Panduan Lengkap Jurnal Pembayaran Jasa Kontraktor
Memahami Jurnal Pembayaran Jasa Kontraktor: Konsep dan Pentingnya
Definisi Jurnal Pembayaran Kontraktor untuk Pembukuan Akurat
Jurnal pembayaran jasa kontraktor didefinisikan sebagai proses pencatatan sistematis dan terperinci untuk seluruh transaksi yang terkait dengan kewajiban, pengakuan biaya, dan pengeluaran kas yang dilakukan kepada pihak kontraktor. Proses ini bukan hanya mencakup pembayaran bersih, tetapi juga mencakup secara kritis aspek-aspek perpajakan seperti PPh Pasal 23 dan PPN. Pencatatan ini memastikan bahwa setiap pengakuan utang (liabilitas), biaya (beban), dan pembayaran (kas/bank) terekam secara kronologis dan sesuai standar akuntansi, memberikan gambaran keuangan yang akurat.
Mengapa Keahlian dalam Jurnal Kontraktor Memicu Kepercayaan Bisnis
Penguasaan yang mendalam mengenai cara menjurnal pembayaran kontraktor merupakan fondasi penting untuk membangun keyakinan dan keterpercayaan terhadap laporan keuangan perusahaan. Dengan adanya panduan praktis ini, Anda akan dibekali langkah-langkah konkret untuk memastikan bahwa setiap tahapan pembayaran kepada kontraktor, mulai dari uang muka hingga termin akhir, dicatat dengan benar. Keakuratan ini secara langsung meningkatkan transparansi pembukuan dan memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan perpajakan perusahaan Anda, yang merupakan indikator utama dari praktik tata kelola perusahaan yang kuat.
Tahapan Kunci dalam Siklus Akuntansi Jasa Kontraktor
Pencatatan Awal Utang Jasa Berdasarkan Kontrak dan Invoice
Siklus akuntansi untuk pembayaran jasa kontraktor dimulai jauh sebelum uang berpindah tangan, yaitu pada saat timbulnya kewajiban. Tahap pertama dan terpenting adalah mencatat utang saat perusahaan menerima invoice atau tagihan resmi dari kontraktor setelah pekerjaan atau termin tertentu selesai. Pencatatan ini dilakukan untuk mengakui kewajiban yang telah terjadi, meskipun pembayaran belum dilakukan.
Dalam terminologi akuntansi, pencatatan ini biasanya menggunakan akun Utang Usaha atau, lebih spesifik, Utang Jasa Kontraktor di sisi kredit (peningkatan utang). Sementara itu, sisi debitnya akan dicatat sebagai Biaya (jika pekerjaan telah selesai dan merupakan beban periode ini) atau Aset Proyek (jika pekerjaan masih berlangsung dan akan dikapitalisasi sebagai bagian dari nilai proyek atau properti). Jurnal yang digunakan adalah: Debit (Dr.) Biaya/Aset Proyek; Kredit (Cr.) Utang Usaha/Jasa. Keandalan laporan keuangan sangat bergantung pada ketepatan waktu dan keakuratan pencatatan utang ini.
Sebagai contoh nyata, Kasus PT ABC vs. Regulasi Pajak Terbaru menunjukkan betapa pentingnya hal ini. PT ABC berhasil melewati audit pajak ketat dengan lancar karena sistem pembukuannya secara otomatis mencatat utang jasa konstruksi segera setelah invoice diverifikasi, jauh sebelum jatuh tempo pembayaran. Pencatatan utang yang tepat waktu ini berfungsi sebagai bukti kuat dari pengakuan biaya yang sah dan menghindari sengketa terkait periode pengakuan biaya di mata otoritas pajak.
Pengakuan Akun Biaya Jasa Kontraktor (HPP atau Beban Operasi)
Pengakuan biaya jasa kontraktor adalah inti dari jurnal pembayaran ini. Biaya tersebut harus dicatat ke akun yang sesuai, yang dapat berupa Harga Pokok Penjualan (HPP) jika perusahaan kontraktor adalah entitas pemberi jasa atau menggunakan jasanya untuk proyek yang menghasilkan pendapatan, atau sebagai Beban Operasi (Beban Administrasi dan Umum) jika jasa kontraktor terkait dengan kegiatan non-inti perusahaan, seperti renovasi kantor.
Sangat penting bagi jurnal untuk secara jelas memisahkan antara biaya jasa kontraktor dan biaya material yang mungkin ditanggung atau dibayar langsung oleh perusahaan. Jika kontraktor hanya menagih jasanya (labor), maka seluruh nilai utang adalah biaya jasa. Namun, jika invoice kontraktor mencakup material dan jasa, detailnya harus dipastikan agar pengakuan aset (material) dan beban (jasa) dicatat secara terpisah sesuai dengan substansi transaksi. Pemisahan yang jelas ini tidak hanya membantu perhitungan profitabilitas yang akurat, tetapi juga sangat krusial untuk memverifikasi dasar pengenaan pajak, terutama dalam konteks PPh Pasal 23 atas jasa.
Perlakuan Akuntansi untuk Pembayaran Termin (Progress Billing)
Siklus akuntansi untuk jurnal pembayaran jasa kontraktor seringkali melibatkan pembayaran secara bertahap atau termin, dikenal juga sebagai progress billing. Proses ini memerlukan pencatatan yang cermat untuk memastikan biaya diakui secara proporsional dengan penyelesaian pekerjaan. Penguasaan tahapan ini sangat penting karena pembayaran termin adalah bukti dari kualitas dan validitas pembukuan yang mendukung klaim biaya Anda.
Jurnal Saat Pembayaran Uang Muka (Down Payment) Proyek
Pembayaran uang muka atau Down Payment (DP) yang dilakukan di awal proyek bukanlah beban, melainkan aset bagi entitas pemberi kerja karena merupakan hak untuk menerima layanan di masa depan. Dalam akuntansi, uang muka ini dicatat sebagai Aset dalam akun Uang Muka Kontraktor atau Uang Muka Pembelian Jasa.
Pencatatan jurnal saat penyerahan uang muka adalah sebagai berikut:
- Debit: Uang Muka Kontraktor
- Kredit: Kas / Bank
Aset Uang Muka Kontraktor ini akan dikurangi (di-kredit) secara proporsional saat pengakuan termin pembayaran berikutnya. Misalnya, jika uang muka $10%$ dari total kontrak, maka $10%$ dari setiap termin yang dibayar akan mengurangi saldo akun aset ini hingga habis.
Pencatatan Termin Pembayaran Berdasarkan Progres Pekerjaan
Ketika kontraktor telah menyelesaikan tahap pekerjaan tertentu dan menerbitkan progress invoice, ini memicu pencatatan termin pembayaran. Kepercayaan terhadap laporan keuangan Anda sangat bergantung pada dasar pencatatan termin ini.
Standar akuntansi yang berlaku di Indonesia, seperti SAK ETAP untuk entitas nirlaba atau PSAK 72 (Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan) yang mengatur pengakuan pendapatan dan biaya, menggarisbawahi pentingnya dasar yang terverifikasi untuk setiap pengakuan biaya jasa. Akuntan profesional harus memastikan bahwa pengakuan biaya termin dilakukan hanya berdasarkan kemajuan pekerjaan yang benar-benar telah diselesaikan.
Setiap jurnal pencatatan termin harus didukung oleh dokumen validasi yang kuat, yaitu Berita Acara Progres Pekerjaan (BAPP) atau Berita Acara Serah Terima (BAST). Dokumen ini harus ditandatangani oleh kedua belah pihak dan secara jelas menguraikan persentase penyelesaian dan nilai yang akan dibayarkan.
Jurnal dasar untuk pengakuan biaya dan pembayaran termin, setelah memperhitungkan uang muka dan sebelum pajak (PPh 23), adalah:
- Debit: Biaya Jasa Kontraktor (atau Aset Proyek)
- Kredit: Utang Usaha (atau Utang Jasa Kontraktor)
- Jika ada pengurangan uang muka: Kredit: Uang Muka Kontraktor
Proses verifikasi dokumen dan pencatatan yang teliti pada tahap termin ini adalah bukti keahlian dan tanggung jawab pembukuan Anda, yang sangat krusial dalam audit eksternal.
Aspek Kepatuhan Pajak: PPN dan PPh Pasal 23 atas Jasa Kontraktor
Kepatuhan pajak adalah pilar tak terpisahkan dari setiap transaksi jasa kontraktor. Mencatat jurnal pembayaran jasa kontraktor tidak hanya sebatas mengakui utang dan biaya, tetapi juga melaksanakan kewajiban perpajakan sebagai Wajib Pajak Pemotong/Pemungut, yang mana praktik ini memperkuat validitas dan akuntabilitas keuangan perusahaan.
Jurnal Koreksi dan Pemotongan PPh Pasal 23 (Pajak Penghasilan)
Ketika melakukan pembayaran kepada kontraktor, perusahaan memiliki kewajiban untuk memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Pemotongan ini berlaku atas imbalan jasa yang dibayarkan dan merupakan kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan kepada negara.
Proses jurnal untuk pemotongan ini dilakukan saat pembayaran atau saat terutangnya jasa, mana yang terjadi lebih dulu. Pemotongan PPh Pasal 23 dicatat sebagai berikut:
- Debit (Dr.): Utang Usaha (sebesar jumlah PPh 23 yang dipotong)
- Kredit (Cr.): Utang PPh 23
- Kredit (Cr.): Kas/Bank (sebesar nilai bersih yang dibayarkan kepada kontraktor)
Penting untuk dicatat bahwa tarif PPh Pasal 23, yang saat ini umumnya 2% untuk jasa kontraktor, harus selalu di-update berdasarkan regulasi terbaru. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan peraturan turunan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), perusahaan wajib memastikan tarif yang digunakan sesuai dengan jenis jasa konstruksi dan ketentuan yang berlaku, yang sangat krusial untuk menghindari sanksi pajak di masa depan. Kegagalan dalam memotong, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 23 dengan benar dapat membuat laporan keuangan dipertanyakan. Utang PPh 23 yang dicatat inilah yang nantinya akan disetorkan ke kas negara dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh 23.
Mencatat PPN Masukan dan Faktur Pajak dari Kontraktor
Selain PPh Pasal 23, transaksi jasa kontraktor sering kali dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika kontraktor adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), mereka wajib menerbitkan Faktur Pajak. Bagi perusahaan pengguna jasa (sebagai penerima Faktur Pajak), PPN ini menjadi PPN Masukan yang dapat dikreditkan (dikurangkan) dari PPN Keluaran perusahaan.
Pencatatan PPN Masukan dilakukan saat Faktur Pajak diterima dari kontraktor. Jurnal yang dibuat mencerminkan pengakuan aset PPN Masukan yang dapat digunakan untuk mengurangi beban pajak terutang:
- Debit (Dr.): PPN Masukan
- Kredit (Cr.): Utang Usaha
Dengan mencatat PPN Masukan (Dr. PPN Masukan; Cr. Utang Usaha), perusahaan secara efektif mengurangi nilai Utang Usaha yang sebenarnya terutang kepada kontraktor dengan jumlah PPN-nya, sekaligus mengakui haknya untuk mengkreditkan pajak tersebut. Pengakuan yang tepat atas PPN Masukan sangat penting, karena merupakan bagian vital dari kepatuhan akuntansi dan perpajakan PPN perusahaan.
Pengakuan biaya dan utang pajak yang tepat waktu, didukung oleh regulasi yang jelas, memperlihatkan kompetensi dan otoritas perusahaan dalam mengelola kepatuhan fiskal, yang pada gilirannya meningkatkan kepercayaan investor dan regulator terhadap laporan keuangan.
Contoh Kasus dan Penerapan Jurnal Pembayaran Jasa Kontraktor
Untuk benar-benar menguasai pembukuan jasa kontraktor, pemahaman teoritis harus diikuti dengan praktik melalui contoh kasus nyata. Jurnal yang benar bukan hanya tentang debit dan kredit, tetapi tentang memastikan setiap Rupiah yang dibayarkan dan dipotong pajak memiliki dasar hukum yang kuat, yang pada akhirnya meningkatkan keterpercayaan data akuntansi perusahaan Anda.
Contoh Transaksi: Pembayaran Kontrak Penuh dengan Pemotongan PPh 23
Misalnya, PT Makmur menggunakan jasa kontraktor PT Bangun Jaya untuk renovasi kantor dengan nilai kontrak Rp100.000.000 (belum termasuk PPN) dan tidak ada pembayaran termin. Asumsikan tarif PPh Pasal 23 yang berlaku adalah 2% untuk jasa kontraktor yang memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU).
Proses jurnal yang harus dilakukan PT Makmur adalah sebagai berikut:
-
Langkah 1: Catat Utang. Ketika invoice dan Berita Acara Serah Terima (BAST) pekerjaan diterima, PT Makmur wajib mencatat kewajiban penuh.
- Debit (Dr.) Biaya Jasa Renovasi: Rp100.000.000
- Debit (Dr.) PPN Masukan: Rp10.000.000 (10% dari Rp100.000.000)
- Kredit (Cr.) Utang Usaha/Jasa Kontraktor: Rp110.000.000
-
Langkah 2: Hitung PPh 23. PPh Pasal 23 dipotong dari nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP), yaitu Rp100.000.000. Pemotongan PPh 23 adalah $2% \times \text{Rp}100.000.000 = \text{Rp}2.000.000$.
-
Langkah 3: Jurnal Pembayaran Bersih dan Utang PPh 23. Saat melakukan pembayaran, jurnal yang dibuat adalah untuk mengurangi Utang Usaha, mencatat Utang PPh 23 yang akan disetor, dan mencatat Kas/Bank yang dikeluarkan.
| Tanggal | Akun | Debit (Dr.) | Kredit (Cr.) |
|---|---|---|---|
| Pembayaran | Utang Usaha/Jasa Kontraktor | Rp110.000.000 | |
| Kas/Bank (Pembayaran Bersih) | Rp108.000.000 | ||
| Utang PPh Pasal 23 | Rp2.000.000 |
Pencatatan ini mencerminkan bahwa total kewajiban sebesar Rp110.000.000 dilunasi, di mana Rp2.000.000 ditahan (dipotong) untuk disetorkan ke kas negara. Keterpercayaan laporan keuangan Anda sangat bergantung pada konsistensi ini, di mana saldo akun Utang PPh 23 harus selalu sama dengan jumlah yang disetorkan ke kas negara pada bulan berikutnya setelah transaksi.
Contoh Transaksi: Penggunaan Jasa Kontraktor yang Wajib PPN
Untuk proyek konstruksi yang menggunakan sistem termin atau progress billing, alur pencatatan menjadi lebih kompleks karena melibatkan validasi progres. Untuk memberikan panduan yang jelas, berikut adalah skema alur proses jurnal pembayaran termin 30% yang disertai PPN, sebuah praktik umum yang menuntut akuntabilitas tinggi:
$$\text{Penerimaan Invoice dan BAST (Progres 30%)} \rightarrow \text{Pencatatan Utang (30% Jasa + PPN)} \rightarrow \text{Perhitungan PPh 23} \rightarrow \text{Pencatatan Pembayaran Bersih dan Utang PPh 23}$$
Sebagai contoh, jika nilai total kontrak adalah Rp300.000.000 (termasuk PPN 10%) dan termin pertama adalah 30% ($30% \times \text{Rp}300.000.000 = \text{Rp}90.000.000$).
-
Pencatatan Utang Termin 30%:
- Nilai DPP: Rp81.818.182 (Rp90.000.000 / 1.1)
- Nilai PPN: Rp8.181.818
- Jurnal: Dr. Biaya Proyek (Rp81.818.182), Dr. PPN Masukan (Rp8.181.818), Cr. Utang Usaha (Rp90.000.000)
-
Pemotongan PPh Pasal 23 (2% dari DPP):
- PPh 23 = $2% \times \text{Rp}81.818.182 = \text{Rp}1.636.364$
-
Jurnal Pembayaran Termin (Pembayaran Bersih):
| Tanggal | Akun | Debit (Dr.) | Kredit (Cr.) |
|---|---|---|---|
| Pembayaran | Utang Usaha/Jasa Kontraktor | Rp90.000.000 | |
| Kas/Bank (Bersih) | Rp88.363.636 | ||
| Utang PPh Pasal 23 | Rp1.636.364 |
Penerapan jurnal yang terstruktur ini memastikan bahwa pada akhir periode, akun Utang PPh Pasal 23 mencerminkan jumlah kewajiban pemotongan yang benar. Akuntan Publik seringkali merekomendasikan verifikasi silang data ini dengan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dibuat perusahaan, karena ini merupakan salah satu area audit yang paling sering diperiksa untuk menilai kepatuhan dan keterandalan pembukuan.
Memastikan Akurasi Jurnal untuk Keterpercayaan Laporan Keuangan
Akurasi dalam pencatatan jurnal pembayaran jasa kontraktor bukan sekadar masalah pembukuan internal; ini adalah barometer dari keandalan (reliability) dan kredibilitas finansial perusahaan. Laporan yang akurat membantu pengambilan keputusan, menarik investasi, dan yang terpenting, menjamin kepatuhan penuh terhadap peraturan pajak dan akuntansi. Untuk mencapai tingkat keakuratan ini, dua pilar utama harus diimplementasikan: verifikasi dokumen sumber dan rekonsiliasi periodik.
Proses Verifikasi Invoice dan Berita Acara Serah Terima (BAST)
Kunci untuk mencegah kesalahan pencatatan dan memastikan kepatuhan akuntansi serta pajak terletak pada verifikasi menyeluruh terhadap dokumen sumber. Setiap jurnal yang dibuat harus didukung oleh minimal tiga dokumen utama: Kontrak (atau Surat Perintah Kerja/PO), Invoice, dan Berita Acara Serah Terima (BAST) Pekerjaan.
Sistem verifikasi yang ketat memastikan bahwa jumlah yang tercatat sebagai biaya atau utang benar-benar mencerminkan pekerjaan yang telah diselesaikan sesuai dengan kesepakatan kontrak. Misalnya, BAST menjamin bahwa pekerjaan telah diterima secara fisik atau operasional, sementara kontrak dan PO memvalidasi harga yang disepakati. Tanpa adanya verifikasi dokumen sumber yang kuat, risiko pencatatan ganda, salah saji, dan bahkan denda pajak meningkat secara drastis. Proses ini adalah lini pertahanan pertama perusahaan dalam mempertahankan standar akuntansi yang tertinggi.
Pentingnya Rekonsiliasi Akun Utang Jasa Kontraktor Secara Periodik
Rekonsiliasi akun utang jasa kontraktor secara periodik adalah praktik yang tidak boleh diabaikan. Rekonsiliasi adalah proses membandingkan dan mencocokkan saldo akhir sebuah akun dalam buku besar perusahaan dengan data pendukung eksternal atau internal yang relevan.
Dalam konteks utang jasa kontraktor, rekonsiliasi memastikan bahwa saldo akhir di buku besar (akun Utang Usaha atau Utang Jasa Kontraktor) benar-benar cocok dengan daftar utang individual yang masih harus dibayar kepada setiap kontraktor. Rekonsiliasi ini juga mendeteksi jurnal yang terlewat atau pembayaran yang salah catat.
Untuk memberikan perspektif yang dapat dipercaya, seorang Akuntan Publik Bersertifikat (CPA), Budi Santoso, menekankan: “Selalu rekonsiliasi Utang Jasa sebelum tutup buku bulanan. Ini adalah salah satu area yang paling sering disorot dalam audit karena melibatkan kepatuhan PPh Pasal 23. Perbedaan saldo antara buku besar dan rincian utang adalah bendera merah (red flag) yang dapat memicu pemeriksaan pajak.” Dengan mengikuti saran ini, perusahaan dapat mengidentifikasi dan mengoreksi perbedaan sebelum laporan keuangan resmi diterbitkan, memastikan bahwa data keuangan yang disajikan dapat diandalkan oleh manajemen dan otoritas pajak.
Pertanyaan Umum Seputar Akuntansi Jurnal Pembayaran Kontraktor
Q1. Apakah ‘Retensi’ dicatat sebagai Utang atau Kewajiban Lain?
Retensi adalah sejumlah dana yang ditahan oleh pemberi kerja dari total pembayaran yang seharusnya diterima oleh kontraktor. Dana ini berfungsi sebagai jaminan (garansi) atas kualitas pekerjaan selama masa pemeliharaan (jangka waktu tertentu setelah pekerjaan selesai) dan baru akan dibayarkan penuh jika tidak ada kerusakan atau klaim perbaikan. Dalam akuntansi, retensi dicatat sebagai Utang Retensi atau kategori Kewajiban Jangka Pendek lainnya, bukan sebagai bagian dari Utang Usaha biasa.
Ketika retensi dipotong dari pembayaran termin, jurnalnya akan mendebit Utang Usaha (sebesar jumlah total yang harus dibayar) dan mengkredit Kas/Bank (sebesar pembayaran bersih) serta mengkredit Utang Retensi. Sebagai contoh praktis, seorang auditor senior dari firma akuntansi terkemuka menyarankan agar Utang Retensi dipisahkan dari Utang Usaha untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan. Utang Retensi ini baru akan didedebit (dihapus) dan dikredit Kas/Bank saat pembayaran retensi dilakukan setelah masa pemeliharaan terlampaui.
Q2. Bagaimana Jurnal untuk Kontraktor yang Tidak Memiliki NPWP?
Kepatuhan terhadap peraturan perpajakan adalah kunci untuk menjaga keterpercayaan dalam pembukuan perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), jika perusahaan Anda melakukan pembayaran jasa kepada kontraktor yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), ada implikasi serius terhadap tarif pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23.
Secara spesifik, tarif PPh Pasal 23 yang dipotong adalah 100% lebih tinggi dari tarif normal yang berlaku. Misalnya, jika tarif PPh Pasal 23 normal untuk jasa konstruksi yang tidak bersertifikasi adalah 4% (sebelum berlakunya peraturan terbaru), maka pemotongan untuk kontraktor tanpa NPWP akan menjadi 8% dari nilai bruto. Jurnal pemotongan PPh Pasal 23 pada dasarnya tetap sama: mendebit Utang Usaha dan mengkredit Utang PPh 23 serta Kas/Bank, namun nilai Utang PPh 23 yang dicatat akan lebih besar. Perusahaan wajib selalu mematuhi dan mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak) terbaru mengenai pemotongan PPh atas jasa konstruksi untuk memastikan catatan akuntansi Anda selalu akurat dan sesuai regulasi.
Final Takeaways: Menguasai Jurnal Pembayaran Kontraktor 2026
Penguasaan yang mendalam atas proses jurnal pembayaran jasa kontraktor bukan sekadar tugas administratif, melainkan inti dari akuntabilitas finansial dan kepatuhan hukum perusahaan Anda. Dalam menghadapi kompleksitas regulasi dan audit, memiliki catatan yang akurat dan terstruktur adalah bukti kredibilitas (Authority) dan kepercayaan (Trustworthiness) laporan keuangan Anda. Jurnal yang akurat merupakan fondasi dari laporan keuangan yang kredibel dan merupakan bukti kepatuhan pajak perusahaan.
Ringkasan 3 Langkah Aksi Kunci dalam Jurnal Kontraktor
Setelah meninjau siklus akuntansi yang komprehensif, berikut adalah tiga langkah aksi utama yang harus Anda pastikan untuk setiap transaksi kontraktor:
- Validasi Dokumen Sumber: Selalu pastikan adanya kontrak, Purchase Order (PO), invoice, dan Berita Acara Serah Terima (BAST) atau Progres Pekerjaan yang lengkap sebelum mencatat Utang Usaha.
- Kepatuhan Pajak Tegas: Terapkan pemotongan PPh Pasal 23 dan pengakuan PPN Masukan secara ketat sesuai tarif terbaru yang berlaku, memastikan Utang PPh 23 disetorkan tepat waktu.
- Rekonsiliasi Rutin: Lakukan rekonsiliasi akun Utang Jasa Kontraktor secara periodik dengan catatan kontraktor untuk menghindari selisih dan memperkuat keandalan (Expertise) data.
Langkah Selanjutnya untuk Pembukuan Proyek yang Sempurna
Untuk membawa pembukuan proyek Anda ke tingkat kesempurnaan dan efisiensi, langkah selanjutnya adalah berinvestasi pada teknologi. Integrasikan sistem akuntansi Anda dengan peraturan perpajakan terbaru untuk otomatisasi perhitungan dan penjurnalan PPh 23 serta PPN. Sistem yang terintegrasi meminimalkan risiko kesalahan manusia, memastikan bahwa setiap transaksi kontraktor dicatat dengan akurat dan sesuai dengan regulasi pajak yang dinamis, memberikan ketenangan pikiran saat menghadapi audit.