Panduan Lengkap Membayar PPh 23 Jasa Katering Sesuai Aturan

Memahami Kewajiban PPh 23 atas Jasa Katering: Dasar Hukum dan Tarif

Apa itu PPh Pasal 23 Jasa Katering? Jawaban Cepat

PPh Pasal 23 atas jasa katering adalah mekanisme pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan atas pembayaran yang dilakukan oleh pemotong pajak (biasanya perusahaan atau badan) kepada penyedia jasa katering. Intinya, ini adalah pajak yang dipotong di sumbernya, yaitu saat pembayaran dilakukan. Berdasarkan ketentuan terbaru, tarif pemotongan dasar untuk jasa katering ditetapkan sebesar 2% dari jumlah bruto pembayaran. Penting untuk diketahui bahwa jika penyedia jasa katering (penerima penghasilan) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tarif yang dikenakan akan lebih tinggi, yaitu 4%.

Mengenal Landasan Hukum dan Tarif PPh 23 untuk Jasa Katering

Kewajiban untuk membayar PPh 23 ini diatur secara tegas dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksananya, menjamin akurasi dan kredibilitas dalam sistem perpajakan. Bagian ini dari artikel ini dirancang sebagai panduan yang terperinci dan dapat ditindaklanjuti, memberikan Anda langkah demi langkah yang jelas untuk memastikan kepatuhan pajak yang optimal. Kami akan membahas setiap tahap, mulai dari metodologi perhitungan yang benar hingga proses pelaporan yang akurat melalui sistem DJP, semua didasarkan pada peraturan perpajakan yang paling mutakhir. Pemahaman yang kuat atas landasan hukum ini adalah fondasi untuk membangun otoritas dan kepercayaan dalam administrasi keuangan perusahaan Anda.

Siapa Wajib Memotong dan Kapan PPh 23 Katering Harus Dibayar?

Memahami kewajiban pemotongan pajak adalah langkah krusial dalam kepatuhan PPh Pasal 23. Peraturan perpajakan Indonesia secara jelas mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk memotong, menyetor, dan melaporkan pajak ini, sekaligus menetapkan tenggat waktu yang harus dipatuhi.

Identifikasi Pemotong dan Penerima Penghasilan Jasa Katering

Pihak yang wajib memotong PPh Pasal 23 atas jasa katering adalah entitas yang melakukan pembayaran jasa tersebut. Secara spesifik, mereka meliputi badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri (termasuk perseroan terbatas, koperasi, dan yayasan), penyelenggara kegiatan, atau Bentuk Usaha Tetap (BUT). Kewajiban pemotongan ini muncul karena entitas-entitas ini dianggap memiliki kapasitas untuk bertindak sebagai withholding agent yang efektif.

Untuk memastikan bahwa pemotongan ini dilakukan berdasarkan dasar hukum yang kuat dan untuk membangun kredibilitas (Authority) dalam transaksi, kita merujuk pada regulasi spesifik. Pengenaan PPh Pasal 23 atas jasa katering diatur secara eksplisit dalam daftar jasa yang tercantum di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015. Kepatuhan terhadap PMK ini menunjukkan keahlian (Expertise) dalam mengaplikasikan undang-undang pajak terbaru, memberikan jaminan bahwa transaksi PPh 23 jasa katering yang Anda lakukan sudah sesuai dengan ketentuan Dirjen Pajak. Penerima penghasilan, yaitu penyedia jasa katering, wajib menerima pemotongan ini dan akan menggunakan bukti potong yang diberikan sebagai kredit pajak tahunan mereka.

Mekanisme Pembayaran dan Batas Waktu Penyetoran PPh 23

Setelah PPh 23 dipotong oleh pihak pembayar, langkah berikutnya adalah proses penyetoran ke kas negara. PPh 23 yang telah dipotong wajib dibayarkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya pajak.

Sebagai contoh, jika transaksi jasa katering terjadi dan PPh 23 terutang pada tanggal 20 November 2025, maka pemotong wajib menyetorkan jumlah pajak tersebut ke kas negara selambat-lambatnya pada tanggal 10 Desember 2025. Proses penyetoran ini harus menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau dilakukan melalui sistem e-Billing DJP, yang akan dibahas lebih detail pada bagian administrasi. Disiplin dalam mematuhi tenggat waktu tanggal 10 ini sangat penting. Keterlambatan pembayaran dapat memicu sanksi administrasi berupa bunga atau denda, yang pada akhirnya dapat merusak kepercayaan (Trust) dan kualitas (E-E-A-T yang komprehensif) laporan keuangan perusahaan Anda. Oleh karena itu, pengaturan jadwal keuangan yang ketat untuk menindaklanjuti pemotongan PPh 23 segera setelah transaksi selesai adalah praktik terbaik.

Langkah Praktis Menghitung dan Memotong PPh Pasal 23 Jasa Katering

Menentukan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Jasa Katering

Menghitung PPh Pasal 23 yang terutang dimulai dengan mengidentifikasi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Untuk jasa katering, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh 23 adalah jumlah bruto penghasilan. Jumlah bruto ini didefinisikan sebagai seluruh imbalan yang dibayarkan kepada penyedia jasa tanpa ada pengurangan apa pun. Berdasarkan praktik yang diakui dan kejelasan dari ketentuan perpajakan, ini mencakup semua elemen biaya, termasuk jika ada, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tercantum dalam tagihan. Kehati-hatian dalam menentukan jumlah bruto sangat penting, karena kesalahan di sini akan langsung memengaruhi besaran pajak yang harus dipotong.

Pemahaman yang akurat terhadap konsep jumlah bruto ini adalah landasan untuk kepatuhan, memastikan bahwa pemotongan yang dilakukan adalah benar dan akurat. Jangan mencoba mengurangi biaya-biaya operasional atau diskon yang mungkin diberikan setelah total tagihan disepakati, karena imbalan yang menjadi dasar pajak adalah nilai total yang seharusnya diterima penyedia jasa sebelum pemotongan pajak.

Contoh Perhitungan PPh 23 untuk Transaksi Katering dengan NPWP

Setelah DPP ditentukan, langkah berikutnya adalah mengaplikasikan tarif pemotongan yang berlaku. Formula dasar perhitungan PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:

$$\text{PPh 23 Terutang} = \text{Tarif PPh 23 (2% atau 4%)} \times \text{Jumlah Bruto Pembayaran}$$

Untuk transaksi jasa katering, tarif umumnya adalah 2% dari jumlah bruto jika penyedia jasa memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Jika tidak, tarifnya melonjak menjadi 4%.

Mari kita asumsikan sebuah transaksi:

  • Nilai Kontrak Jasa Katering (Jumlah Bruto): Rp 50.000.000
  • Penyedia Jasa: Memiliki NPWP (Tarif 2%)

Maka, perhitungan PPh Pasal 23 yang wajib dipotong oleh pihak pembayar adalah:

$$\text{PPh 23 Terutang} = 2% \times \text{Rp 50.000.000} = \text{Rp 1.000.000}$$

Dengan demikian, pihak pembayar wajib memotong Rp 1.000.000 dari total pembayaran dan menyetorkannya ke kas negara, sementara sisanya (Rp 49.000.000) diserahkan kepada penyedia jasa katering.

3 Langkah Verifikasi Pemotongan Akurat

Sebagai bagian dari prosedur internal yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan, tim keuangan Anda harus selalu menerapkan langkah verifikasi ini sebelum pembayaran dilakukan:

  1. Verifikasi Dokumen: Pastikan tagihan atau faktur yang diterima secara jelas mencantumkan nilai bruto (DPP) dan spesifikasi jasa katering. Jangan menggunakan estimasi.
  2. Validasi NPWP: Selalu cek status NPWP penyedia jasa. Gunakan tools validasi resmi DJP untuk memastikan NPWP aktif dan sah. Ini adalah poin kunci untuk menetapkan tarif 2% dan membangun keterpercayaan (trust) dalam setiap transaksi.
  3. Cross-Check Angka: Lakukan perhitungan PPh 23 secara independen (DPP x Tarif) dan bandingkan dengan jumlah yang dianggarkan. Pastikan selisih pembayaran akhir kepada vendor sudah benar-benar sesuai dengan potongan yang akan disetorkan.

Prosedur dan Administrasi Pembayaran PPh 23 Jasa Katering yang Akuntabel

Setelah berhasil menghitung besaran PPh Pasal 23 yang harus dipotong, langkah selanjutnya yang krusial adalah melaksanakan prosedur administrasi yang benar. Proses ini melibatkan pembuatan bukti potong dan penyetoran pajak, yang menjamin kepatuhan Anda terhadap regulasi perpajakan. Melakukan administrasi secara akuntabel adalah pilar utama untuk membangun keterpercayaan dan keahlian dalam setiap transaksi bisnis.

Tata Cara Pembuatan Bukti Potong PPh Pasal 23 yang Sah

Bukti potong merupakan dokumen vital yang berfungsi sebagai pengakuan formal bahwa pemotongan pajak telah dilakukan. Dokumen ini wajib diberikan oleh pihak pemotong (Anda) kepada penerima penghasilan (penyedia jasa katering). Bagi penyedia jasa katering, bukti potong ini sangat penting karena berfungsi sebagai kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan mereka.

Untuk memastikan sahnya bukti potong, Anda harus memuat detail yang jelas, mencakup: identitas lengkap pemotong dan penerima penghasilan (termasuk NPWP), jenis jasa yang dikenakan PPh 23 (Jasa Katering), besaran nilai bruto, tarif yang digunakan, dan jumlah PPh 23 yang dipotong. Bukti potong harus diterbitkan secara akurat dan tepat waktu, segera setelah pembayaran jasa dilakukan atau saat penghasilan terutang. Pembuatan bukti potong yang valid dan segera mencerminkan komitmen bisnis terhadap transparansi dan kepatuhan hukum, yang pada akhirnya meningkatkan keandalan Anda di mata mitra bisnis dan otoritas pajak.

Panduan Penyetoran PPh 23 Melalui Aplikasi E-Billing dan Pelaporan E-Bupot

Proses penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 kini sepenuhnya terintegrasi secara digital, memaksa wajib pajak untuk beradaptasi dengan sistem elektronik yang lebih efisien. Penyetoran PPh 23 atas jasa katering wajib dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terutang.

Untuk penyetoran, Anda harus membuat kode billing melalui sistem e-Billing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam proses pembuatan kode billing, penting untuk menggunakan kode yang benar guna menghindari kesalahan administrasi. Penyetoran PPh 23 atas jasa katering wajib menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) 411124 (PPh Pasal 23) dan Kode Jenis Setoran (KJS) 104 (atas jasa lainnya). Setelah kode billing didapatkan, penyetoran dapat dilakukan melalui bank, kantor pos, atau kanal pembayaran online lainnya.

Selanjutnya, sebagai bagian dari pengalaman pelaporan yang terintegrasi, bukti potong yang telah diterbitkan harus dilaporkan melalui sistem E-Bupot Unifikasi. Sistem E-Bupot Unifikasi adalah platform pelaporan terpadu yang telah menggantikan sistem pelaporan PPh 23 konvensional, meningkatkan akuntabilitas dan meminimalkan risiko kesalahan data. Dengan menggunakan E-Bupot Unifikasi, Anda dapat secara efisien mengadministrasikan, merekam, dan melaporkan seluruh transaksi pemotongan PPh 23 dalam satu dokumen SPT Masa Unifikasi. Keunggulan sistem ini adalah kemampuannya untuk mengintegrasikan data pemotongan dengan pelaporan, menjadikannya solusi modern yang mencerminkan keahlian pengelola keuangan dalam memanfaatkan teknologi perpajakan terbaru. Pelaporan melalui E-Bupot Unifikasi harus diselesaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Kepatuhan terhadap prosedur ini menunjukkan tingkat keterpercayaan yang tinggi dalam tata kelola keuangan perusahaan.

Strategi Kepatuhan Pajak dan Kualitas: Membangun Kepercayaan dalam Transaksi Bisnis

Dampak Tidak Adanya Bukti Potong atau Ketidakpatuhan Perpajakan

Mengelola kewajiban PPh Pasal 23 dengan cermat bukan hanya masalah kepatuhan—ini adalah pilar untuk membangun reputasi bisnis yang andal. Kegagalan dalam memotong, menyetor, atau melaporkan PPh 23 secara tepat waktu dan akurat dapat menimbulkan konsekuensi serius. Ketidakpatuhan ini, seperti yang sering ditemukan dalam praktik perpajakan, dapat berujung pada sanksi administrasi yang signifikan, umumnya berupa denda atau kenaikan jumlah pajak terutang.

Lebih jauh, data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan bahwa ketidakpatuhan yang berulang adalah pemicu utama potensi audit. Jika sebuah perusahaan sering lalai dalam menerbitkan bukti potong atau salah menghitung Dasar Pengenaan Pajak (DPP), DJP berhak melakukan pemeriksaan mendalam. Sanksi yang dikenakan dapat mencakup denda keterlambatan sebesar 2% per bulan dari kekurangan pembayaran pajak, dihitung sejak tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Oleh karena itu, memastikan semua transaksi katering memiliki bukti potong yang sah adalah langkah kualitas fundamental dalam akuntansi.

Prinsip Keterpercayaan (Trust) dan Keahlian (Expertise) dalam Administrasi Pajak

Dalam konteks PPh 23 jasa katering, membangun keterpercayaan dan menunjukkan keahlian administrasi pajak adalah hal yang krusial. Salah satu strategi terpenting untuk menunjukkan keahlian ini adalah dengan melakukan verifikasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) penyedia jasa katering secara rutin sebelum setiap pembayaran. Sesuai ketentuan perpajakan, tarif pemotongan yang normal adalah 2%, tetapi jika penyedia jasa tidak memiliki NPWP yang terverifikasi, tarif akan melonjak menjadi 100% lebih tinggi, yaitu 4%. Verifikasi ini tidak hanya menghemat biaya pajak bagi perusahaan tetapi juga menjamin transparansi dan kepatuhan dalam proses pemotongan.

Kisah Sukses: Manajemen PPh 23 PT Sajian Utama

Sebagai contoh praktik terbaik, PT Sajian Utama, sebuah perusahaan manufaktur besar di Jakarta, telah menerapkan sistem end-to-end untuk mengelola PPh 23 atas semua jasanya, termasuk katering. Sebelum setiap pembayaran ke vendor katering, tim keuangan mereka diwajibkan melakukan cross-check NPWP menggunakan sistem yang terintegrasi. Hal ini memastikan pemotongan selalu menggunakan tarif 2%. Hasilnya, selama tiga tahun berturut-turut, PT Sajian Utama tidak pernah dikenakan sanksi administrasi terkait PPh 23 dan selalu menerima pengembalian kredit pajak (jika ada) tepat waktu. Keahlian dalam memelihara catatan dan disiplin dalam pelaporan E-Bupot Unifikasi secara akurat telah membangun kualitas administrasi perpajakan yang kuat dan meminimalkan risiko audit, menegaskan bahwa proses kepatuhan yang ketat adalah investasi terbaik untuk kesehatan finansial jangka panjang.

Your Top Questions About PPh 23 Jasa Katering Answered

Q1. Apakah jasa boga atau katering dikenakan PPh 23 atau PPh Final PP 23?

Pertanyaan mengenai klasifikasi pajak ini sering muncul di kalangan wajib pajak. Berdasarkan praktik umum dan peraturan yang berlaku, jasa boga atau katering pada umumnya dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dengan tarif 2% dari jumlah bruto (jika memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak/NPWP). Jasa katering masuk dalam kategori jasa lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015. Penting untuk dicatat bahwa jasa katering bukan merupakan objek PPh Final berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 (pengganti PP 23 Tahun 2018), yang mengenakan tarif 0,5%, kecuali jika penyedia jasa katering tersebut memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak UMKM yang memilih skema PPh Final dan omzetnya tidak melebihi batasan. Namun, dalam transaksi normal antara badan usaha, PPh Pasal 23 adalah pemotongan yang paling tepat.

Q2. Bagaimana jika penyedia jasa katering tidak memiliki NPWP?

Ketentuan ini adalah area krusial yang harus diperhatikan oleh pihak pemotong pajak (badan usaha yang membayar jasa katering). Jika penyedia jasa katering tidak memiliki NPWP, tarif pemotongan PPh Pasal 23 akan 100% lebih tinggi dari tarif normal. Dengan tarif normal 2%, maka tarif yang berlaku menjadi 4% dari jumlah bruto pembayaran. Sebagai contoh, jika pembayaran katering adalah Rp10.000.000, pemotongan PPh 23 adalah Rp400.000, bukan Rp200.000. Regulasi ini dirancang untuk mendorong kepatuhan pajak. Pihak pemotong harus selalu memverifikasi status NPWP rekanan untuk menghindari beban pajak yang lebih besar.

Final Takeaways: Mastering Pembayaran PPh 23 Jasa Katering

Tiga Poin Kunci Kepatuhan PPh 23 Jasa Katering

Mengelola kewajiban PPh Pasal 23 atas jasa katering secara tepat dan akurat adalah pilar penting dalam akuntabilitas perusahaan Anda. Berdasarkan pengalaman kami dalam membantu kepatuhan pajak ratusan transaksi, terdapat tiga poin kunci yang harus selalu Anda ingat. Kunci utama PPh 23 jasa katering adalah akurasi dalam menghitung Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pastikan DPP Anda mencakup semua imbalan bruto yang dibayarkan, tanpa pengurangan. Kedua, pastikan ketepatan waktu dalam penyetoran dan pelaporan E-Bupot untuk menghindari sanksi. Terakhir, selalu verifikasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) penyedia jasa untuk memastikan tarif pemotongan yang benar (2% dengan NPWP, 4% tanpa NPWP). Kepatuhan yang baik mencerminkan keandalan administrasi keuangan Anda di mata Dirjen Pajak.

Langkah Berikutnya untuk Pengelola Keuangan Anda

Setelah memahami mekanisme PPh 23 jasa katering, tidak ada waktu untuk menunda. Segera tinjau kembali seluruh transaksi jasa katering Anda bulan ini dan bandingkan dengan panduan langkah demi langkah yang telah kami berikan. Pastikan semua bukti potong telah diterbitkan dan dilaporkan sesuai tenggat waktu menggunakan sistem E-Bupot Unifikasi. Bertindak proaktif dalam penerbitan bukti potong akan menjaga kualitas layanan kepada mitra bisnis Anda dan memastikan kepatuhan pajak perusahaan tetap pada level tertinggi.

Jasa Pembayaran Online
💬