Daftar Jasa yang Wajib Dibayar dengan Cek dan Bilyet Giro

Memahami Kewajiban Pembayaran Jasa Menggunakan Cek dan Bilyet Giro

Apa itu Kewajiban Pembayaran Jasa dengan Instrumen Non-Tunai?

Kewajiban penggunaan Cek atau Bilyet Giro (BG) merupakan sebuah ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) untuk mengatur transaksi pembayaran jasa yang nilainya melebihi ambang batas tertentu. Aturan ini mewajibkan entitas bisnis menggunakan instrumen non-tunai, yaitu Cek atau Bilyet Giro, untuk pembayaran yang sifatnya besar. Langkah ini diambil untuk meningkatkan transparansi transaksi dan sekaligus mengurangi risiko yang melekat pada penggunaan uang tunai dalam jumlah besar.

Mengapa Regulasi Ini Penting untuk Transparansi Keuangan?

Regulasi yang mewajibkan pembayaran jasa tertentu menggunakan Cek atau Bilyet Giro sangat penting karena menciptakan jejak digital yang jelas dan dapat diaudit. Dengan kata lain, penggunaan instrumen ini secara otomatis memberikan catatan transaksi yang rinci dan terverifikasi oleh perbankan.

Melalui artikel ini, kami akan menguraikan secara lengkap mengenai daftar jenis jasa yang dikenakan aturan ini, batas minimum transaksi yang berlaku, serta sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi perusahaan yang gagal mematuhi regulasi penting ini, sehingga Anda dapat memastikan tata kelola keuangan yang akuntabel dan terpercaya.

Batas Nilai Transaksi: Kapan Pembayaran Jasa Harus Non-Tunai?

Memahami ambang batas nilai transaksi adalah inti dari kepatuhan terhadap kewajiban penggunaan instrumen non-tunai. Kewajiban ini dirancang untuk menciptakan sistem pembayaran yang lebih aman, efisien, dan memiliki jejak audit yang kuat, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan publik dan regulator terhadap laporan keuangan perusahaan.

Menentukan Batas Minimum Transaksi yang Diwajibkan

Pada prinsipnya, pembayaran jasa wajib menggunakan Cek atau Bilyet Giro (BG) apabila nilai transaksi per unitnya melampaui batas minimum tertentu yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI). Secara historis, acuan nilai ini seringkali berada di atas Rp100 juta. Namun, sangat penting bagi setiap perusahaan untuk selalu melakukan verifikasi terhadap regulasi terkini. Batas ini tidak statis dan dapat berubah sesuai kebijakan moneter dan stabilitas sistem pembayaran nasional.

Untuk memastikan akurasi dan keandalan data yang maksimal—sebuah pilar penting dalam membangun otoritas konten—kami merujuk langsung pada kebijakan resmi. Berdasarkan ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia, khususnya dalam rangka kebijakan non-tunai, pembayaran dengan nilai besar didorong untuk menggunakan BG. Salah satu referensi utama yang menunjukkan dorongan ini adalah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/41/DASP yang mengatur tentang pengawasan penggunaan Cek dan Bilyet Giro. Meskipun regulasi detail dapat diperbarui, semangatnya adalah: “Setiap transaksi pembayaran yang bernilai signifikan harus meninggalkan jejak digital perbankan untuk memitigasi risiko pencucian uang dan mendukung transparansi keuangan negara.” Kepatuhan terhadap batas nilai ini tidak hanya soal memenuhi aturan, tetapi juga mengadopsi praktik tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).

Dampak Tidak Mematuhi Batas Nilai Transaksi

Mengabaikan kewajiban pembayaran non-tunai ketika nilai transaksi jasa melebihi ambang batas yang ditetapkan dapat memicu konsekuensi serius. Kesalahan dalam penentuan batas nilai—misalnya, membayarkan tunai transaksi jasa senilai Rp150 juta—dapat mengakibatkan sanksi administratif langsung dari regulator sistem pembayaran.

Lebih jauh lagi, bagi perusahaan, ketidakpatuhan ini akan menjadi temuan besar oleh auditor keuangan independen atau auditor pajak (DJP). Dalam konteks pemeriksaan pajak, pembayaran tunai yang seharusnya menggunakan BG berpotensi diragukan keabsahannya sebagai biaya (cost deductibility). Jika perusahaan tidak dapat membuktikan jejak pembayaran yang jelas melalui bank statement, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berhak menolak biaya tersebut, yang pada akhirnya akan meningkatkan laba kena pajak perusahaan dan berujung pada denda pajak. Dengan kata lain, kepatuhan dalam penggunaan BG untuk transaksi bernilai tinggi adalah bukti keahlian dan kehati-hatian manajemen dalam mengelola keuangan dan risiko kepatuhan.

Daftar Jenis Jasa Kena Aturan Pembayaran Non-Tunai (Bilyet Giro)

Regulasi pembayaran non-tunai, khususnya yang melibatkan penggunaan Bilyet Giro (BG), dirancang untuk mencakup jenis-jenis jasa yang secara inheren memiliki nilai transaksi tinggi, risiko korupsi yang signifikan, atau membutuhkan tingkat transparansi keuangan yang sangat ketat. Memahami kategori jasa yang diwajibkan menggunakan instrumen non-tunai sangat penting untuk kepatuhan operasional dan pengelolaan risiko bisnis yang berintegritas.

Jasa Profesional dan Konsultasi dengan Nilai Tinggi

Secara umum, jasa konsultasi manajemen, hukum, dan keuangan yang melibatkan proyek atau kontrak bernilai besar secara otomatis akan masuk ke dalam kategori yang wajib menggunakan instrumen non-tunai seperti Bilyet Giro. Hal ini dikarenakan sifat transaksi yang seringkali melibatkan sejumlah dana signifikan dan kebutuhan akan jejak audit yang akurat. Bank Indonesia menetapkan kewajiban ini untuk memastikan bahwa setiap pergerakan dana dapat dilacak, sehingga meminimalkan potensi pencucian uang atau praktik keuangan yang tidak sehat.

Kasus Kepatuhan (Pengalaman): Sebuah firma konsultan Information Technology (IT) anonim di Jakarta melaporkan bahwa setelah mereka secara ketat menerapkan kebijakan pembayaran semua fee konsultasi di atas Rp100 juta menggunakan Bilyet Giro atau transfer bank, mereka melewati audit pajak tahunan dengan mudah. Jejak audit (audit trail) yang jelas dari BG berfungsi sebagai bukti kuat dan tak terbantahkan (reliabilitas data) atas pembebanan biaya jasa, jauh lebih reliable daripada bukti transaksi tunai.

Kepatuhan dalam penggunaan instrumen non-tunai untuk jasa profesional tidak hanya membantu memenuhi persyaratan regulasi, tetapi juga menunjukkan komitmen bisnis terhadap praktik akuntansi yang teliti, yang sangat dihargai oleh mitra bisnis dan auditor.

Jasa Kontraktor, Konstruksi, dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Kategori jasa yang paling ketat diawasi terkait kewajiban pembayaran non-tunai adalah jasa konstruksi proyek infrastruktur besar dan pengadaan tender pemerintah. Sektor ini berada di bawah sorotan intensif untuk memastikan transparansi dan mencegah tindakan anti-korupsi.

Oleh karena itu, pembayaran yang dilakukan oleh institusi pemerintah atau perusahaan yang terlibat dalam proyek infrastruktur kepada kontraktor, subkontraktor, dan pemasok material, hampir selalu diwajibkan melalui transfer bank, Bilyet Giro, atau instrumen non-tunai sejenis. Kewajiban ini berfungsi ganda:

  1. Anti-Korupsi: Menciptakan jejak digital yang mustahil untuk dihapus, sehingga setiap aliran dana untuk proyek publik dapat diawasi oleh lembaga pengawas.
  2. Kepercayaan (Trust): Memberikan tingkat keterpercayaan yang tinggi kepada pemegang saham, masyarakat, dan regulator bahwa dana digunakan sesuai peruntukannya.

Penggunaan BG dalam skenario ini menjadi standar operasional yang tidak bisa ditawar, mencerminkan komitmen terhadap praktik bisnis yang akuntabel dan berintegritas.

Instrumen Pembayaran yang Sah: Perbedaan Cek dan Bilyet Giro

Dalam konteks kewajiban pembayaran jasa bernilai besar secara non-tunai, dua instrumen utama yang diakui adalah Cek dan Bilyet Giro (BG). Meskipun keduanya adalah surat berharga yang dikeluarkan bank, fungsinya sangat berbeda, dan memahami perbedaannya sangat penting untuk kepatuhan dan manajemen keuangan yang andal. Penggunaan instrumen yang tepat dalam transaksi jasa menunjukkan keahlian dan reliabilitas dalam tata kelola keuangan perusahaan Anda.

Karakteristik Utama Bilyet Giro (BG) sebagai Alat Pembayaran Jasa

Bilyet Giro adalah pilihan yang lebih aman dan seringkali diwajibkan untuk pembayaran jasa dengan nilai besar karena karakternya yang non-tunai. Bilyet Giro adalah perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana kepada rekening pihak lain yang namanya tercantum jelas pada BG tersebut. Dengan kata lain, BG tidak dapat dicairkan secara tunai, melainkan wajib ditransfer ke rekening penerima jasa.

Inilah mengapa BG menjadi pilihan yang lebih disukai oleh regulator dan perusahaan untuk transaksi Business-to-Business (B2B) skala besar, termasuk pembayaran jasa konsultasi atau konstruksi. Karena sifatnya yang non-tunai, risiko kehilangan dana akibat pencurian atau kesalahan penanganan kas menjadi nihil. Selain itu, Bank Indonesia (BI) secara tegas mengatur bahwa BG wajib digunakan untuk transfer dana dan bukan penarikan tunai, sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menganggap BG sebagai instrumen vital dalam menciptakan ekosistem keuangan yang stabil. Sejalan dengan pandangan ini, Kementerian Keuangan mendukung penggunaan BG karena menghasilkan jejak audit yang sangat transparan, meminimalkan ruang gerak untuk praktik pencucian uang atau penggelapan pajak.

Kelebihan Menggunakan Cek dan Giro dalam Audit Keuangan

Salah satu manfaat terbesar dan paling praktis dari penggunaan Bilyet Giro (BG) dan Cek dalam pembayaran jasa adalah penciptaan jejak audit yang jelas. Setiap transaksi yang dieksekusi melalui BG atau Cek akan menghasilkan entri yang terperinci dan permanen di Laporan Rekening Koran Bank (Bank Statement).

Jejar audit ini adalah bukti andal yang sangat mendukung proses pembuktian biaya dan pendapatan saat pemeriksaan pajak atau audit keuangan. Ketika audit menanyakan mengenai pembebanan biaya jasa yang nilainya besar (misalnya, jasa hukum sebesar Rp150 juta), perusahaan dapat langsung menyajikan salinan BG dan rekening koran yang menunjukkan dana telah dipindahbukukan ke rekening penyedia jasa. Bukti ini, yang diverifikasi oleh sistem perbankan, secara otomatis memberikan kredibilitas dan akurasi (dimensi keahlian dan keandalan) kepada klaim biaya tersebut. Tanpa jejak audit yang jelas dari bank, auditor mungkin menolak pembebanan biaya tersebut (cost deductibility) jika pembayaran dilakukan secara tunai, yang berujung pada peningkatan tagihan pajak perusahaan. Oleh karena itu, bagi perusahaan yang mengutamakan kepatuhan dan tata kelola yang baik, penggunaan BG adalah prosedur operasional standar yang tidak bisa ditawar.

Aspek Kepatuhan dan Kepercayaan: Membangun Bukti Keahlian dan Reliabilitas

Langkah-Langkah Mengelola Transaksi Pembayaran Jasa Agar Taat Aturan

Kepatuhan terhadap regulasi pembayaran non-tunai bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga pilar utama dalam membangun otoritas, keahlian, dan kepercayaan (yang sangat penting untuk kredibilitas bisnis). Salah satu langkah paling proaktif yang dapat diambil perusahaan adalah dengan memanfaatkan teknologi. Bisnis harus menggunakan sistem akuntansi atau Enterprise Resource Planning (ERP) yang canggih yang mampu secara otomatis menandai setiap faktur atau invoice jasa yang nilai transaksinya melebihi batas pembayaran tunai yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penandaan otomatis ini akan memicu alert internal, memastikan bahwa pembayaran yang harusnya menggunakan Bilyet Giro (BG) atau Cek tidak keliru diproses secara tunai.

Untuk memastikan kepatuhan yang konsisten dan membangun kepercayaan di mata auditor dan mitra bisnis, kami telah menyusun panduan terperinci, sebuah proses eksklusif yang kami sebut “Checklist Kepatuhan BG Bisnis”. Panduan langkah demi langkah ini dirancang untuk meminimalkan human error dan memastikan setiap transaksi di atas batas yang diatur oleh PBI sudah diproses dengan instrumen non-tunai yang benar:

  1. Identifikasi Ambang Batas: Verifikasi batas nilai transaksi non-tunai terbaru dari regulasi Bank Indonesia (misalnya, jika batas saat ini adalah Rp100 juta).
  2. Klasifikasi Transaksi: Sebelum pembayaran, klasifikasikan invoice berdasarkan jenis jasa dan nilai totalnya.
  3. Verifikasi Sistem: Pastikan sistem akuntansi mencatat pembayaran sebagai “Giro” atau “Transfer Bank” untuk semua transaksi di atas ambang batas.
  4. Otorisasi Ganda: Wajibkan otorisasi ganda untuk penerbitan BG, melibatkan Manajer Keuangan dan Direktur, yang menunjukkan keahlian dan kontrol internal yang ketat.
  5. Pencatatan Bukti: Simpan salinan hardcopy dan digital dari BG yang telah diterbitkan dan bank statement terkait.

Penggunaan panduan internal yang terstruktur ini memberikan bukti keahlian yang solid dalam mengelola transaksi skala besar.

Dampak Positif Kepatuhan Regulasi terhadap Reputasi Bisnis

Perusahaan yang secara konsisten mematuhi regulasi pembayaran non-tunai dan secara transparan menggunakan Bilyet Giro atau Cek untuk transaksi jasa bernilai besar menunjukkan bahwa mereka memiliki tata kelola perusahaan (GCG) yang sangat baik. GCG yang kuat adalah indikator utama reliabilitas dan kesehatan finansial jangka panjang.

Kepatuhan ini secara langsung meningkatkan kepercayaan dari berbagai pihak. Di mata investor, perusahaan tersebut dipandang berisiko rendah karena operasionalnya terhindar dari potensi sanksi administratif dan temuan ketidakpatuhan. Bagi mitra bisnis (terutama dalam skema B2B), penggunaan instrumen non-tunai yang legal memberikan rasa aman dan menjamin jejak audit yang jelas, memperlancar proses kerjasama dan due diligence. Selain itu, bukti kepatuhan yang rapi ini juga sangat membantu saat menghadapi audit pajak, di mana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan lebih mudah menerima pembebanan biaya (cost deductibility) karena adanya jejak transaksi bank yang jelas, bukan sekadar bukti pembayaran tunai yang lebih sulit diverifikasi. Singkatnya, kepatuhan regulasi adalah investasi yang meningkatkan reputasi dan keahlian perusahaan di pasar.

Pertanyaan Umum (FAQ) Seputar Kewajiban Pembayaran Jasa Non-Tunai

Q1. Apakah Aturan Wajib Bilyet Giro Berlaku untuk Semua UKM?

Kewajiban penggunaan Bilyet Giro (BG) atau Cek untuk pembayaran jasa bernilai besar tidak secara spesifik membatasi berdasarkan ukuran entitas bisnis (UKM atau Korporasi). Sebaliknya, aturan ini, yang merupakan bagian dari regulasi Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai transaksi non-tunai, berfokus pada nilai ambang batas transaksi dan jenis entitas yang terlibat. Secara umum, aturan ini berlaku untuk transaksi yang melibatkan entitas yang berada di bawah pengawasan regulasi BI atau OJK dan yang nilai transaksinya per unit melebihi ambang batas yang ditetapkan (misalnya, di atas Rp100 juta).

Penting untuk dipahami bahwa tujuan dari aturan ini adalah untuk meningkatkan kredibilitas dan transparansi dalam sistem pembayaran, yang pada akhirnya menguntungkan semua pelaku usaha, termasuk UKM yang bertumbuh. Sebuah UKM yang melakukan pembayaran jasa konstruksi atau konsultasi senilai di atas batas wajib BG akan tunduk pada kewajiban ini, sama seperti perusahaan besar.

Q2. Apa Sanksi Jika Pembayaran Jasa Nilai Besar Dilakukan Tunai?

Melanggar kewajiban pembayaran jasa nilai besar secara non-tunai (dengan BG atau Cek) dapat memicu beberapa konsekuensi serius. Sanksi utama bagi perusahaan yang melanggar di bidang perpajakan adalah penolakan pembebanan biaya (atau cost deductibility) oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Artinya, biaya jasa yang dibayar tunai dan melanggar ketentuan tidak dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan, yang secara langsung akan meningkatkan jumlah Pajak Penghasilan (PPh) Terutang.

Selain itu, pelanggaran ini dapat menjadi temuan audit yang signifikan oleh auditor independen maupun regulator terkait, seperti BI atau OJK, yang dapat berujung pada sanksi administratif. Perusahaan yang tidak mematuhi regulasi pembayaran non-tunai berisiko dianggap memiliki kontrol internal yang lemah, yang dapat merusak reputasi bisnis dan mengurangi kepercayaan mitra.

Q3. Bagaimana Cara Cek Saldo dan Keabsahan Bilyet Giro?

Untuk memastikan keandalan dan reliabilitas transaksi, setiap pihak penerima Bilyet Giro harus memverifikasi keabsahannya.

Langkah pertama adalah pengecekan keabsahan formal BG, yaitu memastikan semua persyaratan formal telah terpenuhi (nama penerima jelas, tanggal efektif terisi, tanda tangan sesuai spesimen, dan masa berlaku belum kedaluwarsa). Bilyet Giro memiliki masa berlaku yang ketat (biasanya 70 hari sejak tanggal penarikan) dan harus diuangkan/dikliringkan sebelum tanggal kedaluwarsa tersebut.

Mengenai saldo dan ketersediaan dana, informasi ini bersifat rahasia bank dan hanya dapat diakses oleh penarik (pemilik rekening) atau melalui proses konfirmasi resmi kepada bank penerbit oleh bank penerima setelah BG diserahkan untuk proses pemindahbukuan.

Meskipun informasi saldo tidak diberikan secara langsung kepada penerima untuk alasan kerahasiaan, proses konfirmasi kepada bank penerbit melalui bank penerima adalah prosedur standar. Jika BG ditolak (ditolak kliring) karena alasan dana tidak cukup (Not Sufficient Funds - NSF), ini akan menjadi indikasi kegagalan transaksi, namun mekanisme BG yang merupakan perintah pemindahbukuan (bukan janji bayar) menjadikannya lebih aman dibandingkan instrumen tunai.

Final Takeaways: Menguasai Aturan Pembayaran Jasa dengan Giro di Tahun 2026

Mengadopsi instrumen pembayaran non-tunai seperti Bilyet Giro (BG) untuk transaksi jasa skala besar bukanlah sekadar kepatuhan, tetapi juga strategi vital untuk membangun transparansi dan kepercayaan (Trust) yang solid. Regulasi Bank Indonesia (PBI) yang mewajibkan penggunaan BG atau Cek di atas ambang batas tertentu bertujuan untuk menciptakan jejak keuangan yang jelas dan memitigasi risiko penggunaan uang tunai. Bagi bisnis, memahami dan mempraktikkan aturan ini adalah tanda tata kelola perusahaan yang unggul.

3 Kunci Kepatuhan Transaksi Jasa Skala Besar

Memastikan bahwa setiap pembayaran jasa yang nilainya melebihi batas PBI menggunakan Bilyet Giro adalah kunci untuk menghindari sanksi dan membangun transparansi keuangan. Kunci utama ini tidak hanya menghindari temuan auditor keuangan atau penalti pajak (penolakan pembebanan biaya/ cost deductibility), tetapi juga mencerminkan komitmen perusahaan terhadap standar akuntabilitas yang tinggi, sebuah faktor yang sangat dihargai oleh mitra bisnis dan investor.

Tindakan Selanjutnya untuk Keuangan Bisnis Anda

Langkah proaktif adalah esensial. Segera konsultasikan dengan akuntan atau bank Anda untuk memverifikasi batas nilai terbaru (misalnya, batas Rp100 juta atau nilai yang berlaku) dan memperbarui prosedur operasional standar (SOP) perusahaan Anda. Mengintegrasikan pembaruan ini akan memastikan tim keuangan Anda selalu beroperasi dalam kerangka regulasi terkini, sekaligus memperkuat bukti keahlian (Expertise) dan reliabilitas (Reliability) keuangan perusahaan Anda di mata pihak eksternal.

Jasa Pembayaran Online
💬