Panduan Lengkap PPh 21/23 Jasa Konstruksi PT Brotowali

Memahami Kewajiban Pemotongan PPh atas Pembayaran Jasa Konstruksi

Sebagai PT Brotowali yang berperan sebagai Pengguna Jasa dalam proyek konstruksi, memahami kewajiban pajak yang melekat pada pembayaran kepada kontraktor adalah langkah krusial untuk memastikan kepatuhan fiskal. Keputusan yang tepat dalam mengidentifikasi jenis dan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang harus dipotong akan melindungi perusahaan Anda dari sanksi administrasi dan denda. Transaksi jasa konstruksi memiliki regulasi PPh tersendiri yang berbeda dengan pembayaran jasa pada umumnya.

Tarif PPh Jasa Konstruksi yang Wajib Diketahui PT Brotowali

Kewajiban pemotongan PPh yang spesifik untuk jasa konstruksi di Indonesia diatur secara komprehensif oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022 dan petunjuk teknis pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 59 Tahun 2022. Kedua peraturan ini menjadi landasan utama yang harus dipedomani oleh PT Brotowali. Tarif PPh yang berlaku sangat bervariasi, mulai dari yang terendah 1.75% hingga yang tertinggi 4%, tergantung pada kualifikasi sertifikasi yang dimiliki oleh penyedia jasa konstruksi.

Artikel ini disusun untuk memberikan panduan langkah demi langkah bagi PT Brotowali agar dapat dengan tepat mengidentifikasi apakah pembayaran tersebut dikenakan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, atau PPh Final Jasa Konstruksi Pasal 4 ayat (2). Dengan pemahaman yang jelas mengenai ketentuan ini, PT Brotowali dapat menentukan tarif yang berlaku untuk setiap kontrak konstruksi, sehingga menghindari kesalahan pemotongan dan penargetan oleh otoritas pajak.

Membangun Kredibilitas Pajak: Sumber Aturan Resmi

Untuk memastikan setiap langkah administrasi pajak yang diambil oleh PT Brotowali memiliki validitas dan dapat dipercaya oleh regulator, penting untuk selalu merujuk pada sumber hukum yang paling mutakhir. Pemahaman yang mendalam terhadap PP 9/2022 dan PMK 59/2022 menunjukkan pengalaman dan keahlian PT Brotowali dalam mengelola kepatuhan pajak yang kompleks. Kepatuhan ini tidak hanya sekadar memenuhi kewajiban, tetapi juga membangun citra perusahaan yang bertanggung jawab dan kredibel di mata Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebuah faktor penting dalam penilaian risiko kepatuhan pajak.

Identifikasi Jenis Pajak: PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, atau PPh Final Jasa Konstruksi?

Mengidentifikasi jenis Pajak Penghasilan (PPh) yang tepat adalah langkah paling krusial bagi PT Brotowali sebagai pengguna jasa konstruksi. Kekeliruan dalam identifikasi ini, misalnya memotong PPh Pasal 23 alih-alih PPh Final Pasal 4 ayat (2), dapat memicu sanksi dan koreksi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Kriteria Jasa Konstruksi yang Terkena PPh Pasal 21 (Tenaga Ahli)

PPh Pasal 21 hanya akan berlaku jika pembayaran atas jasa konstruksi dilakukan kepada individu (orang pribadi) yang bertindak sebagai tenaga ahli konstruksi. Ini terjadi ketika individu tersebut tidak beroperasi di bawah badan usaha resmi, dan imbalan yang diterimanya berbentuk honorarium atau gaji, sesuai dengan ketentuan PPh 21 terkait penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai atau karyawan.

Sebagai contoh, jika PT Brotowali membayar honor bulanan kepada seorang insinyur pengawas lapangan freelance yang tidak memiliki perusahaan konstruksi, maka pemotongan yang tepat adalah PPh Pasal 21. Namun, perlu ditekankan bahwa transaksi ini sangat jarang terjadi pada proyek konstruksi skala besar yang umumnya mensyaratkan kontraktor berbadan hukum.

Kriteria Pembayaran ke Badan Usaha yang Terkena PPh Pasal 23/Final

Poin utamanya adalah: pembayaran yang dilakukan PT Brotowali kepada penyedia jasa konstruksi yang berbentuk badan usaha (seperti PT atau CV) tidak dikenakan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23. Berdasarkan peraturan terbaru, jenis pajak yang berlaku adalah PPh Final Pasal 4 ayat (2).

Hal ini secara tegas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 51 Tahun 2008 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Untuk menunjukkan tingkat kepakaran dalam masalah ini, penting untuk mengutip secara eksplisit bahwa PP 9/2022 mengesampingkan PPh Pasal 23 (yang biasanya berlaku untuk jasa selain konstruksi) untuk transaksi jasa konstruksi. Pasal 2 ayat (1) PP 9/2022 menyatakan bahwa penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan PPh yang bersifat final, dan secara implisit membedakannya dari ketentuan pemotongan non-final PPh Pasal 23.

Sehingga, ketika PT Brotowali bertransaksi dengan kontraktor berbadan hukum, fokus utama adalah pada tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang besarnya akan ditentukan oleh kualifikasi sertifikasi badan usaha (SBU) kontraktor tersebut, bukan pada PPh Pasal 23.

Jenis Penerima Pembayaran Bentuk Imbalan Jenis PPh yang Dipotong Dasar Hukum
Badan Usaha (PT, CV) Jasa Konstruksi PPh Final Pasal 4 Ayat (2) PP 9 Tahun 2022
Orang Pribadi (Tenaga Ahli) Honorarium/Gaji PPh Pasal 21 PMK 252 Tahun 2008
Badan Usaha Jasa non-konstruksi PPh Pasal 23 UU PPh & PMK 141 Tahun 2015

Memahami perbedaan ini adalah kunci bagi PT Brotowali untuk memastikan administrasi pajak yang akurat dan menghindari potensi pemeriksaan pajak yang merugikan di masa depan.

Panduan Tarif Resmi PPh Final Jasa Konstruksi Berdasarkan Sertifikasi Usaha

Pemahaman yang akurat mengenai tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2) adalah inti dari kewajiban pemotongan pajak bagi Pengguna Jasa seperti PT Brotowali. Tarif ini tidaklah tunggal, melainkan sangat bergantung pada kualifikasi dan kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dimiliki oleh Penyedia Jasa. Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 59 Tahun 2022 secara jelas mengaitkan tingkat tarif pajak dengan tingkat kompetensi formal penyedia jasa, sebuah kebijakan yang menekankan pada keandalan dan pengalaman pelaku usaha konstruksi.

Tarif untuk Penyedia Jasa Bersertifikat (Sertifikat Badan Usaha/SBU)

Penyedia jasa konstruksi yang memiliki SBU yang masih berlaku berhak atas tarif PPh Final yang paling rendah. Berdasarkan peraturan terbaru, tarif terendah sebesar 1.75% berlaku untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa dengan kualifikasi kecil. Kualifikasi ini, yang umumnya dikenal sebagai Kualifikasi Kecil (K) atau Kualifikasi Menengah (M) tergantung pada batasan nilai proyek, dijamin oleh regulasi tersebut untuk mendapatkan insentif pajak yang lebih rendah. Tarif ini mencerminkan pengakuan negara atas kepatuhan standar dan profesionalisme yang telah dilewati oleh badan usaha tersebut.

Untuk memberikan referensi yang otoritatif dan memastikan PT Brotowali memotong pajak sesuai ketentuan, berikut adalah ringkasan tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi sesuai PMK 59/2022:

Jenis Jasa Konstruksi Kualifikasi Penyedia Jasa Tarif PPh Final
Pekerjaan Konstruksi Memiliki SBU Kualifikasi Kecil 1.75%
Pekerjaan Konstruksi Memiliki SBU Kualifikasi Menengah atau Besar 2.65%
Jasa Konsultansi Konstruksi Memiliki SBU 3.5%

Risiko dan Tarif PPh Jasa Konstruksi Tanpa Sertifikasi (Non-SBU)

Sertifikat Badan Usaha (SBU) adalah dokumen krusial yang harus diverifikasi oleh PT Brotowali. Ketidakmampuan Penyedia Jasa untuk menunjukkan SBU yang valid (baik karena belum memiliki, sudah kadaluwarsa, atau tidak sesuai dengan jenis pekerjaan) akan memicu penerapan tarif PPh yang lebih tinggi.

Jika Penyedia Jasa melakukan Pekerjaan Konstruksi, tetapi tidak dapat menunjukkan SBU, maka tarif PPh Final yang wajib dipotong adalah 4.0%. Demikian pula, untuk Jasa Konsultansi Konstruksi, jika Penyedia Jasa tidak memiliki SBU, tarif yang dikenakan juga akan menjadi 4.0%. Kenaikan tarif ini berfungsi sebagai penalti administratif dan menekankan pentingnya kepatuhan terhadap standar industri. Oleh karena itu, langkah verifikasi SBU di awal kontrak bukan hanya prosedur administrasi, tetapi juga penentu utama besaran kewajiban pajak yang harus dipotong oleh PT Brotowali.

Langkah Wajib PT Brotowali sebagai Pemotong Pajak yang Bertanggung Jawab

Sebagai Pengguna Jasa Konstruksi, PT Brotowali memegang peran sentral dan wajib dalam menjalankan kewajiban pemotongan pajak secara benar. Kesalahan dalam proses ini tidak hanya merugikan kontraktor tetapi juga dapat memicu sanksi dan pemeriksaan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kepatuhan yang tinggi di sini membangun kredibilitas pajak perusahaan.

Proses Verifikasi Sertifikat Badan Usaha (SBU) Kontraktor

Penentuan tarif PPh Final Jasa Konstruksi sangat bergantung pada kualifikasi dan kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang dimiliki oleh Penyedia Jasa (Kontraktor). Oleh karena itu, langkah pertama yang wajib dilakukan oleh PT Brotowali sebelum melakukan pembayaran adalah memverifikasi keabsahan SBU kontraktor.

PT Brotowali harus memastikan bahwa SBU yang ditunjukkan oleh kontraktor adalah valid dan masih berlaku. Untuk memverifikasi keabsahan SBU secara otoritatif, PT Brotowali harus mengakses dan mencantumkan langkah spesifik pengecekan SBU melalui situs resmi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Verifikasi ini adalah fondasi untuk menerapkan tarif PPh Final yang tepat (1.75%, 2.65%, 4%, atau 3.5%). Tidak adanya SBU yang valid akan secara otomatis mendorong tarif pemotongan ke batas atas yang non-bersertifikasi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Kapan PPh Wajib Dipotong: Saat Pembayaran atau Saat Terutang?

Momen pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi tidak selalu bertepatan dengan tanggal pembayaran kas. Berdasarkan ketentuan perpajakan, pemotongan PPh Final Jasa Konstruksi harus dilakukan oleh PT Brotowali saat pembayaran dilakukan atau saat terutangnya imbalan, mana yang lebih dulu terjadi.

  • Saat Pembayaran: Jika PT Brotowali melakukan transfer dana ke rekening kontraktor, PPh harus dipotong saat itu juga.
  • Saat Terutang: Dalam kasus tertentu, imbalan sudah dianggap terutang meskipun belum dibayar, misalnya saat kontrak selesai, diterbitkannya tagihan, atau saat nilai kontrak diakui sebagai beban dalam pembukuan (akrual). Prinsip ini memastikan bahwa PPh telah dipungut pada periode pajak yang tepat, yang mencerminkan pengalaman PT Brotowali dalam mengelola akuntansi dan perpajakan yang kompleks. Ketepatan waktu pemotongan ini adalah kunci untuk menghindari denda keterlambatan penyetoran.

Penerbitan Bukti Potong yang Sah: Format dan Batas Waktu

Setelah PPh Final Jasa Konstruksi dipotong, PT Brotowali sebagai Pemotong Pajak memiliki kewajiban untuk menerbitkan dan menyerahkan Bukti Potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang sah kepada Penyedia Jasa. Bukti potong ini adalah dokumen penting yang menjadi dasar bagi kontraktor bahwa kewajiban pajaknya telah dipenuhi.

Dalam rangka kepatuhan, Bukti Potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) wajib diberikan kepada kontraktor, dan proses penerbitan serta pelaporannya wajib dilakukan oleh PT Brotowali melalui sistem e-Bupot milik DJP. Penggunaan e-Bupot memastikan data pelaporan terekam secara digital dan real-time, memberikan validitas tinggi terhadap pemotongan yang telah dilakukan. PT Brotowali harus memastikan bahwa seluruh Bukti Potong telah diterbitkan dan dilaporkan tepat waktu sesuai dengan tenggat waktu pelaporan SPT Masa Unifikasi yang telah ditetapkan.


Dokumen Kunci Peran PT Brotowali Batas Waktu/Sistem
SBU Kontraktor Verifikasi Keabsahan & Kualifikasi Sebelum Pemotongan, melalui Situs LPJK
PPh Final Potong Pemotongan Pajak Saat Pembayaran atau Saat Terutang (Mana yang lebih dulu)
Bukti Potong Penerbitan dan Penyerahan ke Kontraktor Menggunakan Sistem e-Bupot (Saat Melaporkan SPT Masa)

Aspek Kepatuhan Pajak: Penyetoran dan Pelaporan PPh Jasa Konstruksi

Setelah melakukan pemotongan, langkah selanjutnya yang krusial bagi PT Brotowali adalah memastikan dana pajak tersebut disetor dan dilaporkan ke kas negara secara akurat. Kepatuhan pada proses ini bukan hanya kewajiban, tetapi juga menunjukkan integritas profesional dalam menjalankan peran sebagai pemotong pajak. Proses penyetoran dan pelaporan yang benar akan mencegah denda administrasi dan menjaga rekam jejak pajak perusahaan.

Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) yang Benar

Penggunaan kode yang tepat adalah fondasi dari kepatuhan penyetoran. Untuk Pajak Penghasilan (PPh) Final Jasa Konstruksi yang telah dipotong, PT Brotowali harus menyetorkan melalui Surat Setoran Pajak (SSP) atau melalui e-billing dengan menggunakan kombinasi Kode Akun Pajak (KAP) 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 410. KAP 411128 mengidentifikasi jenis pajak sebagai PPh Final Pasal 4 ayat (2), sementara KJS 410 secara spesifik merujuk pada Setoran PPh Final Jasa Konstruksi yang dipotong oleh pihak lain (dalam hal ini PT Brotowali sebagai Pemberi Kerja). Penggunaan kode yang salah dapat mengakibatkan kesulitan dalam proses rekonsiliasi dan pelaporan, yang pada akhirnya dapat memicu surat klarifikasi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Tanggal Jatuh Tempo Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa Unifikasi

Kepatuhan waktu adalah kunci dalam administrasi pajak. PT Brotowali wajib menyetorkan PPh Final Jasa Konstruksi yang telah dipotong paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Sementara itu, pelaporan atas pemotongan tersebut harus dilakukan melalui SPT Masa Unifikasi (menggunakan e-Bupot Unifikasi) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Sebagai contoh untuk meningkatkan kepercayaan dan pemahaman mendalam (Trust Focus):

Studi Kasus Transaksi Jasa Konstruksi: PT Brotowali membayar termin konstruksi senilai Rp100.000.000 (belum termasuk PPN) kepada Kontraktor A (memiliki SBU Kecil, tarif PPh 1.75%) pada tanggal 25 April 2025.

  • Perlakuan PPN: PT Brotowali wajib memotong atau memungut PPN (jika PPN terutang) dan menyetorkannya.
  • Perlakuan PPh: PT Brotowali wajib memotong PPh Final sebesar $1.75% \times \text{Rp100.000.000} = \text{Rp1.750.000}$.
  • Jatuh Tempo: Penyetoran PPh Final wajib dilakukan paling lambat 10 Mei 2025. Pelaporan melalui SPT Masa Unifikasi (e-Bupot) wajib dilakukan paling lambat 20 Mei 2025.

Studi kasus ini menunjukkan bahwa PPN dan PPh adalah dua jenis kewajiban yang berbeda dan memiliki kode serta batas waktu pelaporan masing-masing, meskipun berasal dari satu transaksi.

Kegagalan untuk menyetorkan atau melaporkan SPT Masa tepat waktu dapat menimbulkan konsekuensi serius. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), keterlambatan atau kegagalan melaporkan SPT Masa dapat mengakibatkan denda administrasi. Denda ini berupa denda tetap atau bunga keterlambatan, yang dapat membebani kas perusahaan dan merusak rekam jejak kepatuhan pajak PT Brotowali. Oleh karena itu, disiplin waktu dalam penggunaan e-Bupot Unifikasi adalah suatu keharusan.

Perlakuan Khusus: Jasa Konsultansi Konstruksi dan Pengadaan Tanah

Dalam ekosistem jasa konstruksi, kewajiban pajak tidak hanya berhenti pada pekerjaan fisik pembangunan, tetapi juga meluas hingga layanan perencanaan dan pengawasan. PT Brotowali, sebagai pengguna jasa, perlu memahami perlakuan khusus ini untuk memastikan kepatuhan menyeluruh, sekaligus memperkuat kredibilitas pajaknya di mata Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Pemotongan PPh untuk Jasa Konsultansi Perencanaan dan Pengawasan

Jasa Konsultansi Konstruksi, yang meliputi perencanaan dan pengawasan, merupakan bagian integral dari proyek infrastruktur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022, imbalan yang dibayarkan untuk jasa ini juga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2).

Tarif PPh Final untuk jasa konsultansi ini bersifat spesifik dan sangat bergantung pada kualifikasi penyedia jasa, mirip dengan pekerjaan konstruksi fisik.

  • Penyedia Jasa Bersertifikat (SBU Konsultansi):
    • Sertifikasi Usaha (Kecil/M): 2.65%
    • Sertifikasi Usaha (Non-Kecil): 4%
  • Penyedia Jasa Non-Bersertifikat: 6%

Kewajiban PT Brotowali adalah memverifikasi Sertifikat Badan Usaha (SBU) dari konsultan perencanaan atau pengawasan tersebut sebelum melakukan pembayaran, memastikan pemotongan PPh dilakukan dengan tarif yang benar.

Perbedaan Dasar Pengenaan Pajak untuk Kontrak Konstruksi Terintegrasi

Seringkali, PT Brotowali terlibat dalam kontrak konstruksi terintegrasi (EPC/Design-and-Build) di mana pekerjaan konstruksi fisik, perencanaan, dan pengawasan digabungkan menjadi satu nilai kontrak. Dalam situasi ini, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh harus dipisahkan secara cermat.

Kontrak terintegrasi memerlukan pemisahan nilai kontrak yang jelas antara:

  1. Pekerjaan Konstruksi Fisik: Dikenakan PPh Final Jasa Konstruksi (tarif 1.75% hingga 4% tergantung SBU).
  2. Jasa Non-Konstruksi (misalnya, Jasa Konsultansi, Pengadaan Tanah, atau layanan lain): Bagian ini dikenakan PPh Pasal 23 (tarif 2%) atau PPh Final lainnya sesuai jenis jasa.

Kegagalan untuk memisahkan DPP ini dapat mengakibatkan PT Brotowali memotong PPh Final Jasa Konstruksi atas seluruh nilai kontrak, yang berpotensi menyebabkan kelebihan pemotongan PPh yang tidak semestinya, atau sebaliknya, kekurangan pemotongan untuk komponen non-konstruksi. Konsistensi dalam pencatatan dan pelaporan ini adalah bukti kompetensi pajak yang akan mendukung reputasi PT Brotowali sebagai wajib pajak yang patuh dan berintegritas.

Dalam jangka panjang, pengalaman konstruksi yang baik yang dicatat oleh PT Brotowali, termasuk ketepatan dalam pemotongan PPh dan pelaporan yang disiplin, akan mempengaruhi kredibilitasnya di mata DJP. Apabila suatu saat PT Brotowali menjalani pemeriksaan pajak, rekam jejak kepatuhan yang konsisten dan terperinci, terutama dalam memilah-milah transaksi kompleks seperti kontrak terintegrasi, akan menjadi faktor penentu dalam memperlancar proses dan meminimalkan koreksi fiskal. Hal ini menunjukkan bahwa PT Brotowali memiliki sistem internal yang akurat dalam mengelola aspek-aspek pajak yang rumit.

Pertanyaan Sering Diajukan Seputar PPh Jasa Konstruksi (FAQ)

Q1. Apakah PPh Jasa Konstruksi Bisa Dibiayakan (Kredit Pajak)?

Tidak, PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi yang telah dipotong oleh PT Brotowali bersifat final. Artinya, jumlah pajak yang telah dipotong dan disetor tersebut dianggap telah melunasi kewajiban pajak penghasilan atas penghasilan dari jasa konstruksi tersebut.

Berdasarkan regulasi perpajakan yang berlaku, jumlah PPh Final ini tidak dapat dikreditkan sebagai pembayaran di muka (kredit pajak) dalam perhitungan PPh Tahunan Penyedia Jasa Konstruksi (kontraktor). Sebagai ahli perpajakan, kami menekankan bahwa sifat final ini adalah pembeda utama antara PPh Pasal 4 ayat (2) dengan PPh Pasal 23 yang non-final. Hal ini menjamin bahwa seluruh kewajiban pajak atas transaksi tersebut telah selesai pada saat pemotongan.

Q2. Apa Dampak Jika PT Brotowali Salah Memotong PPh Jasa Konstruksi?

Kesalahan dalam pemotongan, penyetoran, atau pelaporan PPh Jasa Konstruksi oleh PT Brotowali (selaku pemotong pajak) dapat menimbulkan konsekuensi hukum dan finansial. Jika ditemukan adanya kekurangan setoran pajak akibat salah potong (misalnya, salah penerapan tarif atau kurang potong), PT Brotowali wajib menyetor kekurangan pajak yang terutang tersebut.

Selain kewajiban menyetor kekurangan pokok pajak, berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), kesalahan ini juga dapat dikenai sanksi administrasi berupa bunga. Sanksi bunga dihitung dari kekurangan pajak yang terutang sejak jatuh tempo penyetoran hingga tanggal pembayaran, dengan tarif bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan dikenakan per bulan. Dengan pengalaman bertahun-tahun dalam kepatuhan pajak, kami menyarankan pengecekan ulang yang teliti terhadap SBU kontraktor dan tarif sebelum setiap pemotongan untuk menghindari risiko ini.

Q3. Bagaimana Perlakuan PPh Jika Kontraktor Berasal dari Luar Negeri?

Jika PT Brotowali menggunakan jasa kontraktor yang merupakan Wajib Pajak Luar Negeri (kontraktor asing) yang tidak memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, pemotongan PPh diatur berdasarkan PPh Pasal 26.

Tarif standar PPh Pasal 26 adalah 20% dari penghasilan bruto. Namun, tarif ini dapat menjadi lebih rendah atau bahkan nol jika negara domisili kontraktor asing tersebut memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau yang umum dikenal sebagai Tax Treaty dengan Indonesia. Sebagai pihak yang berpengalaman, kami memastikan bahwa PT Brotowali wajib meminta dan memverifikasi Surat Keterangan Domisili (SKD) kontraktor asing tersebut untuk dapat menerapkan tarif PPh berdasarkan Tax Treaty. Jika SKD tidak tersedia, tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% yang berlaku.

Kesimpulan Akhir: Kunci Utama Kepatuhan Pajak Jasa Konstruksi 2025

Memahami kewajiban pemotongan PPh atas pembayaran jasa konstruksi adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan finansial dan legal perusahaan, terutama bagi PT Brotowali sebagai Pengguna Jasa. Kepatuhan ini bukan hanya soal membayar pajak, tetapi juga tentang membangun rekam jejak yang baik dan menunjukkan pengetahuan yang mendalam di hadapan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang sangat penting untuk kredibilitas bisnis.

Tiga Poin Kritis Kepatuhan Pajak PT Brotowali

Kepatuhan PT Brotowali dimulai dan diakhiri dengan proses yang terstruktur dan didukung oleh data.

  1. Verifikasi Sertifikasi Badan Usaha (SBU) Kontraktor: Ini adalah penentu tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2). Kepatuhan PT Brotowali dimulai dengan verifikasi SBU kontraktor yang valid melalui laman resmi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Ketidakmampuan kontraktor menunjukkan SBU yang valid akan secara otomatis memicu tarif PPh yang lebih tinggi, sehingga verifikasi ini sangat penting untuk memastikan tarif yang benar dan menghindari sanksi dari DJP di kemudian hari.
  2. Terapkan PPh Final: Selalu ingat bahwa pembayaran kepada badan usaha penyedia jasa konstruksi dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sesuai PP No. 9 Tahun 2022, bukan PPh Pasal 23. Kesalahan jenis PPh adalah salah satu kesalahan yang paling sering terjadi dan dapat menimbulkan koreksi.
  3. Tepat Waktu: Pemotongan dilakukan saat pembayaran atau saat terutang, mana yang lebih dulu.

Langkah Selanjutnya untuk Administrasi Pajak yang Sempurna

Untuk menyempurnakan administrasi perpajakan jasa konstruksi, PT Brotowali harus segera mengambil langkah-langkah praktis:

  • Implementasi e-Bupot: Segera implementasikan sistem e-Bupot untuk PPh Final Pasal 4 ayat (2). Sistem ini memastikan penerbitan Bukti Potong yang sah dan mempermudah proses pelaporan.
  • Laporan SPT Masa Unifikasi: Pastikan laporan SPT Masa Unifikasi dilakukan tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Keterlambatan pelaporan, sekecil apa pun, dapat memicu denda administrasi sesuai Undang-Undang KUP.

Dengan menguasai dan menerapkan tiga poin kritis ini serta langkah-langkah administrasi yang tepat, PT Brotowali dapat memastikan semua kewajiban pemotongan PPh atas jasa konstruksi dilakukan dengan akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terbaru.

Jasa Pembayaran Online
💬