Izin Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Bank Indonesia

Memahami Izin Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Bank Indonesia

Apa Itu Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) dan Regulasi BI?

Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, atau yang sering disingkat PJSP, adalah entitas yang memegang peran sentral dalam ekosistem transaksi keuangan di Indonesia. Secara definisi, PJSP adalah pihak yang menyediakan beragam layanan, mulai dari fasilitas transfer dana, kliring, penyelesaian akhir, hingga penerbitan instrumen pembayaran seperti uang elektronik atau dompet digital. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/6/PBI/2021, setiap entitas yang menjalankan fungsi ini wajib hukumnya memiliki izin dari Bank Indonesia (BI). Kepatuhan terhadap regulasi ini adalah fondasi utama untuk operasi yang sah dan terpercaya.

Mengapa Otoritas Bank Indonesia Penting untuk Layanan Pembayaran Anda

Otoritas Bank Indonesia memegang peran krusial sebagai regulator untuk memastikan stabilitas sistem keuangan, melindungi konsumen, dan menjaga keamanan transaksi di seluruh negeri. Mendapatkan izin dari BI bukan sekadar formalitas; ini adalah bukti kompetensi dan keandalan layanan Anda. Panduan yang kami sajikan ini akan memaparkan secara rinci langkah-langkah konkret yang harus Anda tempuh, mulai dari pengajuan perizinan hingga pemenuhan standar tertinggi dari otoritas Bank Indonesia. Ini akan membantu Anda membangun kepercayaan dan kredibilitas di mata pengguna dan regulator.

Kategori Layanan Sistem Pembayaran Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (BI)

Klasifikasi Jenis Layanan dan Dampaknya pada Perizinan

Bank Indonesia (BI) membagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) menjadi tiga kategori utama, dan klasifikasi ini secara langsung menentukan tingkat persyaratan perizinan, permodalan, dan pengawasan yang harus dipenuhi oleh perusahaan Anda. Klasifikasi PJSP diatur secara ketat untuk memastikan bahwa entitas yang beroperasi di sektor ini memiliki tingkat kompetensi dan keandalan operasional yang memadai.

Ketiga kategori tersebut adalah:

  • Penyedia Jasa Pembayaran (PJP): Meliputi kegiatan penyediaan instrumen dan/atau layanan pembayaran (misalnya Uang Elektronik, Dompet Digital, Gerbang Pembayaran).
  • Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIPS): Meliputi kegiatan penyediaan infrastruktur untuk memfasilitasi transfer dana, kliring, dan penyelesaian akhir (misalnya layanan switching).
  • Penyedia Layanan Penunjang: Meliputi layanan terkait sistem pembayaran yang tidak masuk dalam PJP atau PIPS (misalnya fraud detection atau identity verification).

Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyelenggaraan Sistem Pembayaran, kriteria perizinan untuk setiap kategori ini bersifat dinamis. Sebagai contoh, layanan yang memiliki risiko sistemik atau memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas moneter akan dikenakan persyaratan permodalan dan pengujian teknologi yang jauh lebih ketat.

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai klasifikasi ini, berikut adalah tabel komparasi detail kategori layanan PJSP:

Kategori PJSP Contoh Layanan Utama Acuan Regulasi Utama (PBI 23/6/2021) Pengaruh pada Perizinan
PJP (Penyedia Jasa Pembayaran) Uang Elektronik, Dompet Digital, Layanan Transfer Dana Bab IV (Perizinan) Persyaratan Izin PJP harus mencakup aspek Perlindungan Konsumen dan Keamanan Siber.
PIPS (Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran) Layanan Kliring dan Settlement, Switching Bab IV (Perizinan) Persyaratan Izin PIPS menekankan pada Keandalan Sistem dan Interoperabilitas.
Penunjang Layanan Fraud Detection, Identity Verification Bab III (Pendaftaran) Biasanya melalui proses pendaftaran, tetapi tetap diawasi ketat terkait keamanan data.

Mekanisme Penetapan dan Kewenangan Bank Indonesia

Setiap kategori layanan memiliki Batas Nilai Transaksi Tahunan yang berbeda, dan batasan ini memiliki konsekuensi langsung pada permodalan minimum serta tingkat pengawasan operasional yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Misalnya, sebuah perusahaan penyedia layanan Uang Elektronik yang mencapai batas nilai transaksi tertentu dalam satu tahun wajib meningkatkan modal disetornya dan memenuhi standar pelaporan yang lebih tinggi. Ini merupakan langkah BI untuk memastikan bahwa entitas dengan volume dan dampak operasional yang besar selalu memiliki dana yang memadai dan operasional yang andal.

Kewenangan untuk menetapkan dan mengubah kategori layanan ini sepenuhnya berada di tangan Bank Indonesia. Berdasarkan pengalaman industri, keputusan BI didasarkan pada asesmen yang komprehensif, mencakup potensi risiko sistemik, tingkat adopsi pasar, dan kompleksitas teknologi yang digunakan. Oleh karena itu, bagi calon PJSP, memahami di mana posisi layanan Anda dalam kerangka regulasi ini adalah langkah fundamental sebelum memulai proses pengajuan izin.

Persyaratan Administrasi dan Teknis untuk Pengajuan Izin PJSP

Pengajuan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada Bank Indonesia (BI) bukan hanya formalitas legal, tetapi merupakan penilaian menyeluruh atas kompetensi dan kredibilitas entitas. Memenuhi persyaratan administrasi dan teknis yang ketat adalah fondasi untuk membangun kepercayaan otoritas bahwa perusahaan Anda mampu mengelola layanan pembayaran dengan aman dan andal.

Kelengkapan Dokumen Korporasi dan Legalitas Bisnis

Persiapan dokumen yang lengkap dan terstruktur adalah langkah awal yang krusial. Kelengkapan ini menunjukkan kesiapan dan keseriusan korporasi dalam menjalankan bisnis yang sangat diatur. Dokumen wajib yang harus disiapkan mencakup salinan Akta Pendirian perusahaan beserta perubahannya, Daftar Pemegang Saham yang jelas, dan Struktur Organisasi yang menunjukkan fungsi-fungsi kunci operasional dan kepatuhan. Selain itu, BI juga menuntut transparansi keuangan melalui Laporan Keuangan Audit Tiga Tahun Terakhir sebagai bukti kesehatan finansial perusahaan.

Aspek yang tak kalah penting, yang menjadi fokus utama otoritas, adalah reputasi dan pengalaman individu yang memimpin perusahaan. Bank Indonesia secara ketat menerapkan kriteria Fit and Proper Test bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi. Misalnya, menurut pedoman BI mengenai uji kelayakan dan kepatutan, Direktur Utama atau Komisaris wajib memiliki rekam jejak yang relevan dan terbukti bersih dalam industri keuangan atau teknologi pembayaran. Pengalaman ini harus mencerminkan kemampuan mereka dalam mengelola risiko, menjamin kepatuhan, dan mengimplementasikan tata kelola perusahaan yang baik—semua elemen penting dalam membangun kepercayaan publik dan regulator.

Standar Keamanan Sistem Informasi dan Manajemen Risiko Teknologi

Dalam industri sistem pembayaran, risiko terbesar berasal dari kegagalan sistem dan serangan siber. Oleh karena itu, persyaratan teknis BI sangat fokus pada kemampuan entitas untuk melindungi infrastruktur dan data pelanggan.

Sistem teknologi informasi yang digunakan oleh PJSP harus membuktikan diri tangguh terhadap ancaman. Persyaratan minimal menuntut sistem untuk memenuhi standar internasional, seperti ISO 27001 atau sertifikasi yang setara. Kepatuhan ini tidak hanya bersifat opsional; ia menjadi tolok ukur fundamental untuk memastikan perlindungan data konsumen dan mitigasi risiko siber yang efektif. Kebutuhan ini mencakup pengelolaan akses data, enkripsi, dan protokol respons insiden keamanan yang jelas. Kegagalan dalam membuktikan kemampuan manajemen risiko teknologi yang matang dapat menjadi penghalang besar dalam proses perizinan, karena bagi regulator, keamanan dan keandalan sistem adalah jaminan utama bagi stabilitas sistem pembayaran nasional.

Alur Proses Pengajuan Izin kepada Bank Indonesia: Tahap Pra-Registrasi hingga Penetapan

Pengajuan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada Bank Indonesia (BI) adalah proses berlapis yang memerlukan ketelitian dan kesabaran. Secara rata-rata, proses ini dapat memakan waktu 6 hingga 12 bulan, sebuah durasi yang memperlihatkan kedalaman pengujian oleh otoritas. Periode ini dimulai sejak penyampaian surat minat (Letter of Intent) yang menandakan keseriusan Anda, diikuti dengan penyertaan rencana bisnis (business plan) yang sangat detail, mencakup aspek teknologi, operasional, hingga mitigasi risiko. Keberhasilan dalam setiap tahap sangat bergantung pada seberapa baik perusahaan dapat membuktikan kompetensi dan keandalan operasional.

Tahap Pra-Permohonan: Kesesuaian Rencana Bisnis dan Konsultasi Awal

Langkah awal dalam proses perizinan PJSP adalah memastikan bahwa rencana bisnis yang Anda ajukan telah selaras dengan visi dan regulasi BI. Pada tahap ini, calon PJSP diharuskan menyampaikan gambaran lengkap layanan yang akan ditawarkan, struktur kepemilikan, dan proyeksi keuangan. Konsultasi awal dengan tim BI sangat dianjurkan untuk mendapatkan panduan mengenai kategori perizinan yang tepat dan memastikan tidak ada persyaratan administratif yang terlewatkan. Kunci dari tahap ini adalah presentasi yang solid, yang menunjukkan pemahaman mendalam tentang ekosistem pembayaran di Indonesia dan komitmen penuh terhadap kepatuhan regulasi.

Tahap Uji Coba (Regulatory Sandbox) dan Audit Kepatuhan

Fase Regulatory Sandbox adalah tahapan krusial dan penentu dalam perizinan PJSP. Di sini, layanan yang diusulkan akan diuji coba secara ketat dalam lingkungan terkontrol untuk menilai aspek fungsionalitas, keamanan, dan interoperabilitas dengan sistem pembayaran lain. Kegagalan dalam membuktikan kemampuan sistem untuk menjaga keamanan data pelanggan, misalnya, atau ketidakmampuan berinteroperasi dengan sistem kliring yang ada, akan langsung menyebabkan penundaan perizinan atau bahkan penolakan total. Otoritas moneter secara khusus menekankan pada uji ketahanan siber dan protokol perlindungan data, mengacu pada standar global.

Proses Evaluasi Akhir dan Penerbitan Izin Resmi

Setelah berhasil melewati fase sandbox dan audit kepatuhan, permohonan akan memasuki tahap evaluasi akhir. Tahap ini mencakup penilaian menyeluruh atas seluruh dokumen, hasil uji coba, dan fit and proper test untuk jajaran direksi dan komisaris.

Secara umum, alur proses perizinan yang dilalui oleh calon PJSP dapat dipetakan sebagai berikut:

  • Penyampaian Surat Minat & Rencana Bisnis: Dokumen awal yang menjadi dasar penilaian keseriusan dan kelayakan ide.
  • Pra-Persetujuan: Pemberian persetujuan prinsip yang memungkinkan calon PJSP mempersiapkan infrastruktur lebih lanjut.
  • Audit Kepatuhan & Uji Coba (Sandbox): Pengujian ketat terhadap sistem dan operasional.
  • Evaluasi Akhir: Penilaian menyeluruh oleh tim penilai.
  • Rekomendasi Internal: Penyampaian rekomendasi hasil evaluasi kepada pimpinan.
  • Persetujuan Deputi Gubernur BI: Ini merupakan titik kritis (milestone) tertinggi; persetujuan dari Deputi Gubernur BI menegaskan bahwa semua persyaratan teknis, legal, dan operasional telah terpenuhi.
  • Penerbitan Izin Resmi: Setelah persetujuan tingkat tinggi, izin resmi akan diterbitkan.

Keputusan akhir dalam proses ini mencerminkan tingginya standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk menjaga integritas dan stabilitas sistem pembayaran nasional.


Diagram Alir Proses Perizinan PJSP (Visualisasi Proses) Langkah 1: Pengajuan Surat Minat & Rencana Bisnis $\rightarrow$ Langkah 2: Konsultasi Awal & Pra-Persetujuan $\rightarrow$ Langkah 3: Persiapan Infrastruktur & Regulatory Sandbox $\rightarrow$ Langkah 4: Audit Kepatuhan Teknis & Keamanan $\rightarrow$ Langkah 5: Evaluasi Akhir & Fit and Proper Test $\rightarrow$ Langkah 6 (Titik Kritis): Persetujuan oleh Deputi Gubernur BI $\rightarrow$ Langkah 7: Penerbitan Izin Resmi.


Membangun Kepercayaan dan Kredibilitas dalam Layanan Pembayaran Anda (Beyond Kepatuhan)

Mendapatkan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) dari Bank Indonesia (BI) bukan hanya tentang memenuhi daftar periksa dokumen, tetapi lebih jauh, tentang membangun kepercayaan dan kredibilitas yang berkelanjutan di mata regulator dan konsumen. BI sangat menekankan aspek keahlian, wewenang, dan keandalan dari sebuah entitas. Hal ini berarti perusahaan harus menunjukkan bahwa mereka tidak hanya mampu secara legal, tetapi juga kompeten dan etis dalam menjalankan operasional pembayaran yang sensitif.

Strategi untuk Membuktikan Kompetensi dan Pengalaman Operasional

Kompetensi dan keandalan adalah kunci utama yang dinilai oleh Bank Indonesia saat mengevaluasi aplikasi PJSP. Entitas harus membuktikan hal ini melalui rekam jejak tim manajemen, khususnya yang terlibat langsung dalam operasional sistem pembayaran dan kepatuhan. Proses yang matang dan terdokumentasi, mulai dari onboarding pelanggan hingga penyelesaian transaksi dan penanganan insiden, harus dimiliki secara utuh. Regulator akan melihat pengalaman yang relevan dari Direksi dan Komisaris di industri keuangan atau teknologi pembayaran sebagai indikasi kemampuan perusahaan untuk mengelola risiko dan tantangan industri.

Untuk meningkatkan penilaian otoritas BI, sangat penting untuk menunjukkan transparansi operasional yang unggul. Misalnya, dalam sebuah studi kasus kepatuhan yang berhasil, perusahaan layanan pembayaran yang baru disetujui menunjukkan komitmen mereka dengan menerapkan sistem pelaporan transparan secara real-time kepada otoritas, melebihi persyaratan minimum yang diwajibkan. Selain itu, mereka menerapkan Prosedur Penanganan Keluhan Konsumen (PPKK) yang mampu menyelesaikan 95% keluhan dalam waktu kurang dari 24 jam. Tindakan proaktif ini, di atas kepatuhan reguler, menunjukkan tingkat tanggung jawab dan kemampuan operasional yang sangat tinggi, yang secara signifikan memperkuat citra keandalan di mata BI. Pengalaman ini menunjukkan bahwa praktik terbaik dalam kepatuhan dan layanan pelanggan dapat menjadi pembeda utama.

Pentingnya Tata Kelola Perusahaan (Governance) dan Etika Bisnis

Tata kelola perusahaan (Governance) yang kuat adalah fondasi yang menjamin keberlanjutan dan integritas layanan pembayaran. Ini adalah salah satu aspek yang paling diperhatikan oleh regulator untuk memastikan bahwa perusahaan dikelola secara bertanggung jawab dan profesional. Tata kelola yang memadai mencakup, antara lain, independensi dewan komisaris dari kepentingan operasional harian, serta penerapan yang ketat terhadap prinsip-prinsip Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT).

Aspek APU PPT sangat krusial; PJSP harus memiliki sistem know-your-customer (KYC) yang canggih dan monitoring transaksi yang efektif untuk mengidentifikasi dan melaporkan aktivitas mencurigakan kepada otoritas terkait. Bank Indonesia melihat kepatuhan terhadap APU PPT bukan hanya sebagai kewajiban hukum, tetapi sebagai indikasi etika bisnis dan komitmen perusahaan untuk menjaga integritas sistem keuangan nasional. Dengan memastikan struktur tata kelola yang transparan, dewan yang independen, dan kepatuhan APU PPT yang robust, perusahaan tidak hanya mematuhi peraturan, tetapi juga menempatkan diri sebagai mitra terpercaya dalam ekosistem pembayaran Indonesia.

Kewajiban Pasca-Izin: Pelaporan, Pengawasan, dan Sanksi Regulator

Mendapatkan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) dari Bank Indonesia (BI) bukanlah akhir dari perjalanan regulasi, melainkan permulaan dari fase pengawasan dan kepatuhan berkelanjutan. Setelah izin diterbitkan, fokus utama beralih pada pemeliharaan kompetensi dan kredibilitas operasional melalui pelaporan yang ketat dan ketaatan terhadap standar tata kelola. Pengawasan regulator dirancang untuk memastikan bahwa layanan pembayaran tidak hanya aman bagi konsumen tetapi juga stabil bagi sistem keuangan nasional.

Pelaporan Berkala (Reguler) dan Ad-Hoc kepada Bank Indonesia

Sebagai entitas yang telah dipercaya menyediakan layanan vital dalam ekosistem pembayaran, PJSP memiliki kewajiban untuk secara rutin melaporkan kinerja dan kondisi operasionalnya. PJSP wajib mengirimkan laporan keuangan, laporan operasional, dan laporan risiko keamanan sistem secara bulanan/triwulanan kepada BI sesuai dengan jadwal dan format yang telah ditetapkan. Kewajiban pelaporan ini adalah inti dari pengawasan otoritas dan merupakan cara Bank Indonesia memastikan bahwa perusahaan secara berkelanjutan memiliki keandalan dan kapabilitas yang diperlukan.

Dalam menjalankan fungsi pengawasan dan menjaga kredibilitas informasi di pasar, Bank Indonesia mengatur format pelaporan secara spesifik. Misalnya, PJSP diharuskan menyampaikan Laporan Keuangan Bulanan (LKB) untuk memberikan gambaran kesehatan finansial perusahaan, dan Laporan Keamanan Sistem Informasi (LKSI) untuk memverifikasi kepatuhan terhadap standar keamanan siber yang ditetapkan. LKSI, khususnya, memerlukan bukti nyata dari hasil uji penetrasi (penetration test) dan audit keamanan internal yang dilakukan secara periodik. Kepatuhan terhadap format dan batas waktu pelaporan ini menunjukkan keseriusan dan tata kelola internal yang baik, yang menjadi faktor penting dalam penilaian kinerja oleh regulator. Selain pelaporan reguler, laporan ad-hoc juga harus disampaikan segera jika terjadi insiden kritis seperti pelanggaran keamanan data besar-besaran atau kegagalan sistem yang meluas.

Jenis-Jenis Sanksi dan Konsekuensi Pelanggaran Kepatuhan

Ketaatan terhadap regulasi Bank Indonesia adalah harga mati. Kegagalan dalam mematuhi standar operasional, keamanan, dan pelaporan dapat memicu tindakan korektif hingga sanksi berat. Sanksi yang dikenakan oleh regulator bervariasi tergantung pada tingkat keparahan pelanggaran.

Pelanggaran yang tergolong serius, seperti praktik anti-persaingan, kegagalan mitigasi risiko siber yang menyebabkan kerugian konsumen massal, atau pelanggaran prinsip Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) yang berulang, dapat berujung pada tindakan yang sangat tegas. Konsekuensi ini meliputi denda administratif dalam jumlah yang signifikan, pembatasan kegiatan usaha (misalnya, melarang penerbitan instrumen pembayaran baru), dan yang paling fatal adalah pencabutan izin sebagai PJSP. Pencabutan izin akan membuat perusahaan tidak dapat lagi mengoperasikan layanan sistem pembayaran di Indonesia, secara efektif mengakhiri model bisnis tersebut. Oleh karena itu, investasi yang berkelanjutan dalam tata kelola perusahaan yang kuat dan sistem keamanan informasi yang tangguh adalah esensial untuk menjaga izin operasi dan menghindari risiko regulasi yang merugikan.

Pertanyaan Sering Diajukan Seputar Izin Penyelenggara Jasa Pembayaran

Q1. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan izin PJSP dari Bank Indonesia?

Proses perizinan untuk menjadi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) dari Bank Indonesia (BI) bervariasi tergantung pada kelengkapan dokumen yang diajukan dan kompleksitas layanan yang ditawarkan. Secara umum, waktu yang dibutuhkan berkisar antara 6 hingga 12 bulan. Penting untuk dicatat bahwa jangka waktu ini tidak termasuk fase regulatory sandbox (uji coba terbatas) yang mungkin diwajibkan oleh BI, terutama untuk inovasi layanan baru.

Pengalaman menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki tim manajemen dengan rekam jejak kuat dan sistem internal yang sudah memenuhi standar keamanan dan kepatuhan BI, cenderung dapat menyelesaikan proses evaluasi dalam jangka waktu yang lebih cepat. Keterlambatan sering kali terjadi pada tahap Pra-Permohonan dan selama fase audit teknis jika ada ketidaksesuaian signifikan dengan standar Manajemen Risiko Teknologi Informasi yang ketat dari Bank Indonesia.

Q2. Apa perbedaan utama antara PJSP dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIPS)?

Meskipun keduanya berada di bawah regulasi Bank Indonesia dalam kerangka Sistem Pembayaran Nasional (SPN), terdapat perbedaan fungsi yang fundamental antara PJSP dan PIPS.

Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) berfokus pada penyediaan layanan langsung kepada pengguna akhir (konsumen). Contoh layanan PJSP meliputi penerbitan uang elektronik (e-wallet), layanan transfer dana, layanan pembayaran menggunakan kode QR, atau gerbang pembayaran (payment gateway). Secara esensial, PJSP adalah antarmuka yang digunakan masyarakat untuk melakukan transaksi sehari-hari.

Sebaliknya, Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIPS) berfokus pada penyediaan infrastruktur yang menghubungkan PJSP dan/atau Lembaga lainnya. Fungsi PIPS adalah memfasilitasi kelancaran dan penyelesaian transaksi yang dilakukan oleh PJSP. Contoh PIPS termasuk lembaga yang menyediakan layanan kliring, penyelesaian dana (settlement), atau sistem transfer dana besar seperti BI-RTGS. PIPS bertindak sebagai ‘jalur tol’ yang memastikan dana berpindah dengan aman dan efisien di antara PJSP atau institusi keuangan.

Singkatnya:

Kategori Fokus Layanan Contoh Layanan
PJSP Layanan ke Pengguna Akhir Uang Elektronik, QRIS, Payment Gateway
PIPS Infrastruktur Penghubung Kliring, Settlement Dana, Sistem RTGS

Dengan memahami perbedaan ini, calon pemohon dapat memastikan mereka mengajukan perizinan yang sesuai dengan model bisnis dan lingkup operasional yang sebenarnya.

Final Takeaways: Menguasai Regulasi Sistem Pembayaran Indonesia

Tiga Pilar Utama Sukses Perizinan (Kepatuhan, Keamanan, Kompetensi)

Proses perizinan sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) di bawah pengawasan Bank Indonesia (BI) bukanlah sekadar formalitas pengumpulan dokumen. Ini adalah proses menyeluruh yang menuntut bukti nyata keahlian operasional dan komitmen yang teguh. Sukses dalam mendapatkan dan mempertahankan izin PJSP dapat dirangkum dalam tiga pilar utama: Kepatuhan Regulator, yang berarti memahami dan mengimplementasikan setiap pasal dari PBI dan POJK terkait; Keamanan Sistem, yang dibuktikan melalui sertifikasi ISO 27001 dan kemampuan mitigasi risiko siber; serta Kompetensi dan Keandalan, yang ditunjukkan melalui rekam jejak tim manajemen yang matang dan tata kelola perusahaan yang baik. Regulator akan menilai secara mendalam, memastikan bahwa pemegang izin tidak hanya patuh pada kertas, tetapi juga memiliki kemampuan untuk beroperasi secara andal dan bertanggung jawab dalam ekosistem pembayaran nasional.

Langkah Aksi Anda Selanjutnya

Untuk calon PJSP yang serius memasuki pasar, langkah paling strategis adalah segera melakukan audit kesiapan (readiness assessment) internal. Audit ini bertujuan untuk mengukur kesenjangan (gap analysis) antara sistem, prosedur, dan tata kelola yang Anda miliki saat ini dengan standar keamanan, operasional, dan kepatuhan yang ketat dari Bank Indonesia. Mengidentifikasi dan menutup kesenjangan ini sebelum pengajuan resmi akan secara signifikan mempercepat proses perizinan dan meningkatkan kredibilitas Anda di mata otoritas.

Jasa Pembayaran Online
💬