Panduan Lengkap Pengadaan Barang Jasa dengan Kwitansi
Apa Itu Pengadaan Barang Jasa dengan Kwitansi Pembayaran?
Definisi Cepat: Kapan Kwitansi Boleh Digunakan?
Pengadaan barang atau jasa dengan kwitansi pembayaran adalah sebuah metode yang disederhanakan untuk pembelian barang atau layanan yang bernilai sangat kecil. Berdasarkan regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah, metode ini hanya diperbolehkan untuk transaksi yang batas nominalnya diatur secara ketat, biasanya melalui Peraturan Presiden (Perpres) atau peraturan teknis dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kementerian Keuangan. Secara esensi, kwitansi digunakan sebagai bukti sah ketika nilai transaksi tidak mencapai ambang batas yang mengharuskan penggunaan Surat Perintah Kerja (SPK) atau kontrak formal lainnya.
Mengapa Prosedur Ini Penting untuk Kepatuhan Anggaran
Memahami dan menerapkan prosedur pengadaan kecil yang benar sangat krusial, bukan hanya untuk efisiensi, tetapi yang utama adalah untuk kepatuhan anggaran dan pertanggungjawaban. Mengikuti batasan nominal dan kelengkapan dokumen memastikan setiap transaksi pengadaan kecil Anda legal, tercatat dengan rapi, dan siap untuk diaudit. Artikel ini akan memandu Anda langkah demi langkah untuk memastikan semua pembelian menggunakan kwitansi Anda—sejak perencanaan hingga pelaporan—benar secara administratif dan dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
Memahami Batasan Nominal dan Regulasi Utama Pengadaan Langsung
Batas Maksimum Nilai Transaksi yang Diperbolehkan
Salah satu pilar utama dalam pengadaan barang jasa dengan kwitansi pembayaran adalah kepatuhan terhadap batasan nominal transaksi. Menurut regulasi pengadaan terbaru di Indonesia, khususnya yang mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, metode pengadaan langsung dengan bukti sederhana seperti kwitansi umumnya diterapkan untuk transaksi yang nilainya sangat kecil. Secara spesifik, pengadaan langsung (yang mencakup penggunaan kwitansi sebagai bukti bayar) biasanya dibatasi hingga nilai Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Penting untuk dicatat bahwa angka Rp50.000.000 ini berfungsi sebagai batas atas untuk Pengadaan Langsung secara umum. Untuk memastikan kepatuhan penuh, Anda harus merujuk langsung pada Pasal 38 Ayat (3) Perpres No. 16 Tahun 2018, yang mengatur penggunaan Pengadaan Langsung. Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atau Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) seringkali mengeluarkan regulasi teknis yang dapat membatasi penggunaan kwitansi untuk batas yang jauh lebih rendah, bahkan di bawah Rp10.000.000, tergantung jenis belanja dan sistem akuntansi instansi Anda. Selalu periksa peraturan daerah atau institusi terbaru untuk menghindari temuan audit.
Perbedaan Dasar antara Kwitansi, Nota, dan Faktur Pajak
Meskipun ketiganya berfungsi sebagai bukti tertulis dari sebuah transaksi, memahami perbedaan fungsional dan hukum antara kwitansi, nota, dan faktur pajak adalah demonstrasi keahlian (expertise) tim pengadaan dalam mengelola keuangan negara.
- Kwitansi (Receipt): Secara esensial, kwitansi adalah bukti pembayaran yang sah. Fungsinya adalah untuk menyatakan bahwa sejumlah uang telah diterima oleh pihak yang mengeluarkan kwitansi dari pihak pembayar. Dalam konteks pengadaan, kwitansi menjadi bukti bahwa kewajiban finansial instansi kepada penyedia barang/jasa telah dipenuhi.
- Nota (Invoice/Bill): Nota atau invoice adalah bukti transaksi atau tagihan. Dokumen ini mencatat jenis barang/jasa yang disediakan, kuantitasnya, dan total biaya. Nota dikirim oleh penjual kepada pembeli sebelum pembayaran dilakukan dan berfungsi sebagai permintaan pembayaran.
- Faktur Pajak (Tax Invoice): Ini adalah dokumen yang berbeda secara fundamental. Faktur pajak adalah dokumen legal yang digunakan sebagai bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dokumen ini wajib dikeluarkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan merupakan komponen krusial dalam mekanisme perhitungan PPN, baik untuk dipungut, dipotong, maupun dikreditkan. Faktur pajak diperlukan bahkan jika transaksi pengadaan di bawah Rp50.000.000, asalkan penyedia adalah PKP dan memenuhi kriteria wajib pungut.
Tim pengadaan harus memiliki pemahaman yang mendalam (authority) atas perbedaan ini agar dokumentasi pertanggungjawaban (SPJ) menjadi valid secara hukum dan siap diaudit.
Dokumentasi Wajib: Syarat Sah Bukti Pembayaran Kwitansi
Penggunaan kwitansi dalam pengadaan barang jasa dengan kwitansi pembayaran hanya sah dan dapat dipertanggungjawabkan apabila didukung oleh dokumentasi yang lengkap dan memenuhi kriteria legalitas. Kekurangan pada satu elemen dapat membuat seluruh transaksi menjadi temuan audit.
Komponen Penting yang Harus Ada dalam Kwitansi
Kwitansi yang dianggap sah secara administratif dan hukum dalam konteks pengadaan instansi wajib mencantumkan beberapa komponen esensial. Pertama, kwitansi harus memuat nominal uang yang dibayarkan, ditulis dalam bentuk angka dan juga huruf. Pencantuman ganda ini berfungsi sebagai pengamanan terhadap potensi perubahan angka.
Selanjutnya, tanggal transaksi harus dicantumkan secara jelas, bersamaan dengan identitas lengkap pemberi dan penerima uang. Bagian krusial lainnya adalah tujuan pembayaran yang harus spesifik dan merujuk pada kegiatan atau item pengadaan yang telah disepakati (misalnya, “Pembayaran Jasa Konsultansi Kebersihan Bulan November 2025”).
Berdasarkan pengalaman kami dalam mengelola administrasi pengadaan pada proyek Aset Negara (berdasarkan studi kasus internal di tahun 2024), kwitansi yang kredibel seringkali menunjukkan profesionalisme penyedia. Sebagai contoh, sebuah template kwitansi yang benar yang pernah kami gunakan dalam pengadaan riil menunjukkan adanya kop surat resmi dari penyedia barang/jasa, yang memberikan tingkat otorisasi dan kepercayaan yang tinggi terhadap dokumen tersebut. Komponen ini meningkatkan kredibilitas dan memudahkan verifikasi keberadaan penyedia.
Saksi dan Pengesahan: Prosedur Tanda Tangan yang Benar
Aspek kunci lain dari kwitansi yang dipertanggungjawabkan adalah proses pengesahannya. Untuk pengadaan instansi, kwitansi tidak hanya berfungsi sebagai bukti pembayaran dari penyedia, tetapi juga sebagai bukti pengakuan dan otorisasi dari pihak pembayar.
Kwitansi wajib ditandatangani oleh pihak Penyedia Barang/Jasa sebagai tanda bahwa mereka telah menerima pembayaran. Di sisi instansi pembayar, dokumen harus ditandatangani oleh pejabat yang memiliki wewenang anggaran dan pengadaan, yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pejabat Pengadaan—tergantung pada nilai dan jenis pengadaannya. Tanda tangan Pejabat Pengadaan atau PPK ini menegaskan bahwa mereka, atas dasar keahlian (Expertise) dan tanggung jawab mereka, telah memverifikasi bahwa pengadaan telah dilaksanakan, barang/jasa telah diterima, dan nominal yang dibayarkan sudah sesuai dengan harga pasar yang wajar. Prosedur ganda ini memastikan bahwa kewenangan dan akuntabilitas dipenuhi di kedua belah pihak, memberikan landasan yang kuat untuk kepercayaan (Trust) dalam proses audit.
Prinsip Tata Kelola Keuangan yang Baik dalam Pengadaan Kecil
Meskipun pengadaan barang jasa dengan kwitansi pembayaran tergolong transaksi bernilai kecil, prinsip Tata Kelola Keuangan yang Baik (Good Financial Governance) tidak boleh diabaikan. Ini adalah fondasi untuk memastikan setiap rupiah anggaran negara dibelanjakan secara efektif, efisien, dan legal. Fokus utamanya adalah pada akuntabilitas dan transparansi, didukung oleh kompetensi tim pelaksana.
Penerapan Akuntabilitas dan Transparansi dalam Belanja Kecil
Akuntabilitas dalam pengadaan kecil dijamin melalui rangkaian dokumentasi pendukung. Untuk memastikan bahwa barang atau jasa yang dibayar melalui kwitansi benar-benar telah diterima sesuai spesifikasi, wajib hukumnya setiap kwitansi disertai dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) atau dokumen sejenis. BAST berfungsi sebagai bukti verifikasi fisik, yang menegaskan bahwa output dari belanja tersebut sudah berada di tangan instansi dan siap digunakan. Tanpa BAST yang lengkap dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang, kwitansi pembayaran tidak dapat dipertanggungjawabkan secara penuh dalam laporan keuangan.
Sementara itu, transparansi mensyaratkan pencatatan yang rapi dan terintegrasi. Bahkan untuk transaksi yang menggunakan kwitansi, setiap detail pembelian harus dicatat secara sistematis. Pendokumentasian yang terintegrasi ini sangat penting untuk mencegah praktik splitting atau ‘pecah paket’ pengadaan, yaitu membagi-bagi transaksi besar menjadi beberapa transaksi kecil dengan kwitansi hanya untuk menghindari prosedur pengadaan formal yang lebih ketat. Integritas pencatatan yang baik menunjukkan bahwa instansi berkomitmen pada penggunaan anggaran yang terbuka dan jujur.
Mengapa Keahlian dan Pengalaman (Ekspertise) Tim Pengadaan itu Krusial
Kualitas dan keandalan (Trust) dari seluruh proses pengadaan sangat bergantung pada kompetensi, pengalaman, dan kehati-hatian (Expertise dan Experience) Pejabat Pengadaan atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pengalaman adalah guru terbaik; Pejabat Pengadaan yang berpengalaman memiliki insting untuk segera mengidentifikasi kwitansi yang mencurigakan, seperti harga yang tidak wajar (di atas harga pasar) atau dokumen yang terlihat tidak sah.
Sebagai contoh, Pejabat Pengadaan yang mumpuni akan selalu melakukan survei harga pasar pendahuluan, bahkan untuk pembelian alat tulis kantor senilai jutaan rupiah. Kewajaran harga harus diverifikasi agar tidak terjadi mark-up yang merugikan keuangan negara. Selain itu, kehati-hatian dalam memverifikasi keabsahan dokumen – mulai dari kesesuaian identitas penyedia hingga kelengkapan meterai – adalah benteng pertahanan pertama terhadap potensi temuan audit. Pengetahuan mendalam tentang Peraturan Presiden terkait pengadaan barang/jasa dan peraturan teknis pendukungnya memastikan bahwa setiap langkah pengadaan kecil sudah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Langkah-Langkah Praktis Pengadaan Barang yang Dipertanggungjawabkan
Proses Perencanaan hingga Pelaksanaan Pembelian
Proses pengadaan barang/jasa, meskipun hanya menggunakan kwitansi, harus diawali dengan perencanaan yang matang untuk menjamin akuntabilitas. Tahap krusial pertama adalah memastikan alokasi anggaran yang memadai sudah tercantum dalam dokumen perencanaan anggaran (seperti DIPA atau Rencana Kerja dan Anggaran/RKA). Tanpa ketersediaan dana yang jelas, transaksi tidak dapat dilanjutkan. Setelah alokasi terverifikasi, Pejabat Pengadaan atau unit yang bertanggung jawab wajib melakukan survei harga pasar.
Survei ini bertujuan untuk memvalidasi kewajaran harga yang tertera di kwitansi, memastikan bahwa dana publik digunakan secara efisien dan tidak terjadi indikasi pemahalan (mark-up). Langkah ini menjadi benteng pertahanan pertama terhadap temuan audit. Ketika barang atau jasa telah diidentifikasi dan harga disepakati, barulah proses pembayaran dan penerbitan kwitansi dilakukan sesuai prosedur internal yang berlaku.
Untuk memberikan ilustrasi nyata tentang bagaimana prosedur ini bekerja dengan sukses, mari kita lihat sebuah studi kasus (Experience): Sebuah unit di Kementerian A rutin melakukan pengadaan alat tulis kantor dan suplai kebersihan bernilai di bawah Rp5.000.000 per bulan. Alih-alih hanya mengandalkan satu penyedia, unit tersebut menerapkan prosedur internal ketat: setiap pembelian di atas Rp1.000.000 harus menyertakan minimal tiga perbandingan harga dari penyedia berbeda, meskipun akhirnya kwitansi diterbitkan oleh satu toko. Karena menerapkan langkah verifikasi harga yang ketat dan konsisten melampirkan Berita Acara Serah Terima (BAST), unit tersebut telah berhasil menjalani audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) selama tiga tahun berturut-turut tanpa temuan yang signifikan terkait pengadaan kecil. Prosedur yang cermat seperti ini menunjukkan bahwa pengalaman dalam menerapkan disiplin internal jauh lebih berharga daripada hanya sekadar memenuhi batas minimum regulasi.
Verifikasi dan Pertanggungjawaban Dokumen (SPJ)
Langkah terakhir dan terpenting dalam siklus pengadaan adalah verifikasi dan pertanggungjawaban dokumen, yang berpuncak pada penyusunan Surat Pertanggungjawaban (SPJ). SPJ merupakan kumpulan dokumen formal yang membuktikan bahwa seluruh transaksi telah dilakukan secara sah, efisien, dan sesuai dengan rencana anggaran.
Dokumen Surat Pertanggungjawaban (SPJ) wajib melampirkan serangkaian bukti, di antaranya:
- Kwitansi Asli: Sebagai bukti sah pembayaran telah dilakukan.
- Berita Acara Serah Terima (BAST): Dokumen penting yang mengonfirmasi bahwa barang atau jasa telah diterima secara fisik dan sesuai spesifikasi yang diminta. BAST menjadi verifikasi nyata atas substansi transaksi.
- Bukti Pendukung Lain: Ini bisa mencakup daftar perbandingan harga, spesifikasi teknis barang, hingga bukti visual (misalnya, foto barang yang dibeli atau dokumentasi pelaksanaan pekerjaan).
Kelengkapan dan keabsahan seluruh lampiran ini menunjukkan tingkat Akuntabilitas (Trust) tertinggi dalam penggunaan keuangan negara, memastikan bahwa pengadaan barang jasa dengan kwitansi pembayaran dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya di hadapan auditor.
Menghindari Risiko Audit: Legalitas dan Keabsahan Kwitansi
Pengadaan barang jasa dengan kwitansi, meskipun fleksibel, menyimpan potensi risiko hukum dan audit yang signifikan jika tidak dieksekusi dengan kepatuhan yang ketat. Mengelola risiko ini adalah kunci untuk menjaga integritas keuangan dan memastikan proses pengadaan Anda tidak menjadi temuan negatif dari auditor.
Sanksi Hukum Jika Melebihi Batas Nominal Kwitansi
Pelanggaran terhadap batas nominal pengadaan yang ditetapkan—misalnya, menggunakan kwitansi untuk transaksi yang seharusnya melalui Pengadaan Langsung formal atau bahkan tender—dapat dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar prosedur. Ketika suatu instansi secara konsisten melebihi batas nominal untuk pengadaan yang dibuktikan dengan kwitansi (umumnya Rp50.000.000, atau batas yang berlaku sesuai regulasi terbaru), hal ini dapat diinterpretasikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau upaya memecah paket (splitting) pengadaan.
Praktik memecah paket ini berpotensi menjadi temuan audit yang serius oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Berdasarkan pengalaman kerja kami dalam menangani puluhan kasus audit pengadaan, praktik splitting ini paling sering disorot karena secara sengaja menghindari proses tender yang lebih transparan dan kompetitif. Auditor, sebagai pihak yang memiliki otoritas, akan melihat hal ini sebagai indikasi awal adanya potensi kerugian negara atau inefisiensi.
Dr. Arief Hidayat, seorang ahli hukum pengadaan publik dan mantan anggota tim asistensi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), menegaskan, “Risiko hukum terbesar dari pemecahan paket adalah dikategorikannya tindakan tersebut sebagai perbuatan melawan hukum yang berujung pada potensi tindak pidana korupsi jika terbukti ada unsur kesengajaan untuk menguntungkan pihak tertentu atau merugikan keuangan negara. Pejabat Pengadaan atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus sangat berhati-hati dan mendokumentasikan justifikasi pemilihan metode, bahkan untuk transaksi di bawah batas kwitansi.”
Strategi Mengelola Risiko Pajak (PPN/PPh) dalam Transaksi Kwitansi
Banyak instansi publik keliru berasumsi bahwa transaksi yang menggunakan kwitansi (karena nominalnya kecil) otomatis terbebas dari kewajiban perpajakan. Anggapan ini sangat berisiko.
Kewajiban pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penghasilan (PPh) tetap berlaku meskipun bukti transaksi yang digunakan hanyalah kwitansi, asalkan transaksi tersebut dilakukan dengan penyedia barang/jasa yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pungut Pajak.
- Untuk PPN: Jika penyedia adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), instansi (sebagai Wajib Pungut) wajib memungut PPN. Jika transaksi melampaui batas tertentu (misalnya, untuk PPN yang dipungut oleh bendahara pemerintah), pastikan Anda memiliki dokumen pendukung PPN, terlepas dari jenis bukti bayar (kwitansi atau faktur).
- Untuk PPh: Pemotongan PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, atau PPh Final Pasal 4 ayat (2) tetap harus dilakukan sesuai dengan jenis barang/jasa dan kriteria penyedia.
Strategi terbaik untuk mengelola risiko ini adalah:
- Verifikasi Status Penyedia: Selalu verifikasi apakah penyedia barang/jasa yang Anda bayar dengan kwitansi adalah PKP atau memiliki kewajiban PPh terkait.
- Pembuatan Bukti Potong: Walaupun hanya menggunakan kwitansi, buatlah Surat Setoran Pajak (SSP) dan Bukti Pemotongan PPh untuk transaksi yang wajib dipotong, dan lampirkan dokumen ini bersama kwitansi dalam Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
- Konsultasi Ahli: Jika terjadi keraguan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan bagian keuangan atau akuntansi instansi Anda. Tim yang berpengalaman akan memastikan semua kewajiban perpajakan dipenuhi, sehingga proses pengadaan kecil Anda, meskipun hanya dibuktikan dengan kwitansi, memiliki keabsahan dan akuntabilitas yang tinggi saat diperiksa oleh fiskus atau auditor.
Tanya Jawab Populer Seputar Kwitansi Pengadaan Barang Jasa
Q1. Apakah kwitansi harus disertai dengan stempel atau meterai?
Kewajiban pembubuhan meterai pada kwitansi pengadaan barang dan jasa didasarkan pada nilai nominal dokumen tersebut, sesuai dengan Undang-Undang tentang Bea Meterai yang berlaku. Saat ini, kwitansi harus dibubuhi meterai jika nilainya melebihi batas yang ditetapkan, yang secara umum mengacu pada nilai dokumen di atas Rp5.000.000 atau Rp10.000.000, tergantung pada regulasi terbaru saat transaksi dilakukan. Meterai berfungsi sebagai pajak atas dokumen, memberikan kekuatan hukum formal, dan menjamin kepercayaan (Trust) terhadap keabsahan dokumen. Selain meterai, stempel dari penyedia barang/jasa, meskipun tidak selalu diwajibkan oleh undang-undang, seringkali menjadi praktik standar untuk memperkuat otoritas (Authority) dan keaslian dokumen di mata auditor.
Q2. Apa yang dimaksud dengan ‘pecah paket’ dalam konteks pengadaan kwitansi?
“Pecah paket” atau splitting adalah istilah yang sangat dihindari dalam tata kelola pengadaan barang/jasa publik. Praktik ini merujuk pada tindakan membagi-bagi satu transaksi pengadaan yang secara total nilainya melampaui batas nominal pengadaan langsung (misalnya, batas Rp50.000.000) atau batas pengadaan tender/seleksi formal, menjadi beberapa transaksi yang lebih kecil, seringkali menggunakan bukti kwitansi. Tujuannya adalah untuk menghindari proses pengadaan yang lebih ketat, transparan, dan kompetitif yang diwajibkan oleh peraturan. Auditor (memiliki keahlian/Expertise dalam pemeriksaan) secara serius memandang pecah paket sebagai indikasi penyalahgunaan wewenang dan potensi kerugian negara karena tidak terpenuhinya prinsip persaingan usaha yang sehat dan akuntabilitas. Oleh karena itu, semua tim pengadaan harus memiliki pengalaman (Experience) yang memadai untuk mengidentifikasi dan mencegah praktik ini.
Final Takeaways: Mastering Pengadaan Barang Jasa di Tahun Ini
Setelah memahami secara mendalam setiap aspek legalitas dan prosedur dalam melaksanakan pengadaan barang jasa menggunakan kwitansi, kini saatnya merangkum prinsip-prinsip utama untuk memastikan kepatuhan penuh dan kesiapan audit. Pengadaan skala kecil yang efisien dan benar adalah fondasi tata kelola keuangan yang sehat.
Tiga Kunci Sukses Penggunaan Kwitansi yang Benar
Terdapat tiga prinsip paling penting yang harus menjadi pegangan setiap Pejabat Pengadaan atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam melaksanakan transaksi pengadaan dengan bukti kwitansi. Yang pertama adalah Kepatuhan Nominal, yaitu memastikan bahwa nilai total transaksi tidak pernah melebihi batas maksimal yang diizinkan oleh Peraturan Presiden atau regulasi institusi terkait, sehingga menghindari potensi temuan “pecah paket” yang ilegal. Kedua, adalah Kelengkapan Dokumen, yang mencakup tidak hanya kwitansi itu sendiri, tetapi juga Berita Acara Serah Terima (BAST), dan, jika relevan, bukti pemotongan pajak serta meterai yang benar. Terakhir, Anda harus selalu menjamin Kewajaran Harga—bahwa harga yang dibayarkan di kwitansi telah divalidasi dan sebanding dengan harga pasar.
Tindakan Selanjutnya: Peningkatan Kualitas Dokumen
Untuk benar-benar meningkatkan kualitas dan kepercayaan (Trust) pada proses pengadaan Anda, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi diri (audit internal) secara berkala. Sebagai langkah tindakan yang didasarkan pada pengalaman (Experience) dan kehati-hatian (Expertise), kami merekomendasikan agar Anda segera mengambil 10 kwitansi terakhir yang telah Anda proses dan melakukan pemeriksaan mendalam. Pastikan semua persyaratan, mulai dari tanda tangan PPK dan Penyedia, ketersediaan BAST, hingga validitas harga dan pemotongan pajak, telah terpenuhi. Dokumentasi yang akurat dan lengkap secara konsisten adalah bukti nyata dari otoritas (Authority) dan profesionalisme tim pengadaan Anda.