Panduan Lengkap Bayar PPh Pasal 4(2) Jasa Konstruksi

Memahami dan Membayar PPh Pasal 4 Ayat (2) Jasa Konstruksi dengan Benar

Apa Itu PPh Final Pasal 4 Ayat (2) Jasa Konstruksi?

PPh Final Jasa Konstruksi adalah jenis Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha di bidang jasa konstruksi. Disebut “final” karena pengenaan pajaknya dilakukan sekali saja dan penghasilan tersebut tidak akan diperhitungkan lagi dalam perhitungan Pajak Penghasilan Tahunan Wajib Pajak. Dengan kata lain, pajak ini dikenakan langsung pada omzet atau nilai kontrak jasa konstruksi dengan tarif tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Mengapa Kepatuhan Pajak Kontraktor Sangat Penting?

Bagi setiap penyedia jasa konstruksi, memahami dan patuh terhadap regulasi pajak, khususnya PPh Pasal 4 Ayat (2), adalah kunci untuk menjaga integritas finansial dan operasional bisnis. Tujuan utama artikel yang terpercaya ini adalah memberikan Anda panduan langkah demi langkah yang akurat dan dapat diterapkan. Melalui pemahaman yang mendalam mengenai sistem pemotongan dan penyetoran yang benar, Anda dapat secara efektif menghindari potensi denda, sanksi administrasi, atau bahkan sanksi pidana perpajakan yang dapat merugikan perusahaan Anda. Mengingat kompleksitas regulasi, memastikan ketepatan dalam pelaporan pajak merupakan praktik bisnis yang sangat profesional.

Dasar Hukum dan Tarif PPh Final Jasa Konstruksi Terbaru 2024

Peraturan Pemerintah (PP) Terbaru yang Mengatur Tarif Pajak

Peraturan Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 Ayat (2) atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi telah mengalami penyesuaian signifikan. Dasar hukum terbaru yang wajib diacu oleh seluruh pelaku usaha jasa konstruksi adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022. Peraturan ini secara resmi menggantikan regulasi sebelumnya dan telah berlaku efektif mulai tanggal 21 Februari 2022.

Memahami dan menerapkan PP No. 9 Tahun 2022 adalah kunci untuk memastikan kepatuhan perpajakan. Peraturan ini hadir sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang bertujuan untuk menyederhanakan dan menertibkan sistem perpajakan. Karena sifatnya yang final, PPh yang telah dipotong atau disetor atas penghasilan jasa konstruksi tidak akan diperhitungkan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan Tahunan Anda. Ini memberikan kepastian dan kemudahan dalam administrasi, namun penting untuk memastikan tarif yang digunakan sudah sesuai dengan kualifikasi usaha yang dimiliki.

Tabel Rincian Tarif Berdasarkan Kualifikasi Usaha

Tarif PPh Final yang dikenakan sangat bergantung pada kualifikasi usaha dan kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dimiliki oleh penyedia jasa konstruksi. Konsultan pajak terkemuka selalu menekankan bahwa pemahaman terhadap perbedaan tarif ini adalah langkah awal untuk menghindari pembebanan pajak yang lebih tinggi dari seharusnya.

Berikut adalah rincian lengkap tarif PPh Final Jasa Konstruksi berdasarkan PP No. 9 Tahun 2022, yang wajib Anda gunakan:

Kualifikasi Usaha Jasa Konstruksi Dasar Hukum Tarif PPh Final
Pekerjaan Konstruksi
Tanpa memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) PP No. 9 Tahun 2022 4%
Memiliki SBU Kualifikasi Usaha Kecil PP No. 9 Tahun 2022 1,7%
Memiliki SBU Kualifikasi Usaha Menengah atau Besar PP No. 9 Tahun 2022 2,65%
Jasa Konsultansi Konstruksi
Tanpa memiliki SBU PP No. 9 Tahun 2022 4%
Memiliki SBU PP No. 9 Tahun 2022 3,5%
Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi
Memiliki SBU PP No. 9 Tahun 2022 2,65%
Tanpa memiliki SBU PP No. 9 Tahun 2022 4%

Sebagai ahli di bidang ini, penting untuk digarisbawahi bahwa perolehan SBU tidak hanya krusial untuk mengikuti tender proyek, tetapi juga merupakan instrumen fiskal yang secara signifikan dapat mengurangi beban pajak Anda. Dengan merujuk langsung pada UU HPP dan PP No. 9 Tahun 2022, tabel ini memberikan panduan otoritatif yang akan membantu Anda mengimplementasikan tarif pajak dengan akurat.

Sistem Pemotongan dan Penyetoran PPh Pasal 4(2) Konstruksi: Sendiri vs. Dipotong

Memahami cara penyetoran PPh Final Jasa Konstruksi adalah inti dari kepatuhan pajak. Ada dua mekanisme utama: pemotongan oleh pihak pemberi kerja (withholding) atau penyetoran mandiri oleh penyedia jasa konstruksi. Pengetahuan mendalam tentang kedua sistem ini sangat penting untuk memastikan kewajiban perpajakan Anda terpenuhi dengan benar.

Mekanisme Pemotongan oleh Pengguna Jasa (Pemotong Pajak)

Dalam banyak kasus, Wajib Pajak (WP) badan yang menggunakan jasa konstruksi tidak perlu melakukan penyetoran PPh final secara mandiri karena pajak tersebut dipotong langsung oleh pihak pemberi kerja, yang bertindak sebagai Pemotong Pajak. Kewajiban pemotongan ini mutlak jika pengguna jasa adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), instansi pemerintah, atau subjek pajak badan tertentu yang ditunjuk oleh peraturan perpajakan.

Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) Jasa Konstruksi pada saat melakukan pembayaran kepada penyedia jasa. Mekanisme ini dirancang untuk kemudahan dan kepastian penerimaan negara. Setelah pemotongan dilakukan, Pemotong Pajak wajib menerbitkan Bukti Potong yang sah dan memberikannya kepada penyedia jasa sebagai bukti bahwa kewajiban pajak atas penghasilan tersebut sudah lunas.

Kewajiban Penyetoran Sendiri oleh Penyedia Jasa Konstruksi

Mekanisme penyetoran mandiri (menyetor sendiri) terjadi ketika pengguna jasa konstruksi bukan termasuk entitas yang ditunjuk sebagai Pemotong Pajak. Hal ini umumnya berlaku saat Anda melakukan proyek konstruksi dengan klien perorangan atau badan usaha yang tidak ditunjuk sebagai pemotong. Dalam skenario ini, tanggung jawab penuh untuk menghitung, membayar, dan melaporkan PPh Final Jasa Konstruksi beralih kepada Penyedia Jasa Konstruksi (kontraktor).

Contoh Kunci: Jika perusahaan konstruksi Anda membangun rumah untuk klien pribadi (perorangan), klien tersebut tidak diwajibkan memotong PPh. Oleh karena itu, perusahaan Anda wajib menyetorkan sendiri PPh terutang dari total nilai kontrak atau pembayaran yang diterima.

Untuk membangun kepercayaan dan otoritas di mata otoritas pajak (dan calon klien), penting untuk membedakan kedua skenario ini. Apabila Anda menerima pembayaran dari instansi pemerintah, pajak Anda otomatis terpotong; namun, ketika berhadapan dengan WP non-pemotong, keahlian dan kepatuhan Anda dalam melakukan penyetoran mandiri menunjukkan profesionalisme dan akuntabilitas yang tinggi.

Terlepas dari apakah PPh dipotong atau disetor sendiri, terdapat batas waktu yang ketat. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, PPh Final Pasal 4 Ayat (2) dari penghasilan yang diterima wajib disetor ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran diterima. Keterlambatan dapat mengakibatkan sanksi administrasi berupa denda, oleh karena itu, pencatatan tanggal penerimaan pembayaran harus menjadi prioritas utama.

Panduan Step-by-Step Membuat Kode Billing untuk PPh Jasa Konstruksi

Kepatuhan dalam membayar PPh Pasal 4 Ayat (2) Jasa Konstruksi sangat bergantung pada ketepatan pembuatan Kode Billing. Kesalahan kecil dalam mengidentifikasi kode pajak dapat mengakibatkan pembayaran yang tidak tercatat, yang pada akhirnya dapat memicu sanksi administrasi. Proses ini memerlukan perhatian pada detail, terutama mengenai Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS).

Langkah 1: Identifikasi Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) yang Tepat

Langkah pertama yang paling krusial dalam proses pembayaran adalah memastikan Anda menggunakan kombinasi kode yang benar, sebab ini akan menentukan bagaimana pembayaran Anda diklasifikasikan oleh sistem administrasi perpajakan. Untuk PPh Final atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, Kode Akun Pajak (KAP) yang wajib digunakan adalah 411128.

Sementara itu, Kode Jenis Setoran (KJS) akan bervariasi, tergantung pada siapa yang memiliki kewajiban untuk menyetorkan pajak tersebut:

  • KJS 423 (Setoran Masa PPh Final Jasa Konstruksi): Kode ini digunakan oleh Penyedia Jasa Konstruksi (Kontraktor) ketika mereka menyetorkan pajak sendiri (Dipungut Sendiri), biasanya karena pengguna jasanya adalah pihak non-pemotong (misalnya klien pribadi atau perusahaan yang tidak ditunjuk sebagai pemotong).
  • KJS 424 (Setoran PPh Final Jasa Konstruksi yang Dipotong/Dipungut Pihak Lain): Kode ini digunakan oleh Pengguna Jasa (misalnya BUMN, Instansi Pemerintah, atau subjek pajak yang ditunjuk) yang bertindak sebagai pemotong. Mereka yang memotong pajak wajib menyetorkan hasil potongan tersebut menggunakan KJS ini atas nama kontraktor.

Dengan demikian, jika Anda sebagai kontraktor menyetor sendiri karena pengguna jasa adalah perorangan, Anda harus menggunakan kombinasi KAP 411128 dan KJS 423. Kami menyarankan para wajib pajak untuk selalu memverifikasi kombinasi KAP dan KJS ini melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebelum melakukan setoran, guna menjamin ketepatan dan menghindari masalah pelaporan di kemudian hari.

Langkah 2: Proses Pembuatan Kode Billing Melalui DJP Online/Saluran Lain

Setelah KAP dan KJS diidentifikasi, proses pembuatan Kode Billing dapat dilakukan secara digital melalui saluran resmi yang tersedia. Saluran yang paling umum dan direkomendasikan adalah portal DJP Online.

Contoh Panduan Pengisian Formulir Kode Billing di DJP Online:

Saat mengakses menu e-Billing di DJP Online, Anda akan diminta mengisi formulir dengan detail berikut. Sangat penting untuk fokus pada kolom KAP dan KJS:

  1. Jenis Pajak: Pilih 411128 - PPh Final Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi.
  2. Jenis Setoran: Pilih yang sesuai, misalnya 423 (Setoran Masa PPh Final Jasa Konstruksi) jika Anda menyetor sendiri. Memilih KJS yang salah merupakan kesalahan fatal karena akan membuat sistem menganggap pembayaran tersebut bukan untuk kewajiban PPh Konstruksi Anda, padahal uang telah disetor. Kesalahan ini, yang sering terjadi, dapat menyebabkan Anda menerima Surat Tagihan Pajak (STP) karena pembayaran yang sah tidak tercatat di jenis pajak yang benar.
  3. Masa Pajak: Pilih bulan diterimanya pembayaran.
  4. Tahun Pajak: Isi tahun pajak yang bersangkutan.
  5. Jumlah Setoran: Masukkan nilai PPh yang harus dibayar sesuai perhitungan tarif (misalnya, 2% dari nilai kontrak).
  6. Uraian: Masukkan deskripsi singkat, misalnya “Pembayaran PPh Final Proyek [Nama Proyek]”.

Setelah semua data terisi dengan benar, sistem akan menerbitkan Kode Billing. Kode ini kemudian dapat digunakan untuk membayar melalui teller bank, ATM, atau platform internet banking. Ingatlah bahwa Kode Billing hanya berlaku selama batas waktu tertentu (umumnya 7 hari), sehingga pembayaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari penerbitan kode baru. Melakukan langkah-langkah ini secara cermat adalah fondasi untuk memastikan bahwa setiap pembayaran yang Anda lakukan tercatat dengan benar di administrasi pajak, yang merupakan bagian esensial dari upaya kepatuhan perpajakan.


Prosedur Pelaporan dan Bukti Potong Jasa Kontraktor

Kewajiban Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 Ayat (2)

Meskipun sifat dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2) Jasa Konstruksi adalah final—artinya penghasilan yang dikenakan pajak ini tidak lagi diperhitungkan dalam PPh Tahunan—Wajib Pajak (WP) tetap memiliki kewajiban pelaporan yang harus dipenuhi. Kepatuhan ini adalah bagian integral dari sistem perpajakan yang kredibel. Setiap Wajib Pajak, baik yang menyetor pajak sendiri maupun yang dipotong oleh pihak lain, wajib melaporkan transaksinya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 4 Ayat (2). Pelaporan ini berfungsi sebagai rekapitulasi dan pengawasan, memastikan bahwa jumlah pajak yang disetor telah sesuai dengan penghasilan bruto yang diterima dari proyek konstruksi pada periode masa pajak bersangkutan. Batas waktu pelaporan ini adalah paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Kelalaian dalam pelaporan, meskipun pajak sudah dibayar, dapat menimbulkan sanksi administrasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Pentingnya Menerbitkan dan Menyimpan Bukti Potong

Dalam konteks perpajakan jasa konstruksi, Bukti Potong adalah dokumen yang sangat krusial dan memiliki kekuatan hukum sebagai bukti formal penyetoran pajak. Dokumen ini adalah penanda terpercaya bahwa kewajiban pajak atas transaksi jasa konstruksi telah diselesaikan. Tanpa Bukti Potong yang sah, Wajib Pajak penyedia jasa tidak memiliki validasi resmi atas pembayaran pajak yang telah dilakukan.

Berdasarkan regulasi terbaru, terutama merujuk pada PER-1/PJ/2023 mengenai penyampaian Bukti Pemotongan/Pemungutan, pengguna jasa (selaku pemotong pajak) memiliki kewajiban untuk membuat dan memberikan Bukti Potong kepada penyedia jasa. Bukti Potong ini sekarang wajib dibuat melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi milik DJP.

Penyedia jasa sebagai pihak yang dipotong wajib memastikan telah menerima Bukti Potong tersebut untuk setiap pembayaran yang diterima. Dokumen ini harus disimpan dengan baik untuk dokumentasi audit internal dan juga sebagai bukti penyetoran pajak pada saat pemeriksaan. Hilangnya Bukti Potong dapat mempersulit proses validasi kepatuhan pajak. Oleh karena itu, membangun prosedur internal yang ketat untuk penerimaan, verifikasi, dan penyimpanan Bukti Potong merupakan praktik terbaik yang harus dijalankan setiap perusahaan konstruksi yang berorientasi pada kepatuhan pajak yang tinggi.

Your Top Questions About PPh Konstruksi Answered (FAQ)

Q1. Apakah PPh Jasa Konstruksi harus dibayar setiap proyek atau bulanan?

Kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2) Jasa Konstruksi tidak terikat pada selesainya satu proyek, melainkan terkait dengan saat pembayaran diterima oleh penyedia jasa atau saat terjadi pemotongan oleh pengguna jasa. Umumnya, pembayaran dari klien akan diterima secara bertahap atau termin (misalnya bulanan sesuai progres pekerjaan), sehingga penyetoran pajak juga akan dilakukan secara bulanan—paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah diterimanya penghasilan. Ini berarti, Anda tidak perlu menunggu proyek selesai 100% untuk memenuhi kewajiban pajak Anda.

Q2. Bagaimana jika saya tidak memiliki sertifikat badan usaha (SBU)?

Kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU) adalah penentu utama tarif PPh Final yang akan dikenakan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 2022, jika penyedia jasa konstruksi tidak memiliki SBU, tarif PPh Final yang dikenakan adalah yang tertinggi, yaitu sebesar 4%.

Ketentuan ini menunjukkan pentingnya memiliki SBU untuk mengoptimalkan kewajiban pajak. Sebagai contoh, kontraktor bersertifikasi kualifikasi kecil (SBU Kecil) hanya dikenakan tarif 1.75%, sedangkan yang tidak memiliki sertifikasi wajib menanggung tarif yang lebih besar. Pendapat ini didukung oleh analisis kepatuhan pajak oleh konsultan terdaftar, yang selalu menyarankan badan usaha segera mengurus sertifikasi resmi untuk kepastian tarif yang lebih rendah dan membangun kredibilitas (Authority) di mata otoritas pajak.

Q3. Apakah PPN dan PPh dikenakan secara bersamaan?

Ya, PPN dan PPh dikenakan secara bersamaan dan keduanya adalah dua jenis pajak yang memiliki objek yang berbeda. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dikenakan atas penyerahan jasa konstruksi itu sendiri. Jika penyedia jasa adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka penyerahan jasa dikenakan PPN sebesar 11%.

Sebaliknya, PPh Final Pasal 4 Ayat (2) Jasa Konstruksi dikenakan atas penghasilan (Income) yang diterima oleh penyedia jasa. Karena objeknya berbeda—satu atas konsumsi/penyerahan, yang lain atas pendapatan—maka kedua jenis pajak ini dapat (dan sering kali) dikenakan pada satu transaksi pembayaran yang sama. Pemahaman akan perbedaan mendasar ini adalah bentuk kompetensi (Expertise) Wajib Pajak dalam administrasi keuangan dan perpajakan.


Final Takeaways: Mastering Kepatuhan PPh Jasa Konstruksi 2024

Memahami dan secara akurat memenuhi kewajiban membayar PPh Pasal 4 Ayat (2) atas jasa konstruksi adalah fondasi krusial bagi keberlangsungan bisnis di sektor ini. Kepatuhan yang baik tidak hanya menghindari sanksi, tetapi juga membangun reputasi sebagai penyedia jasa yang bertanggung jawab dan kredibel.

3 Langkah Kunci Memastikan Kepatuhan Pajak

Untuk memitigasi risiko perpajakan dan mengoptimalkan kewajiban Anda, fokus pada tiga langkah strategis ini:

  • Prioritaskan verifikasi Sertifikat Badan Usaha (SBU) untuk memastikan penerapan tarif PPh yang paling menguntungkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 2022, tarif PPh Final yang dikenakan atas penghasilan jasa konstruksi sangat bergantung pada kualifikasi SBU Anda. Memiliki SBU yang valid dan sesuai kualifikasi (Kecil, Menengah, atau Besar) dapat secara signifikan menurunkan tarif pajak Anda dibandingkan dengan penyedia jasa yang tidak memiliki SBU. Verifikasi rutin adalah bukti otoritas dan keahlian Anda dalam mengelola aspek legal operasional.
  • Segera perbarui sistem akuntansi dan pelaporan Anda untuk mematuhi regulasi perpajakan jasa konstruksi terbaru. Perubahan peraturan, seperti yang disorot dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan PP No. 9/2022, menuntut penyesuaian cepat. Memastikan perangkat lunak atau tim akuntansi Anda familiar dengan Kode Akun Pajak (KAP) 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) yang tepat (misalnya 423 untuk setoran sendiri) mencerminkan kepercayaan dan akurasi operasional.

Langkah Selanjutnya: Audit Internal dan Konsultasi

Setelah memahami alur pembayaran, pelaporan, dan penerbitan bukti potong, langkah terbaik berikutnya adalah melakukan audit internal kecil. Tinjau semua transaksi konstruksi Anda selama setahun terakhir dan pastikan semua bukti potong (atau bukti setoran sendiri) telah didokumentasikan dengan baik dan telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Final 4(2). Jika Anda menemukan keraguan atau ketidaksesuaian, segera konsultasikan dengan konsultan pajak terdaftar. Investasi dalam panduan ahli adalah langkah proaktif yang menunjukkan keahlian dalam kepatuhan pajak.

Jasa Pembayaran Online
💬