Jenis & Cara Pembayaran Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)
Panduan Lengkap Jenis dan Cara Pembayaran Pengadaan Barang dan Jasa
Apa itu Pembayaran Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)?
Pembayaran Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) merupakan serangkaian proses resmi penyerahan dana dari entitas Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) kepada pihak penyedia barang/jasa. Proses ini harus dilakukan secara ketat sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak yang sah. Dasar hukum utama yang mengatur mekanisme ini di Indonesia adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 beserta perubahannya (misalnya Perpres No. 12 Tahun 2021). Memahami pembayaran PBJ bukan hanya tentang transfer uang, tetapi memastikan bahwa setiap rupiah dikeluarkan untuk pekerjaan atau produk yang telah diverifikasi dan memenuhi standar kualitas serta kepatuhan yang diwajibkan oleh regulasi.
Mengenal Tiga Pilar Utama Kualitas dan Kepatuhan PBJ
Untuk mencapai pengadaan yang efisien, transparan, dan legal, setiap pelaku PBJ harus fokus pada tiga pilar utama yang menjamin kualitas dan kepatuhan. Pilar ini memastikan bahwa pengadaan dilakukan oleh penyedia yang memiliki bukti pengalaman yang memadai, menjalankan proses dengan akuntabilitas tinggi, dan memegang teguh otoritas regulasi. Artikel ini akan mengupas tuntas skema pembayaran yang paling umum dan legal (termasuk termin, lump sum, dan uang muka). Dengan demikian, Anda dapat memastikan bahwa setiap langkah pembayaran dilakukan secara efisien, mengurangi risiko hukum, dan yang terpenting, patuh pada peraturan yang berlaku.
Memahami Tiga Jenis Utama Pembayaran Kontrak Pengadaan
Dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ), pemilihan skema pembayaran sangat menentukan kelancaran arus kas penyedia sekaligus melindungi kepentingan pengguna anggaran. Ada tiga jenis utama mekanisme pembayaran yang wajib dikuasai oleh setiap profesional PBJ.
1. Pembayaran Berdasarkan Progres Pekerjaan (Termin)
Pembayaran Termin (progress payment) adalah cara pembayaran yang paling sering digunakan, terutama untuk kontrak pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya dengan durasi pengerjaan yang panjang. Dalam skema ini, dana dicairkan secara bertahap berdasarkan persentase penyelesaian fisik pekerjaan yang telah diverifikasi oleh Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP).
Misalnya, setelah pekerjaan selesai 50%, penyedia berhak mengajukan permintaan pembayaran termin I. Kemudian, pembayaran termin II dapat diajukan setelah mencapai 75% atau 100%, sesuai ketentuan dalam kontrak. Keakuratan dalam mengukur progres di lapangan menjadi kunci utama untuk menjaga akuntabilitas dan mencegah kerugian negara.
2. Pembayaran Lunas di Akhir (Lump Sum/Pembayaran Sekaligus)
Skema Pembayaran Lump Sum cocok untuk pengadaan barang atau jasa konsultansi dengan jangka waktu singkat, total output yang mudah didefinisikan, dan hasil akhir yang pasti. Dalam kontrak ini, penyedia dibayar 100% setelah seluruh kewajiban kontrak terpenuhi dan hasil pekerjaan telah diterima serta diverifikasi secara penuh oleh Pengguna Anggaran.
Jenis kontrak ini ideal untuk pengadaan seperti software jadi, laporan studi kelayakan (Feasibility Study), atau pembelian peralatan standar. Pengguna anggaran merasa lebih aman karena pembayaran hanya dilakukan jika barang/jasa telah lengkap dan sesuai spesifikasi, mencerminkan komitmen terhadap hasil.
3. Pembayaran Uang Muka (Advance Payment)
Uang Muka adalah pembayaran awal yang diberikan kepada penyedia jasa untuk memobilisasi sumber daya atau membeli bahan awal yang diperlukan sebelum pekerjaan dimulai secara penuh. Pemberian uang muka merupakan komitmen yang dapat meningkatkan kepercayaan dan dukungan terhadap penyedia, terutama UMKM, namun diatur sangat ketat.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang diperbarui terakhir melalui Perpres Nomor 12 Tahun 2021, batasan pemberian uang muka secara umum adalah maksimal 30% dari nilai Kontrak untuk pekerjaan Konstruksi, dan dapat berbeda untuk jenis kontrak lainnya (misalnya, Jasa Konsultansi). Yang paling krusial, pemberian uang muka wajib disertai dengan Jaminan Uang Muka (dari Bank atau Lembaga Keuangan Non-Bank) dengan nilai yang sama dengan jumlah uang muka yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk mengamankan anggaran negara jika penyedia mengalami wanprestasi sebelum pekerjaan dimulai, sebuah praktik yang menjamin kepatuhan dan manajemen risiko yang baik.
Penyedia wajib mempertanggungjawabkan dan mengembalikan uang muka secara bertahap melalui pemotongan pada setiap pembayaran termin berikutnya.
| Jenis Pembayaran | Fokus Pembayaran | Kriteria Pencairan | Contoh Penerapan |
|---|---|---|---|
| Termin | Progres Fisik | Verifikasi lapangan | Pekerjaan Konstruksi jangka panjang |
| Lump Sum | Hasil Akhir | Output selesai 100% | Jasa Konsultansi, Pengadaan Barang Tunggal |
| Uang Muka | Mobilisasi Awal | Pengajuan Jaminan Uang Muka | Kebutuhan modal kerja awal |
Dokumen Kunci dan Mekanisme Pencairan Dana PBJ yang Tepat
Efisiensi dan kepatuhan dalam pembayaran pengadaan barang dan jasa (PBJ) tidak hanya bergantung pada skema pembayaran yang dipilih, tetapi juga pada kelengkapan dan keabsahan dokumen pendukung. Proses ini memerlukan keahlian (expertise) dalam administrasi kontrak dan akuntabilitas (accountability) yang tinggi dari semua pihak terkait.
Syarat Dokumen Wajib untuk Permintaan Pembayaran
Agar permintaan pembayaran dapat diproses tanpa hambatan, penyedia wajib memastikan semua dokumen yang diajukan sudah lengkap dan sesuai dengan spesifikasi kontrak. Dokumen-dokumen ini adalah bukti formal bahwa penyedia telah menyelesaikan kewajibannya dan bahwa barang/jasa yang diserahkan telah memenuhi standar kualitas yang ditetapkan.
Dokumen wajib yang harus dilampirkan penyedia untuk mengajukan permintaan pembayaran (baik termin maupun lump sum) meliputi:
- Berita Acara Serah Terima (BAST): Dokumen krusial yang menyatakan secara resmi bahwa barang atau jasa telah diserahkan dari penyedia kepada Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). BAST ini adalah fondasi legal untuk dimulainya proses pembayaran.
- Berita Acara Pembayaran (BAP) atau Kuitansi: Rincian tagihan yang diajukan oleh penyedia, mencantumkan jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan progres pekerjaan yang telah disetujui atau total kontrak.
- Faktur Pajak: Bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. Kepatuhan pajak adalah bagian integral dari proses akuntabilitas pemerintah.
- Dokumen Pendukung Lainnya: Seperti bukti kepatuhan administrasi (misalnya: perizinan, sertifikat), laporan progres pekerjaan, dan foto dokumentasi jika diperlukan, sesuai dengan jenis kontrak dan pekerjaan.
Proses Verifikasi dan Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM)
Mekanisme pencairan dana melibatkan serangkaian verifikasi berlapis untuk menjamin dana publik digunakan secara tepat sasaran. Proses ini diawali dari PPK hingga Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).
1. Pengajuan Tagihan: Penyedia mengajukan permintaan pembayaran (tagihan) beserta seluruh dokumen pendukung (termasuk BAST yang sudah ditandatangani) kepada PPK.
2. Verifikasi PPK: PPK meneliti keabsahan tagihan, mencocokkan nilai tagihan dengan progres di lapangan dan kesesuaian dengan ketentuan kontrak. Jika setuju, PPK menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
3. Peran Kunci PPSPM: SPP dan seluruh dokumen pendukung diteruskan kepada Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM). Berdasarkan pengalaman (experience) administrasi keuangan, PPSPM memiliki tanggung jawab (responsibility) yang sangat besar untuk: * Meneliti kelengkapan dan kebenaran dokumen pembayaran. PPSPM harus memastikan tidak ada satu pun syarat administrasi yang terlewatkan dan memastikan perhitungan tagihan sudah benar. * Menguji ketersediaan dana. Memastikan alokasi anggaran (DIPA) mencukupi untuk pembayaran yang diminta.
Skema Alir Proses Verifikasi (Sederhana):
$$Tagihan + Dokumen \xrightarrow{Verifikasi Kelengkapan} SPP \xrightarrow{Verifikasi Keabsahan} SPM$$
Setelah PPSPM yakin semua persyaratan terpenuhi, ia akan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM), yang merupakan otorisasi resmi kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk mencairkan dana.
Risiko dan Pengamanan Pembayaran: Pentingnya Jaminan
Pengamanan pembayaran merupakan elemen penting dalam manajemen risiko PBJ. Untuk memastikan kualitas (quality) dan keberlanjutan proyek, Jaminan yang diwajibkan dalam PBJ menjadi pengaman utama bagi Pengguna Anggaran.
Jaminan Pelaksanaan sangat krusial karena merupakan perlindungan finansial langsung terhadap risiko wanprestasi (cidera janji) oleh penyedia. Jaminan ini umumnya diserahkan oleh penyedia pada saat penandatanganan kontrak dan dapat dicairkan oleh Pengguna Anggaran jika penyedia gagal memenuhi kewajiban kontraktualnya hingga batas waktu yang ditentukan (misalnya, gagal menyelesaikan pekerjaan atau kualitasnya tidak sesuai spesifikasi).
Kepemilikan dan pengelolaan jaminan yang efektif menunjukkan kepatuhan (compliance) yang ketat terhadap regulasi pengadaan dan merupakan salah satu bukti kepercayaan (trust) publik bahwa proyek akan diselesaikan dengan baik dan uang negara tidak akan hilang sia-sia.
Kasus Khusus: Pembayaran Pengadaan Jasa Konsultansi dan Pekerjaan Konstruksi
Pengadaan Jasa Konsultansi dan Pekerjaan Konstruksi memiliki karakteristik yang unik, menuntut skema pembayaran yang lebih spesifik untuk mencerminkan nilai intelektual (konsultansi) dan risiko jangka panjang (konstruksi). Memahami kekhususan ini adalah kunci untuk memastikan pengadaan berjalan lancar, efisien, dan mencapai hasil yang berkualitas tinggi.
Metode Pembayaran Khusus untuk Jasa Konsultansi (Time-Based vs. Lump Sum)
Pembayaran untuk Jasa Konsultansi secara fundamental dibagi berdasarkan dasar perhitungan kompensasinya:
-
Berbasis Waktu (Time-Based): Metode ini digunakan ketika ruang lingkup pekerjaan sulit didefinisikan secara pasti, dan durasi serta intensitas waktu yang dibutuhkan menjadi faktor utama. Penyedia jasa dibayar berdasarkan jumlah jam atau bulan kerja yang diverifikasi, lengkap dengan bukti kehadiran dan laporan aktivitas. Skema ini sering digunakan untuk studi kelayakan yang kompleks atau bantuan teknis yang membutuhkan fleksibilitas waktu.
-
Lump Sum: Pembayaran dilakukan berdasarkan output atau hasil akhir yang disepakati dalam kontrak, seperti laporan akhir, desain, atau rekomendasi strategis. Skema ini lebih cocok untuk proyek dengan lingkup yang jelas. Meskipun keduanya merupakan metode pembayaran, penting untuk membedakan fokusnya: Termin (progres fisik) dan Pembayaran Hasil (output yang telah diselesaikan). Menurut standar pengadaan, pendekatan ini menjamin bahwa pembayaran terkait langsung dengan nilai yang diterima oleh pengguna anggaran.
Ketentuan Retensi dan Pemeliharaan dalam Pekerjaan Konstruksi
Dalam Pekerjaan Konstruksi, elemen kritis yang harus dipahami adalah mekanisme retensi. Ini adalah praktik standar dalam kontrak konstruksi untuk mitigasi risiko dan pemastian mutu jangka panjang.
- Retensi adalah sejumlah dana, umumnya sekitar 5% dari nilai total kontrak, yang ditahan oleh Pengguna Anggaran setelah Serah Terima Pertama Pekerjaan (Provisional Hand Over/PHO).
- Dana ini ditahan selama Masa Pemeliharaan, yang biasanya berlangsung selama 6 (enam) bulan hingga 12 (dua belas) bulan, tergantung kompleksitas proyek.
- Tujuan utama dari retensi adalah untuk memastikan penyedia memiliki insentif untuk kembali dan memperbaiki setiap kerusakan, cacat, atau kekurangan yang muncul selama masa pemeliharaan tersebut. Mekanisme ini krusial untuk menjaga kualitas jangka panjang infrastruktur dan merupakan cerminan dari praktik kehati-hatian finansial yang tinggi (yang menguatkan aspek Trust dalam manajemen proyek).
Setelah masa pemeliharaan berakhir dan semua cacat telah diperbaiki, dilakukan Serah Terima Akhir (Final Hand Over/FHO), dan dana retensi pun dicairkan 100%. Kelalaian dalam menahan retensi adalah risiko keuangan yang serius dan dapat merusak akuntabilitas proses pengadaan.
Pencairan Dana untuk Kontrak Tahun Jamak (Multi Years Contract)
Kontrak Tahun Jamak (Multi Years Contract atau MYC) adalah kontrak yang pelaksanaannya melampaui satu tahun anggaran (Tahun Fiskal), seringkali diterapkan pada proyek konstruksi atau jasa konsultansi yang besar dan membutuhkan waktu penyelesaian yang panjang.
- Persyaratan Khusus: Karena melibatkan alokasi anggaran dari lebih dari satu tahun, kontrak tahun jamak memerlukan persetujuan khusus dan berjenjang. Kontrak ini wajib mendapatkan persetujuan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang memiliki kewenangan lebih tinggi, seperti Menteri, Kepala Lembaga, atau Kepala Daerah, tergantung dari lingkup proyek.
- Implikasi Anggaran: Pembayaran dan pencairan dana dalam MYC dilakukan secara termin sesuai progres pekerjaan, namun penganggarannya harus dialokasikan secara jelas di tahun fiskal yang berbeda. Artinya, PPK harus memastikan ketersediaan dana di tahun-tahun mendatang sesuai jadwal pembayaran yang disepakati dalam kontrak. Manajemen kontrak ini membutuhkan kemampuan Expertise yang tinggi dalam perencanaan anggaran dan kepatuhan terhadap peraturan keuangan negara.
- Risiko Pengalihan: Kegagalan mendapatkan persetujuan MYC dapat mengakibatkan pemutusan kontrak di akhir tahun anggaran, yang menimbulkan kerugian finansial dan tertundanya pembangunan. Oleh karena itu, prosedur persetujuan dan pengelolaan kontrak tahun jamak harus dilakukan dengan teliti dan kepatuhan yang ketat.
Mengelola pembayaran untuk kasus-kasus khusus ini menuntut pengetahuan mendalam (Knowledge) mengenai regulasi kontrak dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap jenis pengadaan yang berbeda.
Strategi Peningkatan Keahlian dan Kualitas Pengadaan Anda (Kepatuhan PBJ)
Untuk menguasai jenis dan cara pembayaran pengadaan barang dan jasa secara efisien, praktisi pengadaan wajib membangun sistem yang tidak hanya cepat, tetapi juga menunjukkan kualitas, keahlian, dan akuntabilitas tertinggi. Akuntabilitas (Accountability) dalam PBJ sangat bergantung pada dokumentasi yang lengkap dan jejak rekam penyedia yang terpercaya, mengurangi risiko penyalahgunaan anggaran dan memastikan setiap rupiah yang dibayarkan benar-benar menghasilkan nilai. Ini adalah fondasi dari praktik pengadaan yang kredibel.
Memastikan Akuntabilitas melalui Bukti Pengalaman Penyedia
Dalam proses seleksi penyedia, faktor pengalaman (Experience) memiliki bobot penilaian yang sangat tinggi, yang pada akhirnya memengaruhi kelancaran proses pembayaran. Pengalaman yang relevan, terutama untuk pekerjaan konstruksi atau jasa konsultansi berisiko tinggi, harus dibuktikan secara konkret dan dapat dipertanggungjawabkan.
Contoh konkret dari praktik terbaik adalah menjadikan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan kontrak proyek sejenis yang pernah dikerjakan sebagai bukti utama yang harus dilampirkan oleh penyedia. Misalnya, jika pengadaan adalah pembangunan jalan, penyedia wajib melampirkan BAST proyek pembangunan jalan dengan nilai dan kompleksitas serupa dalam lima tahun terakhir. Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang memiliki keahlian (Expertise) di bidangnya akan menggunakan data ini tidak hanya sebagai dasar seleksi, tetapi juga sebagai tolok ukur untuk meneliti kewajaran progres dan kualitas pekerjaan saat pengajuan pembayaran termin dilakukan. Praktik ini secara langsung memperkuat kredibilitas hasil pengadaan.
Pentingnya Transparansi Anggaran dan Kewajaran Harga
Transparansi anggaran dan penentuan kewajaran harga adalah komponen krusial dalam menciptakan proses pengadaan yang adil dan berintegritas. Prinsip ini tidak hanya meminimalkan potensi KKN tetapi juga memastikan bahwa dana publik digunakan seefisien mungkin.
Harga perkiraan sendiri (HPS) yang disusun secara profesional dan terbuka adalah kunci. HPS yang kuat harus didasarkan pada survei pasar yang aktual, data historis dari kontrak serupa yang telah diselesaikan (dibuktikan melalui BAST), serta analisis harga satuan yang terperinci. Dengan berpegangan pada prinsip ini, proses verifikasi permintaan pembayaran menjadi jauh lebih mudah dan akuntabel. Ketika penyedia mengajukan pembayaran termin, auditor internal dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) dapat membandingkan nilai yang diajukan dengan komponen harga yang telah disepakati dalam HPS dan kontrak. Integritas data ini, didukung oleh keahlian tim pengadaan dalam analisis biaya, akan menciptakan kualitas pengadaan yang teruji, sekaligus menunjukkan kepada publik bahwa proses telah dilakukan dengan benar.
Tips Praktis untuk Mempercepat Proses Pembayaran Tanpa Melanggar Aturan
Keterlambatan pembayaran adalah salah satu keluhan utama penyedia yang dapat memengaruhi kualitas pekerjaan. Namun, percepatan harus selalu dicapai dalam koridor kepatuhan, bukan dengan melanggar prosedur. Berikut adalah tips yang dapat Anda terapkan:
- Digitalisasi Dokumen (e-Procurement): Untuk mempercepat pembayaran, pastikan semua dokumen kontrak dan serah terima diajukan dan diproses secara elektronik (e-Procurement). Sistem yang terintegrasi memungkinkan PPK dan PPSPM mengakses, memverifikasi, dan menyetujui dokumen (seperti BAST, faktur pajak, dan Berita Acara Pembayaran) tanpa perlu tumpukan kertas.
- Verifikasi Berjalan (On-Going Verification): Alih-alih menunggu hingga batas akhir termin, tim pengelola kontrak harus melakukan verifikasi fisik dan administrasi secara terus-menerus. Jika ada ketidaklengkapan dokumen, segera komunikasikan. Dengan demikian, ketika penyedia mengajukan permintaan pembayaran resmi, tim verifikasi sudah memiliki sebagian besar data yang diperlukan.
- Patuh pada Batas Waktu: Verifikasi administrasi dan lapangan oleh tim teknis dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) harus diselesaikan dalam batas waktu yang ditetapkan (biasanya maksimal 7 hari kerja) setelah dokumen lengkap diterima. Batas waktu yang jelas ini, yang diatur dalam kontrak, menjamin kecepatan dan akuntabilitas proses. Kepatuhan terhadap SOP dan batas waktu adalah cerminan dari keahlian administrasi pengadaan Anda.
Menerapkan tiga strategi ini—berfokus pada bukti pengalaman penyedia, menjaga transparansi harga, dan mengoptimalkan proses digital—akan secara signifikan meningkatkan kualitas pengadaan Anda, memastikan pembayaran cepat, tepat, dan sepenuhnya patuh pada regulasi PBJ yang berlaku.
Tanya Jawab: Pertanyaan Teratas Mengenai Pembayaran PBJ yang Wajib Anda Ketahui
Q1. Apakah ‘Down Payment’ sama dengan Uang Muka dalam PBJ?
Secara istilah awam, ‘Down Payment’ (DP) atau uang panjar memiliki fungsi yang serupa dengan Uang Muka (Advance Payment) dalam Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Pemerintah, yaitu dana awal yang diberikan kepada penyedia. Namun, secara legal dan prosedural, keduanya berbeda secara signifikan—khususnya dalam konteks akuntabilitas dan kewenangan. Uang Muka dalam PBJ diatur secara ketat oleh regulasi, seperti diatur dalam Peraturan Presiden yang berlaku. Batasan pemberian Uang Muka biasanya ditetapkan maksimal 30% dari nilai kontrak untuk pekerjaan tertentu. Lebih lanjut, pencairan dana ini wajib disertai dengan Jaminan Uang Muka (diterbitkan oleh bank atau perusahaan asuransi), yang berfungsi sebagai pengamanan (Trust) bagi Pengguna Anggaran. Sementara itu, DP pada transaksi umum memiliki aturan yang jauh lebih fleksibel, seringkali tanpa jaminan ketat, dan persentasenya dapat dinegosiasikan secara bebas antara kedua belah pihak.
Q2. Apa risiko jika Pembayaran Termin dilakukan tanpa Verifikasi Lapangan?
Melakukan pembayaran termin tanpa melalui proses verifikasi lapangan yang memadai dan didukung oleh Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan (BAPP) merupakan pelanggaran fatal dalam tata kelola PBJ. Risiko utamanya adalah potensi kerugian keuangan negara dan masalah akuntabilitas. Jika Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) mencairkan dana hanya berdasarkan laporan administratif tanpa bukti fisik atau hasil expertise di lapangan, dana tersebut dicairkan untuk pekerjaan yang belum tentu selesai atau sesuai spesifikasi. Hal ini tidak hanya melanggar prinsip transparansi, tetapi juga mencederai aspek kepatuhan terhadap peraturan yang mengharuskan setiap pencairan dana berdasarkan kemajuan fisik yang terukur dan terverifikasi, menjaga trust publik terhadap penggunaan anggaran.
Final Takeaways: Menguasai Pembayaran PBJ yang Efisien dan Kepatuhan di 2026
Tiga Kunci Kepatuhan Pembayaran PBJ
Menguasai proses pembayaran Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang efisien dan patuh adalah kunci sukses bagi setiap pengelola pengadaan. Kepatuhan pembayaran PBJ bertumpu pada tiga pilar utama yang menjamin akuntabilitas dan keberlanjutan proyek. Pilar pertama adalah verifikasi dokumen yang ketat, memastikan setiap pencairan dana didukung oleh Berita Acara Serah Terima (BAST) dan faktur yang benar. Pilar kedua adalah penggunaan skema pembayaran yang sesuai jenis kontrak, seperti Termin untuk progres fisik, Lump Sum untuk output yang jelas, atau Time-Based untuk jasa konsultansi, yang menunjukkan Otoritas Anda dalam mengelola keragaman kontrak. Pilar ketiga dan tak kalah penting adalah manajemen jaminan yang efektif, mulai dari Jaminan Uang Muka hingga Jaminan Pelaksanaan dan Retensi, yang memastikan komitmen dan tanggung jawab penyedia barang/jasa.
Langkah Berikutnya untuk Pengelola Pengadaan
Setelah memahami berbagai jenis dan cara pembayaran, langkah berikutnya adalah mengaplikasikan prinsip-prinsip ini pada operasional harian. Sebagai pengelola pengadaan, Anda harus segera meninjau kembali semua kontrak yang sedang berjalan. Pastikan semua klausul pembayaran—termasuk ketentuan uang muka, pembayaran termin berdasarkan progres, dan retensi—telah dicantumkan dengan jelas, lengkap, dan dipatuhi secara ketat sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 dan perubahannya. Tindakan ini tidak hanya menjaga Kepercayaan terhadap proses pengadaan Anda, tetapi juga memitigasi risiko hukum dan finansial di masa depan, menjamin proses yang patuh dan berintegritas.