Panduan Lengkap Tata Cara Pembayaran Jasa Konsultansi 90%
Memastikan Kelancaran Pembayaran Termin 90% Jasa Konsultansi Pengawasan
Definisi Kunci Pembayaran Termin 90% dalam Kontrak Jasa Konsultansi
Pembayaran termin 90% jasa konsultansi pengawasan merupakan tahapan finansial yang sangat penting dalam siklus proyek konstruksi. Secara fundamental, pembayaran ini adalah pembayaran kemajuan (progress payment) yang dicairkan kepada Penyedia Jasa Konsultansi setelah pekerjaan fisik di lapangan yang mereka awasi telah mencapai persentase kemajuan tertentu, yang umumnya ditetapkan minimal $90%$. Tahapan ini krusial karena menandai hampir selesainya lingkup pekerjaan di bawah kontrak jasa pengawasan dan menjadi prasyarat sebelum dilakukannya Serah Terima Sementara Pekerjaan (Provisional Hand Over atau PHO).
Mengapa Memahami Prosedur Pembayaran Ini Penting untuk Keberlanjutan Proyek
Memahami secara mendalam tata cara pembayaran ini sangat penting bukan hanya untuk kepastian finansial penyedia jasa, tetapi juga untuk menjamin keberlanjutan proyek secara keseluruhan. Dalam konteks otentisitas dan keandalan informasi, panduan ini disusun berdasarkan rujukan terkini dari Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan/PUPR yang relevan. Keakuratan dalam mengikuti setiap prosedur hukum dan administrasi yang berlaku, yang bersumber dari peraturan resmi pemerintah, memastikan kepatuhan hukum dan meminimalkan risiko penundaan pencairan dana. Pemahaman yang kuat atas prosedur ini adalah inti dari manajemen kontrak yang berhasil, menjembatani kinerja teknis pengawasan dengan pemenuhan kewajiban administrasi.
Landasan Hukum dan Syarat Utama Pencairan Pembayaran Termin 90%
Memastikan pencairan pembayaran termin 90% untuk jasa konsultansi pengawasan berjalan lancar memerlukan pemahaman mendalam tentang payung hukum yang mengaturnya. Kepatuhan pada regulasi pemerintah adalah kunci untuk menghindari penolakan dan penundaan.
Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Terkait Pengadaan Jasa Konsultansi
Pembayaran jasa konsultansi pemerintah diatur secara ketat, dan setiap pengajuan termin harus merujuk pada ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Secara spesifik, setiap pembayaran termin kontrak harus mengikuti pasal-pasal yang relevan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018. Pedoman ini secara jelas menguraikan hak dan kewajiban Penyedia Jasa serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait verifikasi dan pembayaran kemajuan pekerjaan.
Untuk memperkuat dasar hukum ini, regulasi pendukung yang spesifik dari Kementerian Teknis juga wajib diperhatikan. Misalnya, dalam konteks proyek infrastruktur, pembayaran harus konsisten dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai tata cara pelaksanaan anggaran, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengenai petunjuk teknis pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan pengawasan. Dengan mengacu langsung pada Perpres terbaru dan pedoman teknis seperti yang dikeluarkan oleh Kementerian terkait, pengajuan pembayaran Anda akan memiliki otoritas legal yang tak terbantahkan, yang sangat penting untuk persetujuan cepat.
Kriteria dan Persyaratan Dokumen Wajib untuk Pengajuan Termin 90%
Persyaratan yang ketat adalah mekanisme utama untuk memastikan akuntabilitas dan progres yang valid. Syarat utama untuk pengajuan termin 90% jasa konsultansi pengawasan terbagi menjadi dua aspek kunci: Progres Teknis dan Kelengkapan Administratif.
Aspek Progres Teknis Syarat mutlak adalah adanya Berita Acara Progres Pekerjaan Fisik yang telah diverifikasi dan ditandatangani oleh pengawas lapangan (Penyedia Jasa) dan PPK, yang menyatakan bahwa progres fisik pekerjaan yang diawasi telah mencapai setidaknya 90%. Tanpa Berita Acara ini, pengajuan termin tidak dapat diproses karena tidak ada bukti fisik kemajuan.
Aspek Kelengkapan Administratif Selain bukti progres fisik, Penyedia Jasa wajib melengkapi dokumen administrasi. Dokumen-dokumen krusial ini meliputi:
- Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Resmi: Surat formal yang diajukan oleh Penyedia Jasa kepada PPK.
- Faktur Pajak: Bukti pemotongan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
- Kuitansi/Invoice: Tagihan resmi dari Penyedia Jasa.
- Copy Kontrak: Salinan yang dilegalisir sebagai dasar kontrak kerja.
- Jaminan Bank (Jika ada): Dokumen jaminan yang relevan sesuai ketentuan kontrak.
Kelengkapan dan keakuratan data dalam dokumen-dokumen ini, terutama mencantumkan nomor dan tanggal kontrak secara tepat, adalah langkah proaktif yang mencegah dikembalikannya berkas (retur) oleh PPK dan Bendahara Pengeluaran.
Prosedur Langkah-Demi-Langkah Pengajuan Pembayaran Termin 90% yang Efisien
Memastikan kelancaran proses tata cara pembayaran jasa konsultansi pengawasan 90% memerlukan kepatuhan yang ketat terhadap alur kerja dan kelengkapan dokumen. Proses ini tidak hanya tentang menekan tombol kirim; melainkan serangkaian verifikasi yang cermat, memastikan semua pihak memiliki pemahaman dan akuntabilitas yang sama atas kemajuan pekerjaan. Langkah-langkah prosedural yang terstruktur ini adalah kunci untuk pengamanan likuiditas proyek dan menjaga reputasi profesionalitas.
Langkah 1: Verifikasi Progres Fisik dan Dokumen Pendukung
Proses pengajuan pembayaran termin 90% harus dimulai dari akar, yaitu di lapangan. Pemeriksaan lapangan adalah tahap fundamental yang melibatkan tim Pengawas Lapangan dari pemberi kerja dan perwakilan Penyedia Jasa Konsultansi. Tim harus bersama-sama menyusun Berita Acara Pemeriksaan Progres yang secara eksplisit menyatakan bahwa progres pekerjaan fisik di lapangan telah mencapai persentase kontrak yang disyaratkan, yaitu minimal $90%$. Keabsahan dokumen ini sangat bergantung pada tanda tangan yang lengkap dari semua pihak yang berwenang, menjadikannya bukti tak terbantahkan atas kemajuan pekerjaan.
Langkah 2: Proses Penerbitan Berita Acara Pembayaran (BAP) dan SPP
Setelah Berita Acara Pemeriksaan Progres selesai dan telah divalidasi, Penyedia Jasa dapat melanjutkan ke langkah administrasi inti. Langkah ini melibatkan penyusunan Berita Acara Pembayaran (BAP), yang merupakan ringkasan administratif dan perhitungan nilai pembayaran yang diajukan, serta Surat Permintaan Pembayaran (SPP) resmi.
Untuk membangun keyakinan (sebelumnya E-E-A-T) dan memastikan tidak ada penolakan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), semua dokumen yang diajukan harus mencantumkan nomor dan tanggal kontrak secara akurat. Ketidaksesuaian kecil pada rujukan kontrak sering menjadi penyebab penolakan, yang mengakibatkan penundaan pencairan dana.
Berikut adalah Daftar Periksa Proaktif Dokumen Wajib yang harus dikumpulkan dan diverifikasi oleh Penyedia Jasa sebelum diajukan:
| No. | Dokumen Wajib Pengajuan Termin 90% | Keterangan Verifikasi |
|---|---|---|
| 1 | Surat Permintaan Pembayaran (SPP) | Ditandatangani oleh Direktur/Pimpinan Perusahaan |
| 2 | Berita Acara Pembayaran (BAP) | Mencantumkan nilai tagihan $90%$ yang telah dihitung |
| 3 | Berita Acara Pemeriksaan Progres (BAPP) | Progres Fisik telah diverifikasi minimal $90%$ |
| 4 | Kuitansi/Faktur Penagihan (Invoice) | Nilai tagihan sesuai BAP dan mencantumkan nomor kontrak |
| 5 | Faktur Pajak (PPN) | Telah diterbitkan sesuai ketentuan pajak yang berlaku (11%) |
| 6 | Bukti Potongan PPh (PPh Pasal 23) | Jika sudah dipotong oleh Bendahara atau bukti setor mandiri |
| 7 | Jaminan Pemeliharaan (jika disyaratkan) | Hanya untuk kontrak konstruksi; untuk jasa konsultansi, ini biasanya tidak wajib pada tahap 90% |
| 8 | Laporan Progres Bulanan | Lampiran yang mendukung klaim $90%$ progres |
Langkah 3: Pengiriman Dokumen ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/PPK
Tahap akhir dalam pengajuan oleh Penyedia Jasa adalah pengiriman paket dokumen lengkap ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Pada titik ini, peran Penyedia Jasa telah beralih menjadi pendukung dalam proses verifikasi. PPK akan memeriksa kelengkapan administrasi sesuai daftar di atas.
Setelah penerimaan, PPK memiliki tanggung jawab untuk melakukan validasi akhir atas BAP dan SPP. Kelengkapan dan kesesuaian semua dokumen — dari SPP hingga Faktur Pajak — adalah prasyarat mutlak bagi PPK untuk memproses lebih lanjut, yang akan mengarah pada penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM). Kelengkapan yang teruji adalah cerminan dari praktik kerja yang profesional dan terperinci.
Memecah Masalah dan Perbedaan dalam Perhitungan Termin Pembayaran
Metode Perhitungan Termin Berdasarkan Progres vs. Waktu (Lump Sum vs. Harga Satuan)
Memahami dasar perhitungan antara dua jenis kontrak utama—Lump Sum dan Harga Satuan—adalah krusial untuk memastikan nilai pembayaran termin 90% dihitung secara tepat dan akurat. Untuk kontrak Lump Sum (sekaligus), perhitungan termin 90% tidak hanya didasarkan pada progres fisik di lapangan, tetapi juga sangat bergantung pada Berita Acara Serah Terima Sebagian (BAST-B), atau indikator penyelesaian output kunci yang telah ditetapkan dalam kontrak. Karena sifatnya yang fixed price dan fixed scope, konsultan harus membuktikan bahwa deliverable yang setara dengan 90% nilai kontrak sudah tuntas. Sebaliknya, pada kontrak Harga Satuan, nilai termin 90% dihitung secara ketat berdasarkan volume pekerjaan fisik yang telah diverifikasi dan diterima oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kontrak ini memerlukan pengukuran yang detail dan faktual di lapangan untuk mengamankan akuntabilitas.
Penanganan Potongan Pajak (PPN dan PPh) Sesuai Ketentuan Fiskal
Prosedur pencairan dana yang andal dan transparan mensyaratkan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan yang berlaku. Pembayaran jasa konsultansi pemerintah wajib dikenakan potongan pajak sesuai peraturan fiskal terbaru, yang dapat dibuktikan dengan pencantuman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang valid. Secara umum, layanan jasa konsultansi akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Sebagai contoh, jika nilai bruto tagihan jasa konsultansi adalah Rp100.000.000, maka:
- PPN: Sejak April 2022, tarif PPN adalah $11%$. PPN yang harus dibayarkan adalah $11% \times \text{Rp}100.000.000 = \text{Rp}11.000.000$.
- PPh Pasal 23: Jasa konsultansi dikenakan PPh Pasal 23 sebesar $2%$ dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). PPh yang dipotong adalah $2% \times \text{Rp}100.000.000 = \text{Rp}2.000.000$.
Dengan demikian, nilai bersih yang diterima oleh Penyedia Jasa setelah dipotong PPh (dan sebelum PPN dibayarkan atau dikreditkan) adalah $\text{Rp}100.000.000 - \text{Rp}2.000.000 + \text{Rp}11.000.000 = \text{Rp}109.000.000$. PPK bertanggung jawab penuh untuk memotong PPh 23 dan menyetorkannya ke kas negara, sedangkan PPN harus dibayarkan oleh Penyedia Jasa melalui Faktur Pajak. Kesalahan dalam perhitungan ini sering menjadi pemicu penolakan dokumen oleh Bendahara.
Salah satu kesalahan umum yang sering terjadi saat pengajuan termin 90% adalah mengabaikan retensi atau potongan denda keterlambatan (jika ada). Dalam kontrak turnkey atau design-build, retensi adalah dana jaminan pemeliharaan yang harus diperhitungkan dan ditahan sebelum penetapan nilai 90% yang dibayarkan. Demikian pula, jika pekerjaan fisik di bawah pengawasan mengalami keterlambatan yang berimplikasi pada denda, nilai denda tersebut wajib dikurangkan dari nilai termin yang akan dibayarkan. Kelalaian dalam memperhitungkan kewajiban finansial ini akan menyebabkan revisi dokumen pembayaran dan penundaan pencairan dana yang substansial.
Peran Penting Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Persetujuan Akhir
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memegang kendali vital dalam seluruh proses pengadaan dan pembayaran jasa konsultansi pengawasan, termasuk persetujuan akhir untuk termin 90%. Peran ini bukan sekadar administratif, melainkan melibatkan validasi menyeluruh terhadap aspek teknis dan finansial. PPK bertanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa seluruh persyaratan administrasi dan progres teknis telah dipenuhi sebelum menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Bendahara. Tanpa otorisasi dan verifikasi dari PPK, proses pencairan dana tidak akan pernah berlanjut ke tahap perbendaharaan negara.
Mekanisme Verifikasi Kontrak dan Anggaran oleh PPK
Sebelum menyetujui dan memproses Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dari Penyedia Jasa, PPK wajib melakukan verifikasi berlapis. Verifikasi ini mencakup dua area utama: kepatuhan terhadap kontrak dan ketersediaan anggaran.
Pertama, PPK memastikan bahwa pengajuan pembayaran termin 90% secara nilai dan waktu sesuai dengan adendum atau kontrak awal yang telah disepakati. Kedua, dan yang lebih krusial, adalah verifikasi teknis untuk mengukuhkan keaslian progres 90% di lapangan. Dalam banyak kasus, PPK akan menugaskan tim teknisnya atau menggunakan mekanisme uji petik (sampling test). Proses verifikasi teknis ini, yang merupakan tanda keahlian dan kredibilitas dalam pengawasan proyek, melibatkan pemeriksaan mendalam terhadap Berita Acara Progres Pekerjaan Fisik. Tim teknis akan mengambil sampel bagian pekerjaan yang dilaporkan telah selesai untuk membandingkan antara dokumentasi (foto, laporan harian/mingguan) dengan kondisi fisik aktual di lokasi. Langkah ini menjamin bahwa pembayaran yang dilakukan benar-benar mencerminkan kemajuan proyek yang sebenarnya, mengurangi risiko mark-up atau klaim progres yang tidak valid.
Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
Setelah semua dokumen diverifikasi lengkap dan progres teknis divalidasi, PPK akan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) atau Bendahara. SPM adalah dokumen kunci yang menjadi perintah resmi untuk membayar tagihan.
Prosesnya sangat terstruktur:
- Validasi Akhir: PPK memfinalisasi Berita Acara Pembayaran (BAP) dan semua dokumen pendukung, mengonfirmasi tidak ada potongan denda atau retensi yang terlewat.
- Penerbitan SPM: PPK menandatangani SPM yang kemudian diajukan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui Pejabat Penguji dan Penandatanganan SPM (PPSPM).
- Proses KPPN dan Penerbitan SP2D: Di KPPN, SPM akan diuji kembali untuk kepatuhan administrasi dan ketersediaan dana. Jika lolos, KPPN akan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), yang merupakan otorisasi transfer dana dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke rekening Penyedia Jasa.
Jangka waktu pemrosesan SPM hingga terbitnya SP2D memiliki batasan waktu yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait mekanisme pembayaran APBN. Berdasarkan peraturan terkini, KPPN umumnya memiliki 1 hingga 5 hari kerja untuk memproses SPM menjadi SP2D. Kepatuhan terhadap batas waktu ini sangat penting bagi semua pihak, dan penyedia jasa harus memastikan dokumen diserahkan secara prima agar tidak ada penolakan yang mengakibatkan penundaan. Penundaan di tahap ini dapat mengganggu cash flow proyek secara keseluruhan.
Strategi Mengatasi Potensi Keterlambatan dan Sengketa Pembayaran
Pembayaran termin 90% adalah tahap krusial yang paling rentan terhadap penundaan. Keberhasilan dalam tata cara pembayaran jasa konsultansi pengawasan 90 persen sangat bergantung pada kemampuan penyedia jasa untuk proaktif mengantisipasi dan memitigasi risiko administrasi serta teknis. Menguasai strategi ini bukan hanya mempercepat arus kas, tetapi juga membangun reputasi profesionalisme yang handal dalam pelaksanaan proyek pemerintah.
Penyebab Umum Penundaan Pencairan Dana Termin 90%
Keterlambatan pencairan dana termin 90% hampir selalu bermuara pada dua isu inti: ketidaklengkapan dokumen pajak dan ketidaksesuaian antara Berita Acara Progres dan kondisi fisik di lapangan. Seringkali, dokumen seperti Faktur Pajak yang diterbitkan (termasuk validitas e-Faktur) tidak memenuhi standar fiskal terbaru, atau Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 23 yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa tidak dilampirkan dengan benar.
Selain itu, saat tim teknis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan verifikasi langsung di lapangan, ditemukan bahwa persentase kemajuan fisik yang tercantum dalam Berita Acara Progres tidak benar-benar mencapai $90%$ atau kualitas pekerjaan yang dilaporkan belum memenuhi standar kontrak. Ketidaksesuaian sekecil apa pun dapat menjadi alasan sah bagi KPA/PPK untuk menunda penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) hingga koreksi dilakukan.
Protokol Komunikasi dan Dokumentasi untuk Mediasi Sengketa
Untuk menjamin kelancaran, penyedia jasa harus mengadopsi pendekatan audit internal sebelum pengajuan resmi. Kami merekomendasikan penggunaan Daftar Periksa Audit Proaktif 3P (Proaktif, Presisi, Pelaporan) yang dikembangkan untuk meminimalkan risiko penolakan.
Daftar Periksa Audit Proaktif 3P Sebelum Pengajuan Termin 90%
- Pemeriksaan Presisi Kontrak: Verifikasi ulang sisa nilai kontrak dan total potongan (retensi, denda, atau pajak) untuk memastikan perhitungan nilai $90%$ adalah akurat.
- Validasi Dokumen Pajak: Konfirmasi bahwa Faktur Pajak telah diterbitkan dengan tanggal yang benar dan SSP PPh Pasal 23 (bukti pungutan) telah disiapkan.
- Rekonsiliasi Fisik-Administrasi: Lakukan uji petik internal untuk membandingkan progres fisik aktual di lokasi dengan data yang tercantum dalam Berita Acara Progres.
- Kelengkapan Lampiran Administrasi: Pastikan semua lampiran wajib, termasuk Jaminan Pemeliharaan (jika diminta), time sheet staf ahli, dan semua Berita Acara sebelumnya telah tersusun rapi dan diberi nomor.
Prinsip akuntabilitas dan kejelasan adalah kunci dalam mediasi sengketa. Semua komunikasi yang berkaitan dengan pengajuan, koreksi, dan revisi dokumen harus dicatat secara formal melalui korespondensi tertulis (misalnya, surat resmi bernomor, email dinas) dan diarsipkan. Korespondensi tertulis ini akan menjadi bukti tak terbantahkan (alat bukti) dalam kasus sengketa pembayaran yang berlarut-larut, menegaskan kepatuhan penyedia jasa terhadap prosedur dan tenggat waktu yang ditetapkan. Dengan memegang kendali penuh atas dokumentasi yang kredibel, penyedia jasa dapat menunjukkan tingkat keahlian dan keandalan yang tinggi, sehingga memicu kepercayaan dan percepatan proses persetujuan oleh PPK.
FAQ: Pertanyaan Kunci Seputar Pembayaran Jasa Konsultansi 90%
Q1. Berapa lama proses pencairan SP2D setelah SPM diajukan?
Proses pencairan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) setelah diajukannya Surat Perintah Membayar (SPM) merupakan tahap akhir dari siklus pembayaran dan sangat bergantung pada kinerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Berdasarkan standar operasional dan pengalaman praktis dalam administrasi keuangan pemerintah, proses ini umumnya memakan waktu 1 hingga 5 hari kerja. Jangka waktu ini dapat bervariasi tergantung pada volume transaksi di KPPN dan kelengkapan serta keakuratan dokumen yang diajukan. Kami menyarankan untuk selalu memantau status dokumen melalui sistem informasi KPPN terkait untuk kepastian waktu.
Q2. Apa perbedaan antara Pembayaran Termin 90% dan Pembayaran Akhir (Final Payment)?
Perbedaan antara kedua jenis pembayaran ini terletak pada fungsinya dalam progres proyek dan dokumen serah terima yang mendasarinya.
Pembayaran Termin 90% adalah pembayaran kemajuan (progres). Ini diberikan setelah pekerjaan fisik di lapangan telah diverifikasi mencapai persentase tertentu (minimal 90%) dan didukung oleh Berita Acara Progres. Ini menunjukkan bahwa pekerjaan sudah hampir selesai namun belum diserahterimakan secara resmi.
Sebaliknya, Pembayaran Akhir/Final (100%) hanya dapat dilakukan setelah seluruh pekerjaan selesai dan diserahterimakan secara sementara melalui penerbitan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Sementara (PHO - Provisional Hand Over). PHO mengkonfirmasi bahwa penyedia jasa telah memenuhi semua kewajiban kontrak (termasuk kelengkapan dokumen teknis) dan pekerjaan telah diterima dengan baik. Seringkali, sisa 10% pembayaran ditahan sebagian sebagai jaminan pemeliharaan (retensi), yang dibayarkan setelah masa pemeliharaan selesai.
Q3. Jika progres belum mencapai 90%, apakah bisa mengajukan pembayaran sebagian?
Ya, dimungkinkan untuk mengajukan pembayaran sebagian (termin) meskipun progres belum mencapai 90%, asalkan mekanisme pembayaran tersebut telah diatur dengan jelas dan eksplisit dalam kontrak awal (misalnya, pembayaran termin setiap capaian 30%, 60%, dan 90%). Kontrak harus mencantumkan jadwal pembayaran berdasarkan capaian progres fisik yang terukur. Tanpa adanya klausul terminasi progres yang lebih rendah dari 90% dalam kontrak, pengajuan pembayaran harus menunggu hingga ambang batas yang ditentukan (seperti 90%) tercapai. Konsultasi kontrak dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah langkah penting untuk memverifikasi hak pembayaran parsial Anda.
Final Takeaways: Menguasai Pembayaran Termin Proyek Pengawasan
3 Kunci Sukses Pengajuan Termin 90%: Dokumentasi, Kepatuhan, dan Komunikasi
Menguasai tata cara pembayaran jasa konsultansi pengawasan 90% adalah penentu utama kelancaran arus kas proyek Anda. Setelah meninjau seluruh prosedur dari landasan hukum hingga pemecahan masalah pajak, dapat disimpulkan bahwa kepastian dan kecepatan pencairan dana termin 90% sangat bergantung pada dua pilar utama: verifikasi progres yang tidak terbantahkan dan kelengkapan dokumen administrasi sesuai ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) terbaru. Tanpa progres fisik di lapangan yang terverifikasi secara akurat oleh tim teknis dan tanpa dokumen yang 100% patuh, penolakan SPP dan penundaan pembayaran hampir pasti terjadi.
Langkah Berikutnya: Mempersiapkan Serah Terima Sementara (PHO)
Setelah pembayaran termin 90% berhasil dicairkan, fokus segera beralih ke tahapan akhir proyek. Langkah selanjutnya yang harus segera dilakukan oleh Penyedia Jasa adalah mempersiapkan semua dokumen teknis dan administratif yang diperlukan untuk proses Provisional Hand Over (PHO) atau Serah Terima Sementara. Penyelesaian PHO adalah satu-satunya jalur untuk mengamankan pembayaran 100% dan memulai masa pemeliharaan, menandakan bahwa proyek pengawasan telah memenuhi semua kewajiban kontraknya.