Panduan Lengkap Cara Pembayaran Pajak Jasa Konstruksi (PPN & PPh Final)

Memahami Kewajiban dan Cara Pembayaran Pajak Jasa Konstruksi Terbaru

PPh Final Jasa Konstruksi: Definisi dan Mekanisme Pembayaran Cepat

Sektor jasa konstruksi di Indonesia memiliki ketentuan perpajakan yang spesifik, yaitu pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final. Berdasarkan regulasi terbaru, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022, PPh ini dikenakan atas nilai penghasilan bruto yang diperoleh dari kegiatan usaha jasa konstruksi. Sifat “final” di sini berarti pajak yang telah dipotong atau disetor dianggap telah melunasi kewajiban PPh atas penghasilan tersebut dan tidak dapat dikreditkan pada perhitungan PPh Tahunan. Ketentuan ini memberikan kepastian hukum dan memudahkan administrasi bagi Wajib Pajak di industri konstruksi.

Pembayaran PPh Final Jasa Konstruksi dapat dilakukan melalui dua mekanisme utama. Pertama adalah mekanisme Potong/Pungut, di mana Pengguna Jasa (Pemberi Kerja), seperti instansi pemerintah atau BUMN, wajib memotong pajak langsung dari pembayaran yang mereka berikan kepada Penyedia Jasa. Kedua adalah mekanisme Setor Sendiri, di mana Penyedia Jasa (Kontraktor) bertanggung jawab untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri PPh final yang terutang, umumnya berlaku jika Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak.

Meningkatkan Kualitas dan Kepercayaan Pelaporan Pajak Anda

Kepatuhan terhadap regulasi pajak di sektor konstruksi sangat penting untuk membangun kepercayaan dan otoritas perusahaan di mata regulator dan mitra bisnis. Ketika melaporkan pajak, Penyedia Jasa harus memastikan bahwa klasifikasi layanan dan kualifikasi usaha (kepemilikan Sertifikat Badan Usaha/SBU) telah diterapkan dengan benar karena sangat memengaruhi tarif PPh final yang dikenakan. Untuk meningkatkan kualitas dan keakuratan pelaporan, penting bagi setiap kontraktor untuk selalu merujuk pada ketentuan yang termaktub dalam PP No. 9 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri Keuangan turunannya. Pelaporan yang akurat dan tepat waktu membuktikan keahlian operasional perusahaan, meminimalkan risiko sanksi, dan membangun reputasi terpercaya di industri yang sangat diatur ini.

Tarif PPh Final Jasa Konstruksi: Mengenali Persentase Sesuai Kualifikasi Usaha

Salah satu elemen paling krusial dalam kepatuhan pajak jasa konstruksi adalah penetapan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final yang benar. Saat ini, tarif PPh Final untuk pekerjaan konstruksi di Indonesia bervariasi antara 1,75% hingga 4% dari nilai kontrak bruto, dan penentuan persentase ini sangat bergantung pada dua faktor utama: jenis layanan yang diberikan (pelaksanaan atau konsultansi) dan yang paling penting, kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU) oleh penyedia jasa. Memahami kualifikasi ini adalah langkah awal untuk memastikan Anda tidak salah bayar atau dikenakan tarif yang lebih tinggi.

Tabel Rincian Tarif PPh Final Berdasarkan PP No. 9 Tahun 2022

Perubahan signifikan dalam tarif pajak konstruksi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022, yang menggantikan regulasi sebelumnya (PP No. 51 Tahun 2008). Perubahan ini bertujuan untuk mendorong peningkatan profesionalisme dan standar industri melalui insentif pajak bagi kontraktor yang tersertifikasi.

Untuk memberikan kejelasan dan meningkatkan kepercayaan pada data ini, kami merujuk langsung pada Pasal 3 PP No. 9 Tahun 2022. Berikut adalah perbandingan tarif PPh Final Jasa Konstruksi yang berlaku saat ini:

Jenis Jasa Konstruksi Kualifikasi (SBU) Tarif PPh Final (PP 9/2022) Tarif Lama (PP 51/2008)
Pelaksanaan Konstruksi Memiliki SBU Kualifikasi Kecil 1,75% 2%
Memiliki SBU Kualifikasi Menengah & Besar 2,65% 3%
Tidak Memiliki SBU 4,00% 4%
Konsultansi Konstruksi Memiliki SBU 3,50% 4%
Tidak Memiliki SBU 6,00% 6%
Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Memiliki SBU 2,65% 3%
Tidak Memiliki SBU 4,00% 4%

Implikasi Kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU) terhadap Tarif Pajak

Kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU) kini memiliki implikasi finansial yang sangat besar dan menjadi pembeda utama dalam tarif PPh Final. Sebagai contoh spesifik, bagi penyedia jasa pelaksanaan konstruksi yang berhasil mengantongi SBU kualifikasi kecil, tarif yang berlaku atas nilai kontraknya adalah 1,75%. Persentase ini secara langsung memberikan keuntungan dibandingkan dengan tarif lama (2%) dan jauh lebih rendah daripada tarif yang dikenakan kepada penyedia jasa yang tidak memiliki SBU, yaitu sebesar 4%.

Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan otoritas dan keahlian (sebuah pilar penting dalam kualitas konten) di sektor konstruksi. Badan usaha yang memiliki SBU menunjukkan bahwa mereka telah diakui secara resmi dan profesional, sehingga mereka diberikan insentif berupa tarif pajak yang lebih rendah. Sebaliknya, tarif 4% (untuk pelaksanaan) dan 6% (untuk konsultansi) dikenakan sebagai disinsentif bagi badan usaha yang beroperasi tanpa sertifikasi yang diakui. Oleh karena itu, bagi setiap kontraktor, langkah strategis pertama dalam manajemen pajak adalah memastikan SBU Anda valid dan terkini.

Alur Pembayaran PPh Final Jasa Konstruksi dengan Mekanisme Setor Sendiri

Mekanisme Setor Sendiri (atau Setor Tunai) berlaku bagi Penyedia Jasa Konstruksi yang menerima pembayaran dari pengguna jasa non-pemotong pajak, seperti wajib pajak orang pribadi atau perusahaan swasta yang tidak ditunjuk sebagai pemotong. Memastikan proses penyetoran yang benar adalah kunci untuk menghindari denda administrasi. Berdasarkan ketentuan terbaru, batas waktu penyetoran PPh Final Jasa Konstruksi yang dilakukan dengan mekanisme setor sendiri adalah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan penerimaan pembayaran dari pengguna jasa.

Langkah 1: Pembuatan Kode Billing (e-Billing) di DJP Online

Tahap awal dan terpenting dalam pembayaran pajak secara mandiri adalah pembuatan Kode Billing. Sistem ini memastikan pembayaran Anda tercatat dengan benar di kas negara.

Untuk PPh Final Jasa Konstruksi yang disetor sendiri, pastikan Anda menggunakan kode yang benar:

  • Kode Akun Pajak (KAP): $\text{411128}$ (PPh Final Pasal 4 Ayat (2))
  • Kode Jenis Setoran (KJS): $\text{409}$ (Setoran Masa PPh Final Jasa Konstruksi)

Keakuratan dalam memasukkan kode ini merupakan bukti keahlian dan ketelitian Anda dalam memproses kewajiban pajak. Kesalahan kode dapat mengakibatkan penalti dan proses koreksi yang memakan waktu.

Panduan Resmi Pembuatan e-Billing (Diakses via DJP Online):

  1. Akses laman resmi DJP Online menggunakan NPWP dan password Anda.
  2. Pilih menu “Bayar”, lalu “e-Billing”.
  3. Isi formulir Surat Setoran Elektronik (SSE) dengan teliti:
    • Jenis Pajak: Pilih 411128 (PPh Final Pasal 4 Ayat (2)).
    • Jenis Setoran: Pilih 409 (Setoran Masa PPh Final Jasa Konstruksi).
    • Masa Pajak: Pilih bulan dan tahun diterimanya penghasilan.
    • Jumlah Setor: Isi nilai PPh Final terutang (DPP Bruto $\times$ Tarif PPh Final).
  4. Klik “Buat Kode Billing” dan konfirmasi data. Kode Billing yang terbit berlaku 24 jam.

Langkah 2: Proses Penyetoran Pajak Melalui Bank/Pos Persepsi

Setelah Kode Billing berhasil dibuat, segera lakukan penyetoran sebelum batas waktu tanggal 15 bulan berikutnya.

Proses penyetoran dapat dilakukan melalui berbagai kanal:

  • Teller Bank/Pos Persepsi: Datang ke bank atau kantor pos terdekat dan berikan Kode Billing kepada teller.
  • ATM: Pilih menu pembayaran pajak/penerimaan negara.
  • Internet/Mobile Banking: Sebagian besar layanan perbankan kini memiliki fitur pembayaran pajak negara.

Setelah pembayaran sukses, Anda akan menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang sah. BPN ini adalah dokumen resmi yang membuktikan bahwa Anda telah melunasi kewajiban PPh Final Anda.

Langkah 3: Pencatatan dan Pelaporan SPT Masa PPh Final

Meskipun PPh ini bersifat final (tidak dikreditkan di SPT Tahunan), Penyedia Jasa Konstruksi tetap memiliki kewajiban pelaporan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Final. Kepatuhan ini menunjukkan integritas dan rekam jejak yang baik di mata otoritas pajak.

Pelaporan SPT Masa PPh Final Jasa Konstruksi dilakukan menggunakan aplikasi e-Bupot Unifikasi atau melalui fitur e-Reporting di DJP Online, dengan batas waktu pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan penerimaan pembayaran.

Pastikan data yang dilaporkan, terutama nilai DPP (Dasar Pengenaan Pajak) dan PPh terutang, sesuai dengan nilai yang tertera pada Kode Billing dan Bukti Penerimaan Negara (BPN) Anda. Konsistensi data ini sangat penting untuk mendukung kepercayaan dan akuntabilitas pelaporan Anda.

Prosedur Pemotongan PPh oleh Pengguna Jasa (Pemotong Pajak)

Kriteria Pengguna Jasa yang Wajib Melakukan Pemotongan (Withholding Tax)

Dalam skema perpajakan jasa konstruksi, tidak semua pembayaran PPh Final dilakukan dengan mekanisme Setor Sendiri oleh Penyedia Jasa. Terdapat mekanisme Potong/Pungut (Withholding Tax) di mana Pengguna Jasa bertindak sebagai pemotong pajak. Pengguna Jasa yang diklasifikasikan sebagai pemotong pajak meliputi badan pemerintah (seperti instansi kementerian dan lembaga), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau subjek pajak badan lainnya yang ditunjuk sesuai peraturan.

Ketika Pengguna Jasa ini melakukan pembayaran, baik berupa uang muka, termin, maupun pelunasan kepada Penyedia Jasa (Kontraktor), mereka memiliki kewajiban untuk memotong langsung PPh Final atas penghasilan bruto tersebut. Ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan dan akuntabilitas dalam pemungutan pajak sejak dini. Dengan demikian, Penyedia Jasa sudah dianggap melunasi kewajiban PPh Final-nya saat menerima pembayaran bersih (setelah dipotong pajak).

Tata Cara Penerbitan Bukti Potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi

Bagi Penyedia Jasa (Kontraktor), bukti terpenting yang harus dimiliki sebagai bukti pelunasan pajak adalah Bukti Potong PPh Final Jasa Konstruksi yang diterbitkan oleh Pengguna Jasa. Setelah melakukan pemotongan, Pengguna Jasa wajib menerbitkan Bukti Potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan menyerahkannya kepada Penyedia Jasa.

Penerbitan Bukti Potong yang benar dan tepat waktu adalah elemen kunci untuk validasi dan kredibilitas pelaporan pajak Penyedia Jasa. Tanpa bukti ini, Penyedia Jasa akan kesulitan membuktikan bahwa PPh Final atas penghasilan mereka telah dipotong dan disetorkan. Pastikan Bukti Potong tersebut mencantumkan informasi yang lengkap dan akurat, termasuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kedua belah pihak, nilai kontrak bruto yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP), tarif yang digunakan, dan jumlah PPh Final yang dipotong.

Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan oleh Pemotong Pajak

Kewajiban Pengguna Jasa (sebagai pemotong pajak) tidak berhenti pada pemotongan dan penerbitan bukti potong saja. Mereka juga bertanggung jawab penuh atas penyetoran PPh Final yang telah dipotong ke kas negara. Untuk menjamin proses yang tepercaya dan sesuai regulasi, mengacu pada ketentuan yang berlaku, Pengguna Jasa harus menyetorkan PPh Final yang telah dipotong paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya penghasilan.

Misalnya, jika pembayaran termin dilakukan pada tanggal 20 November, PPh yang dipotong harus disetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 Desember. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur tata cara pemotongan dan penyetoran pajak. Setelah penyetoran, Pengguna Jasa wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran tersebut melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 4 ayat (2) secara tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Ketepatan waktu dalam penyetoran dan pelaporan adalah indikator profesionalisme dan kepatuhan hukum yang harus dipenuhi oleh setiap pemotong pajak.

Menghitung Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Contoh Perhitungannya

Memahami Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah langkah fundamental dalam menghitung kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) Final Jasa Konstruksi yang terutang. Kesalahan dalam menentukan dasar ini akan berdampak langsung pada jumlah pajak yang harus dibayar.

Bagaimana Nilai Kontrak Bruto Menjadi Dasar Perhitungan PPh Final?

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Final Jasa Konstruksi adalah jumlah pembayaran atau penerimaan nilai kontrak bruto. Penting untuk dicatat bahwa nilai kontrak bruto ini tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artinya, jika nilai total kontrak adalah Rp111.000.000, di mana Rp11.000.000 adalah PPN (11%), maka DPP yang digunakan untuk menghitung PPh Final adalah nilai sebelum PPN, yaitu Rp100.000.000. Ini memastikan bahwa PPh Final hanya dikenakan atas penghasilan usaha penyedia jasa konstruksi.

Studi Kasus 1: Perhitungan PPh Final untuk Pekerjaan Konstruksi (Sertifikat Kecil)

Untuk memberikan pemahaman praktis mengenai perhitungan pajak ini, mari kita gunakan simulasi perhitungan berdasarkan tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 2022.

Skenario:

  • Jenis Jasa: Pelaksanaan Konstruksi (Pekerjaan Fisik).
  • Kualifikasi: Memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) kualifikasi Kecil.
  • Nilai Kontrak Bruto (DPP): Rp500.000.000 (tidak termasuk PPN).

Berdasarkan Pasal 3 PP No. 9 Tahun 2022, tarif PPh Final untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil adalah 1,75%.

Perhitungan PPh Final Terutang:

$$PPh Final = DPP \times Tarif$$ $$PPh Final = Rp500.000.000 \times 1,75%$$ $$PPh Final = Rp8.750.000$$

Jumlah PPh Final sebesar Rp8.750.000 inilah yang wajib disetor ke kas negara. Perusahaan yang telah lama berkecimpung di industri ini memiliki pengalaman bahwa ketepatan kualifikasi SBU sangat berpengaruh; jika sertifikat ini tidak dimiliki, tarif yang berlaku adalah 4%, yang secara signifikan melipatgandakan beban pajak.

Studi Kasus 2: Perhitungan PPh Final untuk Jasa Konsultansi Konstruksi (Tanpa Sertifikat)

Kasus berikut menyoroti pentingnya kepemilikan sertifikat, yang menjadi fokus utama pemerintah dalam menetapkan tarif pajak.

Skenario:

  • Jenis Jasa: Jasa Konsultansi Konstruksi.
  • Kualifikasi: Tidak memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU).
  • Nilai Kontrak Bruto (DPP): Rp100.000.000 (tidak termasuk PPN).

Berdasarkan PP No. 9 Tahun 2022, tarif PPh Final untuk Jasa Konsultansi Konstruksi yang tidak memiliki kualifikasi usaha (tidak memiliki SBU) adalah 6%.

Perhitungan PPh Final Terutang:

$$PPh Final = DPP \times Tarif$$ $$PPh Final = Rp100.000.000 \times 6%$$ $$PPh Final = Rp6.000.000$$

Dalam studi kasus ini, PPh Final Terutang adalah Rp6.000.000. Perbedaan tarif 1,75% vs 6% ini merupakan insentif tegas dari pemerintah untuk mendorong penyedia jasa konstruksi, termasuk jasa konsultansi, agar meningkatkan standar bisnis dan kepatuhan melalui proses sertifikasi resmi.


Kategori Jasa Kualifikasi Usaha (SBU) Tarif PPh Final (PP 9/2022) Simulasi PPh (DPP Rp100 Juta)
Pelaksanaan Konstruksi Kecil 1,75% Rp1.750.000
Pelaksanaan Konstruksi Non-Kualifikasi 4% Rp4.000.000
Konsultansi Konstruksi Tanpa Kualifikasi 6% Rp6.000.000

Simulasi di atas memberikan nilai nyata dengan memperlihatkan dampak langsung dari kepemilikan kualifikasi terhadap besaran pajak yang harus dilunasi.

Kewajiban PPN atas Jasa Konstruksi: Mekanisme dan Batas Waktu

Selain PPh Final, penyedia jasa konstruksi wajib memperhatikan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN memiliki mekanisme dan batas waktu yang berbeda, dan pemahaman yang tepat akan mencegah sanksi pajak dan memastikan harga kontrak yang akurat.

Objek PPN dalam Sektor Jasa Konstruksi (PKP dan Non-PKP)

Secara regulasi, jasa konstruksi dikategorikan sebagai Jasa Kena Pajak (JKP). Oleh karena itu, jika penyedia jasa—yaitu kontraktor atau konsultan konstruksi—telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka setiap penyerahan jasa konstruksi yang dilakukannya wajib dikenakan PPN sebesar 11%.

Bagi penyedia jasa yang statusnya masih Non-PKP, mereka tidak diperkenankan memungut PPN. Hal ini menjadi pembeda penting dalam penawaran harga dan pembukuan. Untuk meningkatkan kualitas dan kepercayaan pelaporan Anda, pastikan Anda memahami ambang batas PKP saat ini dan mengukuhkan diri sesuai ketentuan untuk menghindari masalah kepatuhan di kemudian hari.

Penerbitan Faktur Pajak dan Tanggal Penyerahan Jasa Kena Pajak

Ketepatan waktu dalam penerbitan Faktur Pajak sangat krusial dalam kepatuhan PPN. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN, saat terutangnya PPN terjadi pada momen krusial berikut:

  • Saat penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dilakukan, atau
  • Saat pembayaran diterima (baik uang muka maupun pembayaran termin), mana pun yang terjadi lebih dulu.

Dalam praktik kontrak konstruksi, tanggal pembayaran termin atau penerimaan uang muka seringkali mendahului tanggal penyelesaian fisik pekerjaan, sehingga tanggal tersebut menjadi penentu saat terutangnya PPN. Oleh karena itu, ketepatan tanggal pada Faktur Pajak yang Anda terbitkan tidak hanya memastikan Anda mematuhi regulasi, tetapi juga memberikan dasar yang kuat bagi Pengguna Jasa untuk mengkreditkan PPN Masukan mereka.

Mekanisme PPN Dipungut Sendiri vs. Dipungut oleh Bendahara

Mekanisme pemungutan PPN dalam sektor konstruksi dapat terbagi menjadi dua, bergantung pada jenis pengguna jasanya:

  • Mekanisme Dipungut Sendiri: Ini berlaku jika Pengguna Jasa adalah pihak swasta atau bukan termasuk pemungut PPN yang diwajibkan. Penyedia Jasa (PKP) wajib memungut PPN sebesar 11% dari nilai kontrak bruto (tidak termasuk PPh Final) dan menyetorkan serta melaporkannya sendiri melalui SPT Masa PPN.
  • Mekanisme Dipungut oleh Bendahara: Jika Pengguna Jasa adalah instansi Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ditunjuk sebagai pemungut PPN, maka PPN 11% akan dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pengguna Jasa. Dalam hal ini, Penyedia Jasa akan menerima bukti pungut PPN dari Pemungut PPN.

Anda harus memastikan bahwa sistem pembukuan Anda dapat membedakan kedua mekanisme ini. Pemahaman ini penting untuk kredibilitas karena mekanisme pemungutan yang salah dapat menyebabkan PPN terutang dianggap belum dilunasi, berujung pada koreksi dan sanksi.

Pertanyaan Umum Seputar Pembayaran Pajak dan Pelaporan Jasa Konstruksi

Q1. Apakah PPh Final Jasa Konstruksi Boleh Dikreditkan?

Tidak. Pajak Penghasilan (PPh) Final Jasa Konstruksi yang telah dibayarkan atau dipotong oleh pengguna jasa tidak boleh dikreditkan atau diperhitungkan sebagai pembayaran di muka dalam perhitungan PPh Badan Tahunan. Sesuai dengan sifatnya yang final berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh, pajak ini dianggap sudah melunasi seluruh kewajiban pajak atas penghasilan yang diterima dari pekerjaan jasa konstruksi tersebut. Pemahaman ini sangat penting bagi setiap kontraktor karena memengaruhi perhitungan laba bersih setelah pajak.

Q2. Apa Sanksi Jika Terlambat Membayar dan Melapor PPh Jasa Konstruksi?

Keterlambatan dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat menimbulkan sanksi yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Sanksi keterlambatan pembayaran PPh Final Jasa Konstruksi, baik yang disetor sendiri maupun yang dipotong, dapat berupa bunga yang dihitung berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku sejak tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Sementara itu, keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Final akan dikenakan denda administratif sesuai ketentuan dalam UU KUP. Kepatuhan waktu penyetoran dan pelaporan adalah elemen krusial dalam administrasi pajak yang baik.

Q3. Bagaimana Ketentuan PPh Final jika Kontrak Ditandatangani Sebelum PP 9/2022?

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022 mengatur tarif PPh Final Jasa Konstruksi yang berlaku efektif mulai 21 Februari 2022. Secara umum, ketentuan perpajakan mengikuti peraturan yang berlaku pada saat terjadinya pembayaran atau pemotongan. Ini berarti, meskipun kontrak ditandatangani sebelum PP 9/2022, jika pembayaran atau penerimaan penghasilan bruto terjadi setelah tanggal berlakunya PP tersebut, maka tarif yang digunakan adalah tarif baru yang tercantum dalam PP No. 9 Tahun 2022. Konsultasikan dengan konsultan pajak untuk memastikan implementasi tarif yang benar pada kontrak yang sedang berjalan untuk menjaga otoritas dalam pelaporan Anda.

Q4. Apa Kode Jenis Setoran (KJS) PPh Jasa Konstruksi yang Benar?

Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final Jasa Konstruksi adalah 411128 (PPh Final Pasal 4 Ayat 2). Untuk pembayaran yang dilakukan melalui mekanisme setor sendiri oleh Penyedia Jasa (kontraktor), Kode Jenis Setoran (KJS) yang berlaku saat ini adalah 409. Penggunaan kombinasi KAP 411128 dan KJS 409 dalam pembuatan e-Billing adalah hal wajib untuk memastikan setoran pajak tercatat dengan benar sebagai pelunasan PPh Final Jasa Konstruksi Anda.

Final Takeaways: Strategi Memastikan Kepatuhan Pajak Konstruksi Anda

Tiga Poin Kunci Kepatuhan Pajak Kontraktor (Kualifikasi, Tarif, Waktu)

Memastikan kepatuhan pajak dalam sektor jasa konstruksi berpusat pada tiga pilar utama. Kunci kepatuhan pertama adalah memahami bahwa tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final yang Anda bayarkan sangat bergantung pada kepemilikan dan kualifikasi Sertifikat Badan Usaha (SBU). Penyedia jasa yang tidak memiliki SBU akan dikenakan tarif tertinggi, berkisar antara 4% hingga 6%, sesuai dengan jenis jasanya. Hal ini menunjukkan bahwa investasi dalam perizinan dan kualifikasi usaha yang tepat dapat secara signifikan mengurangi beban pajak. Pilar kedua adalah pemahaman yang mendalam mengenai Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 2022. Pastikan seluruh perhitungan dan pembayaran menggunakan tarif baru dan kode setoran yang benar (KJS 409 untuk setor sendiri) untuk memvalidasi legalitas transaksi dan menghindari koreksi pajak di masa depan. Pilar ketiga adalah ketepatan waktu pelaporan dan penyetoran, baik Anda melakukan setor sendiri maupun menerima Bukti Potong dari Pengguna Jasa.

Langkah Berikutnya: Konsultasi dan Audit Internal

Untuk memitigasi risiko sanksi pajak dan memastikan bahwa usaha konstruksi Anda berjalan dengan tingkat kredibilitas dan profesionalisme yang tinggi di mata otoritas, ada dua langkah strategis yang harus segera dilakukan. Pertama, lakukan audit internal rutin terhadap seluruh dokumen perpajakan, khususnya Bukti Potong PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang Anda terima dan Faktur Pajak PPN yang Anda terbitkan. Mencocokkan data ini dengan catatan akuntansi Anda adalah praktik yang disarankan oleh banyak konsultan pajak. Kedua, jika Anda baru saja memperbarui kualifikasi SBU atau jika kontrak Anda melintasi masa transisi PP No. 9 Tahun 2022, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan profesional perpajakan.


Jasa Pembayaran Online
💬