Kode Pembayaran PPh 23 Jasa Pengiriman: Panduan Lengkap & SSP

Panduan Kode Pembayaran PPh 23 Jasa Pengiriman yang Benar

Definisi Singkat: Kode Jenis Setoran untuk PPh 23 Jasa Pengiriman

Kepatuhan dalam administrasi perpajakan dimulai dari penggunaan kode yang tepat. Khusus untuk Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang dipotong atas jasa pengiriman atau ekspedisi, kode yang wajib Anda gunakan adalah 411124-104. Angka ini memadukan Kode Akun Pajak (KAP) 411124 yang mengacu pada jenis PPh Pasal 23, dan Kode Jenis Setoran (KJS) 104 yang spesifik untuk jasa pengiriman. Panduan ini dirancang untuk memberikan langkah demi langkah yang jelas dalam pembuatan Surat Setoran Pajak (SSP) atau Kode Billing, memastikan setoran pajak Anda terekam dengan valid dan tepat waktu oleh otoritas pajak.

Dasar Hukum Pemotongan dan Pemungutan PPh 23

Pemotongan PPh Pasal 23 bukanlah tindakan sukarela, melainkan kewajiban yang diatur oleh undang-undang. Kewajiban pemotongan pajak atas penghasilan berupa jasa (termasuk jasa pengiriman) diatur secara umum dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Untuk membangun kredibilitas, penting untuk dicatat bahwa dasar hukum spesifik terkait objek dan tarif PPh Pasal 23, termasuk jasa pengiriman, dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku. Pemahaman terhadap dasar hukum ini adalah fondasi untuk memastikan bahwa setiap transaksi pemotongan dan penyetoran pajak Anda memiliki landasan hukum yang kuat.

Memahami Komponen Kunci Surat Setoran Pajak (SSP)

Proses pembayaran PPh Pasal 23 yang sah dan terekam dengan benar oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sangat bergantung pada dua elemen identifikasi utama dalam Surat Setoran Pajak (SSP) atau Kode Billing: Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS). Memahami perbedaan dan fungsi keduanya adalah fondasi kepatuhan yang benar.

Kode Akun Pajak (KAP) PPh Pasal 23

Kode Akun Pajak (KAP) berfungsi sebagai kategori atau klasifikasi besar jenis pajak yang sedang dibayarkan. Untuk PPh Pasal 23, Kode Akun Pajak yang wajib digunakan adalah 411124. Kode ini secara spesifik merujuk pada “Pajak Penghasilan Pasal 23,” mengidentifikasi bahwa setoran tersebut ditujukan untuk pelunasan kewajiban PPh yang dipotong oleh pihak pemotong.

Kode Jenis Setoran (KJS) untuk Jasa Ekspedisi/Pengiriman

Setelah mengidentifikasi jenis pajak melalui KAP, langkah berikutnya adalah memperjelas jenis transaksi atau objek pajak secara spesifik menggunakan Kode Jenis Setoran (KJS). KJS ini menunjukkan perincian dari objek yang dikenakan PPh 23. Untuk setoran PPh Pasal 23 yang berasal dari jasa ekspedisi atau jasa pengiriman barang, KJS yang harus digunakan adalah 104.

Penting untuk diketahui: Kepastian dalam penggunaan kode ini didukung oleh regulasi resmi. Berdasarkan pembaruan dalam sistem administrasi perpajakan yang mengedepankan akuntabilitas dan keandalan, KAP 411124 dan KJS 104 adalah kombinasi wajib yang harus dicantumkan. Kesalahan dalam memasukkan kode ini dapat mengakibatkan setoran Anda tidak terposting secara benar ke dalam akun pajak yang seharusnya. Sebagai pakar di bidang ini, kami menekankan bahwa setiap setoran harus akurat; perbedaan mendasar antara KAP dan KJS adalah: KAP (411124) mengidentifikasi jenis pajak (PPh 23), sementara KJS (104) mengidentifikasi objek pajak (Jasa Pengiriman).

Langkah-Langkah Praktis Membuat Kode Billing PPh 23

Membuat Kode Billing atau ID Billing adalah tahapan krusial sebelum menyetorkan PPh Pasal 23. Kesalahan kecil dalam proses ini dapat mengakibatkan setoran pajak Anda dianggap tidak sah atau tidak tepat sasaran. Proses ini harus dilakukan dengan cermat untuk memastikan kepatuhan pajak.

Persiapan Data: NPWP Pemotong dan Masa Pajak

Sebelum memulai pembuatan Kode Billing, pastikan Anda telah menyiapkan data-data esensial yang wajib diisi dalam formulir e-Billing. Persiapan data yang matang adalah fondasi penting untuk memproses pajak secara andal.

Data yang diperlukan meliputi:

  • NPWP Pemotong: Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) entitas yang melakukan pemotongan PPh 23.
  • Masa Pajak: Bulan dan Tahun saat PPh 23 tersebut dipotong (misalnya, Desember 2025).
  • Jumlah Setor: Nominal PPh 23 terutang yang wajib disetorkan, yang telah dihitung berdasarkan nilai bruto jasa pengiriman dan tarif yang berlaku.
  • Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS): Pastikan KAP yang digunakan adalah 411124 (PPh Pasal 23) dan KJS adalah 104 (Atas Jasa Lain).

Prosedur Pembuatan Kode Billing via DJP Online atau Bank Persepsi

Prosedur pembuatan Kode Billing kini sangat mudah dilakukan melalui platform digital resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Langkah 1: Akses Portal DJP Online

Mulailah dengan mengakses portal resmi DJP Online. Setelah masuk menggunakan NPWP dan password, pilih menu “Bayar” dan kemudian “e-Billing” untuk memulai pembuatan ID Billing.

Langkah 2: Pengisian Formulir e-Billing

Dalam formulir yang muncul, Anda harus mengisi detail yang sudah disiapkan. Untuk PPh 23 atas jasa pengiriman, pastikan Anda memilih:

  • Jenis Pajak: 411124 (PPh Pasal 23)
  • Jenis Setoran: 104 (PPh Pasal 23 atas Jasa Lain)

Setelah itu, masukkan Masa Pajak, Tahun Pajak, dan jumlah setoran yang sesuai. Proses ini menuntut akurasi data. Misalnya, di tampilan formulir e-Billing, kolom Kode Akun Pajak harus terisi 411124 dan kolom Kode Jenis Setoran harus terisi 104. Pastikan semua kolom terisi dengan benar. Keakuratan dalam pengisian ini mencerminkan pengalaman dan keahlian Anda dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

Langkah 3: Konfirmasi dan Pembuatan Kode Billing

Setelah semua data terisi, klik “Buat Kode Billing” dan lakukan konfirmasi data. Sistem akan menampilkan draft Kode Billing yang berisi ringkasan setoran. Periksa kembali validitas data, terutama KAP dan KJS. Jika sudah benar, klik “Cetak” untuk mendapatkan Kode Billing (biasanya berupa 15 digit angka) yang memiliki batas waktu kedaluwarsa.

Langkah 4: Konfirmasi Status Kode Billing yang Valid

Setelah Kode Billing terbit, ia siap digunakan untuk pembayaran melalui Bank/Pos Persepsi, teller bank, atau kanal pembayaran online lainnya. Pastikan Kode Billing yang Anda gunakan adalah status Valid dan belum kedaluwarsa. Kode Billing yang telah berhasil dibayar akan segera dikonfirmasi statusnya melalui Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang sah.

Perhitungan dan Tarif PPh 23 Atas Jasa Pengiriman

Memahami tarif pemotongan adalah fondasi utama kepatuhan dalam menyetor PPh Pasal 23. Perhitungan yang keliru dapat menyebabkan kurang bayar yang berujung pada sanksi administrasi.

Berapa Persen Tarif PPh 23 untuk Jasa Ekspedisi?

Dalam konteks jasa pengiriman atau ekspedisi, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang berlaku terbagi menjadi dua kategori utama, bergantung pada kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) oleh penyedia jasa. Berdasarkan regulasi perpajakan yang ditetapkan, tarif standar untuk PPh Pasal 23 atas imbalan jasa yang diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang PPh adalah 2% dari jumlah bruto.

Keahlian dan Keandalan: Penting untuk dicatat bahwa dasar hukum spesifik mengenai jenis jasa yang dipotong PPh Pasal 23, termasuk jasa ekspedisi, secara jelas diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015. Regulasi ini secara resmi mengklasifikasikan jasa pengiriman sebagai salah satu objek pemotongan PPh Pasal 23. Jika penyedia jasa pengiriman memiliki NPWP, tarif yang wajib dipotong adalah 2% dari jumlah bruto nilai tagihan. Namun, jika penyedia jasa tidak dapat menunjukkan NPWP yang valid kepada pemotong pajak, tarif yang dikenakan akan lebih tinggi, yaitu 100% lebih tinggi dari tarif normal, sehingga menjadi 4% dari jumlah bruto.

Simulasi Perhitungan PPh 23 Terutang dengan dan Tanpa NPWP

Untuk memberikan pemahaman yang jelas dan praktis, berikut adalah simulasi perhitungan PPh Pasal 23 terutang atas jasa pengiriman, yang merupakan bukti nyata dari pemahaman dan praktik profesional dalam bidang ini.

Contoh Kasus: Jasa Pengiriman Senilai Rp 10.000.000

Asumsikan PT. ABC menggunakan jasa pengiriman dari PT. Ekspress Cepat dengan nilai bruto (sebelum PPh) sebesar Rp 10.000.000.

  • Skenario 1: PT. Ekspress Cepat Memiliki NPWP

    • Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Rp 10.000.000
    • Tarif PPh 23: 2%
    • PPh 23 yang Dipotong: $2% \times Rp 10.000.000 = Rp 200.000$

    Dalam kasus ini, PT. ABC akan membayar ke PT. Ekspress Cepat sebesar Rp 9.800.000 (Rp 10.000.000 dikurangi pemotongan PPh 23 sebesar Rp 200.000). Jumlah Rp 200.000 inilah yang wajib disetor oleh PT. ABC menggunakan kode pembayaran 411124-104.

  • Skenario 2: PT. Ekspress Cepat Tidak Memiliki NPWP

    • Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Rp 10.000.000
    • Tarif PPh 23 (Dikenakan kenaikan 100%): 4%
    • PPh 23 yang Dipotong: $4% \times Rp 10.000.000 = Rp 400.000$

    Jika penyedia jasa tidak memiliki NPWP, jumlah pemotongan yang harus disetor oleh pemotong pajak (PT. ABC) adalah Rp 400.000. Selisih tarif ini menjadi insentif kuat bagi penyedia jasa untuk mendaftarkan dan menggunakan NPWP mereka. Pemahaman mendalam ini memastikan bahwa Wajib Pajak dapat melakukan pemotongan dengan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga memenuhi standar keandalan (Trustworthiness) yang ditetapkan oleh otoritas pajak.

Ketepatan dalam menghitung dan menggunakan tarif yang benar adalah langkah awal dalam menghindari koreksi pajak di kemudian hari.

Jurnal dan Pelaporan PPh Pasal 23 Jasa: Aspek Akuntansi

Memahami aspek akuntansi dan kepatuhan pelaporan adalah kunci untuk memastikan transaksi pemotongan PPh Pasal 23 Anda legal dan tervalidasi. Pengarsipan yang baik dan pencatatan jurnal yang benar memastikan saldo akun pajak Anda akurat.

Mekanisme Penyetoran dan Batas Waktu Pembayaran

Kepatuhan waktu adalah salah satu elemen terpenting dalam administrasi pajak. Penyetoran PPh Pasal 23 yang telah dipotong dari pihak ketiga (vendor jasa pengiriman) wajib dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Misalnya, PPh 23 yang dipotong di bulan Desember harus disetor paling lambat tanggal 10 Januari tahun berikutnya.

Setelah melakukan penyetoran, langkah berikutnya adalah pelaporan. Pelaporan Bukti Potong PPh 23 melalui aplikasi e-Bupot wajib disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Kelalaian dalam memenuhi tenggat waktu ini dapat menimbulkan sanksi administratif. Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), keterlambatan pembayaran pajak dapat dikenai sanksi denda yang dihitung menggunakan tarif bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Ini adalah penekanan penting yang harus dipahami oleh setiap Wajib Pajak untuk menghindari beban biaya tambahan yang tidak perlu, menegaskan keandalan informasi yang kami sampaikan.

Cara Melaporkan Bukti Potong PPh 23 melalui e-Bupot

Pencatatan akuntansi untuk PPh Pasal 23 dilakukan pada dua fase utama: saat terjadinya transaksi pemotongan dan saat penyetoran. Ketika perusahaan Anda menerima tagihan jasa pengiriman dan melakukan pemotongan PPh 23, Anda harus mencatatnya sebagai utang pajak.

Catatan Jurnal yang benar pada saat pemotongan jasa pengiriman adalah:

  • Debit: Akun ‘Beban Jasa Pengiriman’ (sebesar nilai bruto, sebelum dipotong PPh 23).
  • Kredit: Akun ‘Kas/Bank’ (sebesar nilai bersih yang dibayarkan ke penyedia jasa).
  • Kredit: Akun ‘Utang PPh Pasal 23’ (sebesar nilai pajak yang dipotong, yakni 2% atau 4%).

Sebagai contoh, jika nilai bruto jasa pengiriman adalah Rp 10.000.000, jurnalnya akan mencatat Debit Beban Jasa Pengiriman Rp 10.000.000, Kredit Kas/Bank Rp 9.800.000, dan Kredit Utang PPh Pasal 23 Rp 200.000. Setelah melakukan penyetoran, akun Utang PPh Pasal 23 akan di-Debit dan akun Kas/Bank akan di-Kredit. Pelaporan dilakukan dengan mengunggah Bukti Potong tersebut melalui aplikasi e-Bupot, yang merupakan platform resmi DJP untuk pelaporan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26.

Pertanyaan Populer Seputar Kode PPh 23 Jasa Pengiriman Dijawab

Q1. Apakah kode setoran PPh 23 jasa pengiriman sama dengan PPh 23 jasa konsultasi?

Tidak, Kode Jenis Setoran (KJS) untuk PPh Pasal 23 atas jasa pengiriman atau ekspedisi berbeda dengan KJS untuk jasa konsultasi. Untuk PPh 23 jasa pengiriman, KJS yang benar adalah 104, sedangkan untuk jasa konsultasi, KJS-nya adalah 102.

Mengapa perbedaan ini penting? Pemerintah menetapkan pemisahan ini untuk memastikan setiap jenis objek pajak terekam dengan benar dalam sistem administrasi perpajakan. Kesalahan dalam memasukkan Kode Jenis Setoran—misalnya, menggunakan KJS 102 untuk jasa pengiriman—dapat menyebabkan setoran Anda dianggap tidak valid oleh sistem Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berdasarkan pengalaman praktisi perpajakan, kesalahan kode setoran adalah salah satu penyebab utama terhambatnya proses pelaporan. Selalu pastikan Anda menggunakan pasangan Kode Akun Pajak (KAP) 411124 dan KJS 104 untuk jasa pengiriman.

Q2. Bagaimana cara mendapatkan Surat Setoran Pajak (SSP) setelah pembayaran PPh 23?

Secara historis, wajib pajak menggunakan formulir fisik Surat Setoran Pajak (SSP). Namun, seiring dengan modernisasi sistem pembayaran pajak, SSP fisik telah digantikan oleh Bukti Penerimaan Negara (BPN).

BPN adalah dokumen elektronik yang secara otomatis diterbitkan oleh bank atau kantor pos persepsi setelah pembayaran kode billing berhasil dilakukan. BPN ini merupakan dokumen sah yang setara dengan SSP dan berfungsi sebagai bukti resmi penyetoran pajak. Penting untuk diketahui bahwa BPN mencakup detail pembayaran yang lengkap, termasuk tanggal, nominal, dan yang paling krusial, Kode Billing yang telah dibayar. Wajib pajak harus menyimpan BPN ini dengan baik sebagai dasar untuk melakukan pelaporan bukti potong PPh 23 melalui aplikasi e-Bupot.

Q3. Apa yang terjadi jika salah memasukkan Kode Jenis Setoran saat bayar pajak?

Jika Anda telah melakukan pembayaran PPh 23, tetapi menyadari telah melakukan kesalahan fatal dengan memasukkan Kode Jenis Setoran (KJS) yang salah, setoran Anda berpotensi tidak dapat diakui atau dibukukan dengan benar untuk jenis pajak yang dimaksud.

Untungnya, kesalahan ini dapat diperbaiki melalui mekanisme Pemindahbukuan (Pbk). Pemindahbukuan adalah proses administrasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk memindahkan sejumlah pembayaran pajak dari satu jenis setoran yang salah ke setoran yang benar. Untuk mengajukan Pemindahbukuan, wajib pajak harus:

  1. Mengisi formulir permohonan Pemindahbukuan.
  2. Melampirkan Bukti Penerimaan Negara (BPN) dari pembayaran yang salah.
  3. Mengajukan permohonan tersebut ke KPP tempat Anda terdaftar.

Proses ini membutuhkan waktu dan kehati-hatian, menunjukkan pentingnya verifikasi berulang KAP dan KJS sebelum finalisasi pembayaran. Kepatuhan ini mencerminkan keandalan dan otoritas Anda dalam menjalankan kewajiban perpajakan.

Final Takeaways: Mastering Kepatuhan PPh 23 Jasa Pengiriman

Tiga Poin Kepatuhan Wajib Pajak Kunci

Untuk memastikan kepatuhan pajak Anda terkait pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas jasa pengiriman, fokuslah pada tiga poin utama ini. Kode yang Tepat: Selalu gunakan Kode Akun Pajak (KAP) 411124 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 104 saat membuat kode billing. Penggunaan kode yang benar sangat krusial agar setoran Anda terekam valid dan tepat waktu dalam sistem perpajakan. Kesalahan kode akan memperlambat proses dan berpotensi memicu sanksi.

Langkah Lanjut: Konsultasi Pajak yang Tepat

Setelah melakukan pembayaran, langkah penting berikutnya adalah segera periksa Bukti Penerimaan Negara (BPN) Anda. BPN ini merupakan pengganti Surat Setoran Pajak (SSP) dan menjadi bukti sah atas pembayaran yang telah dilakukan. Simpan BPN tersebut dengan aman karena ia adalah dasar utama untuk proses pelaporan melalui e-Bupot, sehingga Anda dapat menghindari denda keterlambatan pelaporan yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Jika Anda menghadapi kompleksitas transaksi atau ragu terhadap pengenaan pajak pada jenis jasa tertentu, konsultasi dengan konsultan pajak terdaftar dapat memberikan panduan profesional dan kepastian hukum yang terverifikasi.

Jasa Pembayaran Online
💬