Panduan Lengkap Pembayaran Uang Muka dalam Pengadaan Barang/Jasa
Memahami Aturan Pembayaran Uang Muka dalam Pengadaan Pemerintah
Apa itu Pembayaran Uang Muka dalam Kontrak Pengadaan?
Pembayaran Uang Muka adalah fasilitas pendanaan yang diberikan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kepada Penyedia Barang/Jasa (Kontraktor, Konsultan, atau Pemasok) di awal pelaksanaan kontrak. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tujuan utama dari pembayaran ini adalah untuk membantu membiayai kebutuhan awal proyek. Kebutuhan tersebut meliputi mobilisasi tenaga kerja dan peralatan, pembelian bahan baku awal, atau persiapan administratif lainnya yang esensial untuk memulai pekerjaan. Pemberian uang muka ini adalah bentuk dukungan agar Penyedia dapat segera melaksanakan kewajibannya tanpa terkendala masalah likuiditas di fase awal, sehingga jadwal pelaksanaan dapat tercapai.
Mengapa Pengaturan Uang Muka Penting dalam Kontrak Pemerintah?
Pengaturan yang ketat mengenai uang muka dalam kontrak pemerintah sangat penting karena mencakup penggunaan dana publik. Aturan ini memastikan adanya akuntabilitas dan integritas dalam pengelolaan anggaran negara. Artikel ini secara komprehensif akan menguraikan secara detail mengenai batasan maksimal persentase uang muka yang diperbolehkan, jenis dan nilai jaminan yang wajib diserahkan oleh Penyedia, serta prosedur administrasi pencairan uang muka. Kepatuhan terhadap semua batasan, jaminan, dan prosedur tersebut adalah hal yang esensial untuk memastikan kepatuhan hukum, menghindari temuan audit, dan menjamin kelancaran serta keberhasilan penyelesaian proyek pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD.
Batasan dan Persentase Maksimal Uang Muka Sesuai Jenis Pekerjaan
Dalam kerangka pengadaan barang/jasa pemerintah, ketentuan mengenai Uang Muka (UM) dirancang untuk memastikan bahwa penyedia memiliki modal kerja yang memadai tanpa menimbulkan risiko fiskal yang signifikan bagi negara. Oleh karena itu, batasan maksimal persentase Uang Muka ditetapkan secara ketat, bervariasi tergantung jenis pekerjaan dan kategori penyedia.
Secara umum, untuk Kontrak Tahun Tunggal yang bukan merupakan Jasa Konsultansi, batasan maksimal Uang Muka yang diperbolehkan adalah 20% dari Nilai Kontrak. Pembatasan ini bertujuan menyeimbangkan kebutuhan pendanaan awal penyedia (untuk mobilisasi dan pengadaan bahan baku/peralatan) dengan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap dan kredibel mengenai batasan ini, penting untuk merujuk langsung pada regulasi yang berlaku. Sebagai spesialis dalam kepatuhan pengadaan, kami menegaskan bahwa ketentuan UM secara rinci diatur dalam Pasal 40 Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan ini secara eksplisit menggariskan persentase dan batasan nilai Uang Muka, menjadikannya acuan wajib bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Penyedia Barang/Jasa.
Penting juga untuk dicatat bahwa dalam Kontrak Pekerjaan Konstruksi, terdapat pengecualian persentase yang spesifik, terutama bagi usaha kecil. Batasan Uang Muka dapat mencapai 30% dari nilai kontrak, asalkan pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh penyedia dari usaha kecil. Kebijakan diferensiasi ini merupakan implementasi nyata dari mandat pemerintah untuk mendukung dan memberdayakan pengusaha mikro dan kecil, memberi mereka akses modal kerja yang lebih besar di awal proyek.
Persentase Uang Muka untuk Kontrak Jasa Konsultansi
Kontrak Jasa Konsultansi memiliki karakteristik pekerjaan yang berbeda, yang lebih berfokus pada keahlian profesional dan laporan dibandingkan dengan pengadaan fisik. Oleh karena itu, batasan Uang Muka untuk Kontrak Jasa Konsultansi ditetapkan lebih tinggi.
Uang Muka untuk Kontrak Jasa Konsultansi dapat diberikan maksimal sebesar 40% dari Nilai Kontrak. Persentase yang lebih besar ini mengakomodasi kebutuhan awal konsultan untuk melakukan survei, riset, mobilisasi tim ahli, dan pengadaan perangkat lunak atau data spesifik yang diperlukan di fase awal proyek. Namun, seperti semua jenis kontrak, pemberian Uang Muka tetap bersifat opsional dan harus dicantumkan dalam Dokumen Pemilihan.
Aturan Khusus Uang Muka untuk Kontrak Tahun Jamak (Multi Years)
Kontrak Tahun Jamak (Multi Years) adalah kontrak yang pelaksanaannya melampaui satu tahun anggaran. Karena sifatnya yang jangka panjang, mekanisme Uang Muka untuk kontrak ini memiliki penyesuaian untuk memastikan keberlanjutan proyek sambil tetap menjaga akuntabilitas.
Untuk Kontrak Tahun Jamak, persentase Uang Muka yang diberikan tidak boleh melebihi 20% dari nilai Kontrak. Namun, dalam kasus tertentu, dan setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan (untuk instansi pusat) atau Kepala Daerah (untuk instansi daerah), persentase ini dapat disesuaikan. Persetujuan ini biasanya didasarkan pada pertimbangan teknis dan kebutuhan mendesak untuk percepatan pekerjaan yang memiliki skala besar. Penerapan prosedur ini memastikan bahwa setiap penyimpangan dari batas umum telah melalui proses peninjauan dan persetujuan yang ketat, menegaskan komitmen pada akuntabilitas dan transparansi fiskal. Semua pembayaran, termasuk Uang Muka, harus direncanakan dengan cermat untuk memastikan kesesuaian dengan alokasi anggaran tahun berjalan dan tahun-tahun berikutnya.
Syarat Wajib dan Prosedur Permintaan Pembayaran Uang Muka
Kewajiban Penyedia: Jenis dan Nilai Jaminan Uang Muka
Dalam konteks pekerjaan dibayar di muka dalam perpres pengadaan barang dan jasa, pembayaran uang muka bukan sekadar transfer dana, melainkan fasilitas yang terikat pada kewajiban pertanggungjawaban yang ketat. Syarat fundamental yang harus dipenuhi Penyedia sebelum uang muka dapat dicairkan adalah penyerahan Jaminan Uang Muka. Secara eksplisit, Penyedia wajib menyerahkan Jaminan Uang Muka yang nilainya setara dengan 100% dari jumlah uang muka yang akan diterima.
Jaminan ini berfungsi sebagai mekanisme perlindungan utama bagi Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dari risiko kegagalan pelaksanaan kontrak atau risiko wanprestasi yang dapat berakibat pada kerugian negara. Jenis Jaminan Uang Muka yang diterima harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, umumnya berupa Bank Garansi atau Surety Bond yang diterbitkan oleh perusahaan penjaminan yang kredibel dan memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pengaturan nilai jaminan 100% ini merupakan aspek kritis yang sangat ditekankan untuk menjamin akuntabilitas dan keandalan dalam setiap transaksi pengadaan pemerintah.
Langkah-langkah Administrasi Pencairan Uang Muka (Dari Permohonan hingga SPP)
Proses pencairan uang muka melibatkan serangkaian langkah administrasi yang terstruktur dan berlapis, bertujuan untuk memastikan kepatuhan hukum dan transparansi. Tahapan ini dimulai dari inisiatif Penyedia hingga terbitnya Surat Perintah Membayar (SPM) oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Langkah pertama adalah pengajuan permohonan tertulis dari Penyedia kepada PPK. Untuk membangun kepercayaan dan validitas dokumen, sangat disarankan bagi Penyedia untuk menggunakan contoh format surat permohonan uang muka yang telah distandardisasi dan sesuai dengan standar administrasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Surat permohonan harus dilampiri dengan dokumen pendukung krusial, termasuk rencana penggunaan uang muka (Rencana Penggunaan Dana/RPD) dan tentu saja, Jaminan Uang Muka 100%.
Pencairan hanya dapat dilakukan setelah penandatanganan Berita Acara Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak (Pre-Construction Meeting/PCM). Rapat ini mengonfirmasi kesiapan kedua belah pihak dan kelengkapan semua dokumen prasyarat, termasuk Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan. Setelah semua dokumen dipenuhi dan disetujui oleh PPK, PPK akan menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Uang Muka kepada Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM). PPSPM kemudian memverifikasi SPP tersebut dan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang diteruskan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk diproses menjadi Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), yang menandakan dana uang muka siap ditransfer ke rekening Penyedia. Proses administrasi yang ketat ini berfungsi sebagai kontrol ganda terhadap kualitas dan ketepatan implementasi dana publik.
Sistem Pertanggungjawaban dan Perhitungan Pengembalian Uang Muka
Setelah uang muka dicairkan, fokus segera beralih pada bagaimana dana tersebut dipertanggungjawabkan dan dikembalikan kepada entitas Pemerintah. Sistem pengembalian ini dirancang untuk memastikan akuntabilitas penuh dan memitigasi risiko keuangan, sejalan dengan prinsip kepercayaan dan otoritas yang sangat diutamakan dalam setiap transaksi negara. Pertanggungjawaban ini diatur secara ketat dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Metode Pemotongan Uang Muka saat Pembayaran Termin (Angsuran)
Pengembalian uang muka kepada Pengguna Anggaran (PA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak dilakukan dalam satu kali bayar, melainkan secara bertahap melalui pemotongan dari setiap pembayaran termin (angsuran) prestasi pekerjaan. Proses pemotongan ini bersifat proporsional terhadap nilai pekerjaan yang telah diselesaikan.
Sesuai ketentuan, pengembalian uang muka harus dimulai ketika kemajuan fisik pekerjaan telah mencapai minimal 20%. Pemotongan ini akan terus dilakukan pada setiap pembayaran termin berikutnya hingga total uang muka yang telah diterima oleh Penyedia terbayar lunas 100%. Metode ini memastikan bahwa sebagian uang muka secara bertahap dikembalikan seiring dengan Penyedia membuktikan kemampuannya untuk menyelesaikan proyek, yang merupakan indikator kunci dari keandalan operasional dalam pengadaan publik.
Perhitungan Proporsional Pengembalian Uang Muka Berdasarkan Kemajuan Fisik
Perhitungan pengembalian uang muka wajib menggunakan formula proporsional yang mengaitkan nilai uang muka yang diterima dengan nilai pekerjaan yang telah diselesaikan pada setiap termin. Untuk memberikan bukti yang jelas dan dapat diverifikasi mengenai proses ini, simulasi perhitungan berikut didasarkan pada rumus matematis yang berlaku dalam pedoman teknis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang menjamin kepatuhan administrasi.
Contoh Simulasi Perhitungan Pemotongan Uang Muka:
Asumsi data kontrak:
- Nilai Kontrak (NK) = Rp1.000.000.000
- Persentase Uang Muka (PUM) = 20%
- Nilai Uang Muka (NUM) = $20% \times \text{Rp}1.000.000.000 = \text{Rp}200.000.000$
Rumus dasar untuk menentukan persentase potongan uang muka pada setiap termin adalah: $$\text{Potongan Uang Muka (PUM)} = \frac{\text{NUM}}{\text{NK}} \times \text{Nilai Pembayaran Termin}$$
Studi Kasus Pembayaran Termin:
-
Termin 1: Kemajuan pekerjaan mencapai 30%.
- Nilai Pembayaran Termin 1: $30% \times \text{Rp}1.000.000.000 = \text{Rp}300.000.000$
- Persentase Uang Muka per Termin ($\text{PUM}_\text{T}$): $\frac{\text{Rp}200.000.000}{\text{Rp}1.000.000.000} = 20%$
- Potongan Uang Muka Termin 1: $20% \times \text{Rp}300.000.000 = \text{Rp}60.000.000$
- Pembayaran Bersih kepada Penyedia: $\text{Rp}300.000.000 - \text{Rp}60.000.000 = \text{Rp}240.000.000$
- Sisa Uang Muka yang Belum Dikembalikan: $\text{Rp}200.000.000 - \text{Rp}60.000.000 = \text{Rp}140.000.000$
-
Termin 2: Kemajuan pekerjaan mencapai 60% (akumulasi). Pembayaran termin ini untuk 30% pekerjaan lanjutan.
- Nilai Pembayaran Termin 2: $30% \times \text{Rp}1.000.000.000 = \text{Rp}300.000.000$
- Potongan Uang Muka Termin 2: $20% \times \text{Rp}300.000.000 = \text{Rp}60.000.000$
- Pembayaran Bersih kepada Penyedia: $\text{Rp}300.000.000 - \text{Rp}60.000.000 = \text{Rp}240.000.000$
- Sisa Uang Muka yang Belum Dikembalikan: $\text{Rp}140.000.000 - \text{Rp}60.000.000 = \text{Rp}80.000.000$
Proses ini terus berlanjut hingga seluruh uang muka sebesar Rp200.000.000 telah terpotong 100%.
Prosedur Penanganan Penghentian Kontrak dan Sisa Uang Muka
Dalam kasus di mana kontrak harus dihentikan sebelum pekerjaan selesai, baik karena wanprestasi oleh Penyedia atau alasan lain yang sah, prosedur pengembalian sisa uang muka harus dilakukan segera. Jika kontrak dihentikan, Penyedia diwajibkan untuk mengembalikan sisa uang muka yang belum terpotong. Sisa uang muka ini adalah selisih antara nilai uang muka yang diterima dengan nilai uang muka yang telah dipertanggungjawabkan melalui pemotongan termin hingga tanggal penghentian.
Untuk melindungi kepentingan keuangan negara dan menjamin kewenangan eksekusi atas kerugian, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) akan segera mencairkan Jaminan Uang Muka. Nilai yang dicairkan dari jaminan tersebut adalah sebesar nilai sisa uang muka yang belum dikembalikan oleh Penyedia. Jaminan Uang Muka yang sebelumnya diserahkan oleh Penyedia (senilai 100% dari uang muka yang diterima) berfungsi sebagai instrumen perlindungan utama. Prosedur ini memastikan bahwa meskipun proyek terhenti, aset negara terkait uang muka tetap terjamin dan dapat dipulihkan. Ini adalah penerapan langsung dari prinsip akuntabilitas finansial yang tidak dapat ditawar dalam pengadaan Pemerintah.
Perbedaan Krusial Uang Muka dalam Jenis Kontrak Khusus
Penerapan pembayaran uang muka dalam pengadaan pemerintah dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada kompleksitas dan jenis kontrak yang digunakan. Memahami perbedaan ini sangat penting untuk memastikan akuntabilitas dan kepatuhan hukum yang menyeluruh, terutama dalam skema kontrak yang memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang terintegrasi atau melibatkan mekanisme pelaksanaan mandiri.
Uang Muka pada Kontrak Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi (Design and Build)
Kontrak Design and Build (Rancang dan Bangun) merupakan kontrak pengadaan yang unik karena Penyedia Barang/Jasa bertanggung jawab penuh atas tahap desain (perencanaan) dan tahap konstruksi (pelaksanaan) dari suatu proyek. Karena kompleksitas dan kebutuhan modal di awal yang tinggi untuk kegiatan desain serta mobilisasi konstruksi, uang muka dalam jenis kontrak ini perlu dialokasikan dengan hati-hati.
Dalam skema Design and Build, uang muka tidak hanya dapat digunakan untuk mendanai kegiatan pelaksanaan konstruksi, tetapi juga dapat dialokasikan untuk kegiatan desain awal. Pencairan uang muka harus dilakukan secara bertahap dan terikat pada capaian milestone yang ketat, misalnya penyelesaian desain awal atau persetujuan desain teknis. Ini memastikan bahwa fasilitas pendanaan di awal ini digunakan sesuai peruntukannya untuk mempercepat progres proyek secara keseluruhan.
Untuk memperkuat kewenangan, keahlian, dan akuntabilitas dalam proses ini, penting untuk membandingkan kerangka regulasi yang ada. Berdasarkan tinjauan komprehensif terhadap Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 yang kemudian diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2021, terdapat penekanan yang lebih kuat pada aspek akuntabilitas dalam semua tahapan kontrak. Perpres 12/2021 memperjelas batasan dan syarat penggunaan uang muka pada jenis kontrak yang kompleks ini, mendorong Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menerapkan kontrol pencairan yang lebih ketat, khususnya yang terkait dengan jaminan dan progres fisik yang terukur.
Kriteria Pemberian Uang Muka untuk Kontrak Swakelola Tipe I dan II
Kontrak Swakelola adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di mana pekerjaannya direncanakan, dilaksanakan, dan/atau diawasi sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) atau oleh instansi lain. Mekanisme uang muka pada Swakelola sangat berbeda dengan mekanisme kontrak Penyedia.
Secara umum, kontrak Swakelola memiliki mekanisme uang muka yang spesifik, yang tidak lagi mengacu pada persentase nilai kontrak secara umum seperti pada kontrak Penyedia, melainkan seringkali mengacu pada persetujuan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Pemberian uang muka pada Swakelola Tipe I (dilaksanakan oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran) dan Tipe II (dilaksanakan oleh K/L/PD lain pelaksana Swakelola) sangat bergantung pada pengesahan RAB yang detail dan terperinci.
Swakelola Tipe I: Uang muka diberikan dalam bentuk pencairan anggaran sesuai tahapan kegiatan yang tercantum dalam Rencana Penggunaan Anggaran (RAB). Pencairan ini disahkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasarkan kebutuhan operasional di lapangan. Akuntabilitas dibangun melalui laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran secara berkala yang harus diaudit.
Swakelola Tipe II: Mekanisme ini melibatkan transfer anggaran atau pencairan uang muka kepada K/L/PD pelaksana Swakelola. Kriteria ini memastikan kewenangan dan ketepatan bahwa dana yang dicairkan didasarkan pada perhitungan yang cermat. PPK memastikan RAB telah ditinjau dan disetujui, dan bahwa K/L/PD pelaksana memiliki keahlian yang memadai untuk melaksanakan kegiatan tersebut sesuai perencanaan. Pengawasan dan pertanggungjawaban tetap berada di bawah koordinasi PPK penanggung jawab anggaran, menjamin transparansi penggunaan dana publik.
Ketentuan pemberian uang muka yang berbeda ini mencerminkan kebutuhan manajemen risiko yang disesuaikan dengan pihak pelaksana. Dalam Swakelola, risiko utama adalah efisiensi penggunaan anggaran internal, sementara pada kontrak penyedia, risiko utama adalah wanprestasi. Oleh karena itu, syarat dan prosedur pencairan uang muka pada Swakelola lebih terfokus pada kesesuaian dengan RAB yang disahkan.
Pertanyaan Umum Seputar Pembayaran Uang Muka Pengadaan
Q1. Apakah Pemberian Uang Muka Wajib dalam Setiap Kontrak?
Berdasarkan ketentuan dalam peraturan pengadaan pemerintah, termasuk Peraturan Presiden (Perpres) No. 12 Tahun 2021, perlu ditekankan bahwa pemberian uang muka merupakan opsional, bukan suatu kewajiban yang harus selalu ada dalam setiap kontrak. Pemberian fasilitas pembayaran di awal ini harus secara eksplisit ditentukan dan disetujui dalam dokumen pemilihan dan kemudian ditegaskan dalam Surat Perjanjian (Kontrak) antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Penyedia Barang/Jasa.
Keputusan untuk memberikan uang muka didasarkan pada pertimbangan kebutuhan mobilisasi, pembelian bahan/peralatan awal, dan persetujuan dari Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran. Jika ketentuan ini tidak tercantum dalam dokumen kontrak yang telah disepakati, maka Penyedia tidak berhak menuntutnya. Hal ini memberikan fleksibilitas administratif sekaligus meningkatkan akuntabilitas, yang mana prinsip ini telah menjadi penekanan utama dalam Perpres.
Q2. Apa Sanksi Jika Penyedia Gagal Mengembalikan Sisa Uang Muka?
Kegagalan Penyedia untuk melaksanakan pekerjaan dan/atau mengembalikan sisa uang muka yang telah diterima, apabila kontrak dihentikan, akan memicu serangkaian tindakan tegas. Mekanisme perlindungan utama dalam hal ini adalah Jaminan Uang Muka. Penyedia wajib menyerahkan Jaminan Uang Muka sebesar 100% dari nilai uang muka yang diterima.
Jika Penyedia gagal memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan sisa uang muka, PPK akan segera melakukan pencairan Jaminan Uang Muka tersebut untuk menutupi nilai uang muka yang tersisa. Lebih jauh lagi, kegagalan dalam memenuhi kewajiban kontraktual dan pengembalian dana publik ini merupakan pelanggaran serius yang dapat berujung pada sanksi administrasi yang berat. Sanksi ini dapat mencakup penetapan Penyedia dalam daftar hitam (blacklist) Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Penetapan daftar hitam ini akan membatasi kemampuan Penyedia untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek pemerintah di masa mendatang, sehingga memastikan bahwa hanya pihak yang benar-benar berkomitmen dan bertanggung jawab yang dapat terlibat dalam pengadaan negara.
Final Takeaways: Strategi Kepatuhan Uang Muka Terbaik
Tiga Poin Kunci untuk Mengelola Uang Muka dengan Efisien
Pengelolaan pembayaran uang muka dalam pengadaan pemerintah bukan sekadar isu administratif, tetapi sebuah strategi kritis untuk memastikan kelancaran proyek dan akuntabilitas keuangan. Kunci utama untuk sukses terletak pada kepatuhan penuh terhadap regulasi yang berlaku. Titik fokus utamanya adalah bahwa uang muka harus didukung oleh Jaminan Uang Muka yang bernilai $100%$ dari jumlah yang diterima. Selain itu, proses pengembalian harus dijalankan secara proporsional melalui pemotongan pada setiap termin pembayaran, yang dimulai setelah kemajuan fisik pekerjaan mencapai $20%$. Pemahaman mendalam dan penerapan disiplin pada dua persyaratan ini menjamin bahwa fasilitas uang muka dapat berfungsi sebagai akselerator proyek tanpa menimbulkan risiko signifikan bagi keuangan negara.
Langkah Berikutnya bagi Pejabat dan Penyedia Pengadaan
Penting bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan, maupun Penyedia Barang/Jasa untuk menginternalisasi satu prinsip: uang muka adalah fasilitas percepatan pekerjaan, bukan keuntungan awal (profit margin). Ini adalah dana bergulir yang harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan dikembalikan seiring dengan progres pekerjaan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan pengalaman dan praktik terbaik yang diatur dalam Peraturan Presiden, transparansi ini membangun kredibilitas dan memitigasi risiko hukum. Oleh karena itu, langkah berikutnya yang harus diambil adalah memastikan semua personel yang terlibat dalam kontrak memiliki pemahaman yang sama mengenai skema pertanggungjawaban dan selalu mengedepankan prinsip akuntabilitas di setiap tahapan proyek.