan tiga pilar utama: kepatuhan hukum, kesejahteraan pekerja, dan pengembangan keahlian. Sebuah penyedia yang terpercaya bertanggung jawab atas kepatuhan regulasi ketenagakerjaan, menjamin hak-hak normatif (BPJS, cuti, THR), dan aktif berinvestasi dalam peningkatan keahlian dan pengalaman (melalui pelatihan dan sertifikasi). Ini adalah bukti komitmen dan kredibilitas yang memposisikan pekerja sebagai aset, bukan hanya komoditas.

Langkah Selanjutnya untuk Pengguna Jasa dan Penyedia

Bagi perusahaan pengguna jasa dan penyedia itu sendiri, langkah proaktif adalah kunci untuk menghindari sengketa dan membangun hubungan kerja yang kuat. Kami menyarankan untuk melakukan audit kepatuhan rutin (setidaknya setiap kuartal). Langkah krusial ini mencakup verifikasi status kepemilikan izin operasional resmi, rekam jejak pembayaran iuran BPJS yang tepat waktu, dan yang terpenting, memastikan semua kontrak kerja dan perjanjian layanan mengacu dan tunduk pada regulasi terbaru, khususnya Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya (misalnya, PP No. 35 Tahun 2021). Tindakan pencegahan ini mutlak diperlukan untuk memitigasi risiko hukum dan menghindari tuntutan pengalihan status pekerja secara otomatis.

Jasa Pembayaran Online
💬