Contoh Format Berita Acara Pembayaran Pengadaan Barang dan Jasa
Memahami Format Berita Acara Pembayaran Pengadaan Barang dan Jasa
Apa Itu Berita Acara Pembayaran (BAP) dan Kapan Digunakan?
Berita Acara Pembayaran (BAP) adalah sebuah dokumen otentik yang sangat krusial dalam siklus pengadaan barang dan jasa. Fungsi utamanya adalah secara resmi menyatakan bahwa pekerjaan atau barang yang diserahkan oleh penyedia jasa/kontraktor telah diterima dan disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau pejabat berwenang lainnya. Karena BAP berfungsi sebagai dasar yang kuat untuk memberikan persetujuan pembayaran kepada penyedia, validitasnya harus di atas keraguan. BAP wajib dibuat saat terjadi serah terima pekerjaan atau barang, baik secara lunas (100%) maupun bertahap (termin) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam kontrak pengadaan.
Mengapa Validitas BAP Penting untuk Akuntabilitas dan Kepercayaan?
Validitas Berita Acara Pembayaran (BAP) adalah kunci utama untuk menjaga akuntabilitas, otoritas, dan kredibilitas dalam tata kelola keuangan. Dokumen ini merupakan bukti nyata dari kepatuhan terhadap peraturan dan transparansi penggunaan dana. Artikel ini disusun oleh tim ahli di bidang pengadaan dan akuntansi pemerintah, bertujuan untuk memandu Anda langkah demi langkah dalam menyusun format BAP yang benar. Panduan ini memastikan bahwa setiap proses pembayaran tidak hanya lancar, tetapi juga sepenuhnya mematuhi persyaratan hukum yang berlaku, sehingga membangun kepercayaan di antara semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan.
Prinsip Inti: Membangun Kepercayaan dan Otoritas dalam Proses Pembayaran Kontrak
Proses pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa bukan sekadar mentransfer dana, melainkan sebuah aksi legal dan administratif yang wajib didukung oleh dokumentasi yang sah. Untuk membangun kredibilitas, keahlian, dan kepercayaan dalam tata kelola keuangan, setiap validasi pembayaran harus selalu merujuk pada ketentuan yang ditetapkan secara eksplisit dalam kontrak awal. Hal ini dibuktikan dengan kelengkapan dokumen pendukung yang meliputi Berita Acara Serah Terima (BAST), faktur pajak, kuitansi, dan dokumen pendukung lainnya yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kepatuhan terhadap persyaratan kontrak inilah yang menjadi fondasi utama untuk otorisasi pembayaran yang transparan dan akuntabel.
Landasan Hukum dan Regulasi Terkait Pembayaran Pengadaan (Perpres No. 12/2021)
Untuk memastikan otoritas dan kepatuhan hukum yang kuat, setiap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan penyedia jasa harus memahami landasan hukum yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tahapan pembayaran dan kelengkapan dokumentasinya telah diatur secara ketat.
Pasal-pasal krusial yang perlu digarisbawahi, khususnya dalam konteks pembayaran, mencakup ketentuan mengenai:
- Pemeriksaan Hasil Pekerjaan: Pemeriksaan wajib dilakukan oleh Panitia/Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PjPHP/PPHP) untuk memastikan kualitas dan kuantitas sesuai dengan kontrak sebelum BAST diterbitkan (Pasal 57).
- Pembayaran: Pembayaran dapat dilakukan secara termin atau lunas setelah penyedia mengajukan permintaan pembayaran yang sah, dan PPK wajib meneliti kelengkapan dokumen tersebut, termasuk BAP (Pasal 63).
- Jaminan Pemeliharaan: Untuk pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya, pembayaran lunas seringkali baru bisa dilakukan setelah jaminan pemeliharaan diserahkan atau masa pemeliharaan telah berakhir, sesuai yang diatur dalam kontrak.
Dengan merujuk langsung pada ketentuan Perpres ini, dokumen Berita Acara Pembayaran (BAP) menjadi sah di mata hukum dan memitigasi risiko temuan audit di kemudian hari, menegaskan kredibilitas proses pengadaan.
Perbedaan Kunci: BAP vs. Berita Acara Serah Terima (BAST)
Meskipun seringkali dipersiapkan beriringan, BAP dan BAST memiliki fungsi legal yang berbeda dan tidak dapat saling menggantikan. Memahami perbedaan ini sangat penting untuk akuntabilitas.
| Dokumen | Fungsi Utama | Keterangan |
|---|---|---|
| Berita Acara Serah Terima (BAST) | Mengonfirmasi Penyelesaian Pekerjaan dan Serah Terima | Dokumen ini mengonfirmasi bahwa penyedia telah menyelesaikan pekerjaan/barang sesuai spesifikasi kontrak, dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) telah menerima hasil tersebut secara fisik maupun non-fisik (misalnya software). BAST adalah bukti bahwa kewajiban penyedia telah terpenuhi. |
| Berita Acara Pembayaran (BAP) | Mengotorisasi Pencairan Dana | BAP berfungsi sebagai dasar otorisasi bagi Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) untuk mencairkan dana. BAP menyatakan bahwa dokumen pendukung pembayaran (termasuk BAST yang sudah sah, faktur, dan bukti pemotongan pajak) telah diperiksa dan disetujui, sehingga hak penyedia untuk dibayar dapat diproses. |
Sederhananya, BAST adalah bukti kerja selesai, sedangkan BAP adalah bukti persetujuan pembayaran. BAP harus selalu mengacu pada BAST yang telah diterbitkan sebelumnya, menjadikannya prasyarat esensial dalam alur dokumentasi pengadaan.
Anatomi Format Berita Acara Pembayaran yang Sah dan Lengkap
Memahami struktur internal (format berita acara pembayaran pengadaan barang dan jasa) adalah kunci untuk memastikan dokumen tersebut sah secara hukum dan dapat diproses oleh Bendahara tanpa hambatan. Setiap elemen dalam BAP memiliki fungsi spesifik yang berkaitan langsung dengan validasi akuntabilitas keuangan.
Bagian Kepala Dokumen: Identifikasi Proyek dan Dasar Hukum
Bagian pembuka atau kepala dokumen adalah area di mana identitas transaksi secara jelas didefinisikan. Untuk memastikan konsistensi dan kemudahan pelacakan—sebuah praktik keahlian yang diakui dalam audit pengadaan—setiap Berita Acara Pembayaran (BAP) harus mencantumkan Nomor Kontrak, Tanggal Kontrak, dan Nilai Kontrak awal sebagai referensi utama yang tidak boleh diubah. Informasi ini harus identik dengan data pada Surat Perjanjian Kerja (SPK) atau Kontrak Induk. Selain itu, sebutkan juga dasar hukum pembuatan BAP, yaitu merujuk pada ketentuan yang tertera dalam kontrak itu sendiri (misalnya, Pasal X tentang Pembayaran).
Bagian Isi: Detail Pembayaran, Potongan Pajak, dan Terminologi
Inti dari BAP terletak pada detail keuangan. Bagian ini menjelaskan berapa jumlah yang harus dibayarkan dan bagaimana angka tersebut dicapai. Rinciannya harus mencakup:
- Nilai Pembayaran Bruto: Total nilai pekerjaan yang diselesaikan pada termin ini, sebelum dikurangi potongan apa pun.
- Rincian Potongan Pajak: Transparansi di sini sangat penting untuk membuktikan kredibilitas. Rincian potongan PPh (Pajak Penghasilan, misalnya PPh Pasal 23) dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai, jika Penyedia adalah PKP) harus diuraikan secara spesifik. Misalnya, jika Nilai Bruto adalah Rp100.000.000, rincian harus menunjukkan dasar perhitungan PPh dan PPN sesuai peraturan pajak yang berlaku dan ditunjukkan dengan jelas sebagai pengurang.
- Nilai Pembayaran Netto: Ini adalah jumlah akhir yang akan diterima oleh Penyedia Jasa, dihitung dari Nilai Bruto dikurangi total Potongan Pajak dan potongan lainnya (misalnya denda keterlambatan).
Kelengkapan data ini membuktikan otorisasi dan keandalan administrasi pengadaan.
Bagian Penutup: Tanda Tangan Para Pihak yang Berwenang
Keabsahan sebuah BAP sangat ditentukan oleh siapa yang menandatanganinya. Untuk membangun otoritas yang tidak terbantahkan, pihak yang wajib menandatangani BAP harus memiliki kewenangan yang jelas, yaitu:
- Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM): Pihak ini mewakili entitas Pembeli/Pengguna Jasa. Tandatangan mereka mengesahkan bahwa pekerjaan telah diverifikasi dan pembayaran telah disetujui, sesuai dengan dokumen pendukung seperti Berita Acara Serah Terima (BAST). Jabatan resmi PPK/PPSPM harus dicantumkan di bawah nama lengkap mereka.
- Penyedia Jasa/Direktur Perusahaan: Pihak ini diwakili oleh pimpinan perusahaan atau kuasa yang ditunjuk resmi, mengonfirmasi penerimaan dan persetujuan atas rincian pembayaran. Pencantuman stempel perusahaan di samping tandatangan Penyedia merupakan praktik standar untuk memvalidasi otentisitas dokumen.
Pencantuman nama, NIP/Jabatan, dan tanda tangan dari pihak-pihak berwenang ini menunjukkan bahwa proses telah melalui verifikasi yang ketat, sejalan dengan prinsip akuntabilitas tertinggi dalam pengelolaan dana publik.
Panduan Step-by-Step Mengisi Data Kritis dalam Format BAP
Mengisi Berita Acara Pembayaran (BAP) dengan benar adalah langkah terakhir yang krusial sebelum dana dicairkan. Proses ini memerlukan ketelitian tinggi untuk memastikan setiap angka dan rujukan hukum telah sesuai. Kesalahan di tahap ini dapat mengakibatkan penundaan pembayaran yang signifikan.
Langkah 1: Verifikasi Kinerja Berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST)
Inti dari setiap BAP adalah konfirmasi bahwa pekerjaan atau pengadaan telah selesai sesuai dengan spesifikasi kontrak. Pembayaran termin hanya dapat diproses setelah persentase pekerjaan yang diselesaikan secara fisik telah disetujui dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) yang terkait. Dengan kata lain, BAST adalah dokumen pendahulu yang memberikan legitimasi pada BAP. Tim atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus secara cermat membandingkan detail pekerjaan yang tercantum dalam kontrak dengan laporan fisik di BAST, termasuk volume, mutu, dan durasi penyelesaian. Tidak adanya BAST yang sah untuk pekerjaan yang diakui dalam BAP adalah pelanggaran mendasar terhadap prosedur akuntabilitas.
Langkah 2: Menghitung Persentase Pekerjaan dan Nilai Pembayaran (Termin)
Pada bagian ini, Anda akan menentukan nilai pembayaran kotor yang layak diterima penyedia berdasarkan kemajuan atau penyelesaian pekerjaan.
Untuk kontrak termin, perhitungannya didasarkan pada persentase kumulatif penyelesaian pekerjaan. Misalnya, jika total nilai kontrak adalah Rp500.000.000 dan termin kedua diproses setelah mencapai 40% kumulatif (dengan termin pertama 20%), maka nilai kotor untuk termin kedua adalah 20% dari nilai kontrak (Rp100.000.000).
Untuk kontrak lunas, nilai kotornya adalah 100% dari nilai kontrak atau nilai yang disepakati setelah serah terima akhir.
Langkah 3: Pemotongan Pajak dan Denda Keterlambatan (Jika Ada)
Nilai pembayaran bruto yang telah dihitung pada Langkah 2 harus disesuaikan dengan dua komponen utama: pemotongan pajak dan denda (jika ada). Ini menunjukkan transparansi dan tanggung jawab kepatuhan, meningkatkan kredibilitas dan keandalan (faktor kunci dalam membangun kepercayaan).
A. Pemotongan Pajak
Sesuai ketentuan perpajakan di Indonesia, transaksi pengadaan barang dan jasa pemerintah atau perusahaan wajib dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jika penyedia adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPK atau Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) bertindak sebagai pemotong/pemungut.
Berikut adalah contoh perhitungan pemotongan PPh Pasal 23 untuk jasa konstruksi yang tidak memiliki sertifikat atau jasa manajemen:
| Uraian | Nilai | Keterangan |
|---|---|---|
| Nilai Pembayaran Bruto (DPP) | Rp100.000.000 | Nilai sebelum pajak dan denda |
| PPN (11%) | Rp11.000.000 | Jika Penyedia adalah PKP |
| PPh Pasal 23 (2%) | Rp2.000.000 | Tarif umum untuk jasa selain konstruksi |
| Nilai Pembayaran Netto | Rp109.000.000 | (Bruto + PPN) - PPh |
Keterangan: PPN harus dihitung jika penyedia adalah PKP. Tarif PPh yang digunakan (misalnya PPh Pasal 4 ayat 2 untuk konstruksi, PPh Pasal 23 untuk jasa) harus selalu merujuk pada peraturan perpajakan terbaru saat BAP diterbitkan. Pencantuman detail ini dalam BAP menunjukkan ketepatan dalam menjalankan regulasi fiskal.
B. Denda Keterlambatan
Jika terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan dari tanggal yang ditetapkan dalam kontrak, denda keterlambatan wajib dicantumkan sebagai pengurang nilai pembayaran bruto.
Denda dihitung berdasarkan nilai kontrak dan durasi keterlambatan. Secara umum, besaran denda harian adalah $1 \permil$ (satu permil) dari nilai kontrak per hari keterlambatan, hingga batas tertentu yang diatur dalam kontrak.
Misalnya, jika nilai kontrak Rp500.000.000 dan terjadi keterlambatan 5 hari, perhitungan denda adalah:
$$Denda = 0,001 \times Nilai Kontrak \times Jumlah Hari Keterlambatan$$ $$Denda = 0,001 \times Rp500.000.000 \times 5$$ $$Denda = Rp2.500.000$$
Nilai denda (Rp2.500.000) ini kemudian dicantumkan secara eksplisit dalam BAP sebagai pengurang total Nilai Pembayaran Bruto, sebelum masuk ke perhitungan pajak akhir. Perhitungan yang transparan dan didasarkan pada ketentuan kontrak ini wajib dicatat untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.
Kesalahan Umum dalam Penyusunan BAP yang Menghambat Pencairan Dana
Meskipun format Berita Acara Pembayaran (BAP) tampak sederhana, kesalahan minor dalam pengisian data atau kelengkapan dokumen dapat mengakibatkan penundaan serius dalam proses pencairan dana. Memahami perangkap administrasi ini adalah kunci untuk membangun proses yang efisien dan andal.
Inkonsistensi Data: Tidak Cocoknya Angka antara BAP dan Dokumen Pendukung
Salah satu penyebab utama keterlambatan pencairan dana adalah ketidaksesuaian yang tampak sederhana namun krusial, yaitu inkonsistensi data antara dokumen-dokumen keuangan. Keterlambatan seringkali disebabkan oleh ketidaksesuaian nilai pembayaran yang tercantum pada BAP dengan angka yang tertera pada Faktur Penjualan atau Berita Acara Serah Terima (BAST) yang dilampirkan. Tim keuangan dan Bendahara akan selalu melakukan verifikasi silang (cross-check) secara teliti. Jika Nilai Pembayaran Netto pada BAP berbeda Rp 10,- saja dengan nilai yang tertera pada Faktur, dokumen pembayaran akan dikembalikan untuk dikoreksi. Kesalahan ini menunjukkan kurangnya ketelitian administrasi dan dapat memicu pertanyaan tentang akuntabilitas transaksi, yang secara langsung merusak kredibilitas prosedur pembayaran Anda.
Kurangnya Otentisitas: BAP Tanpa Stempel atau Tanda Tangan Lengkap
Otentisitas sebuah BAP mutlak diperlukan karena dokumen ini berfungsi sebagai dasar otorisasi legal untuk mencairkan dana publik atau perusahaan. Kurangnya kelengkapan otentikasi, seperti BAP tanpa stempel resmi instansi atau kekurangan salah satu tanda tangan dari pihak yang berwenang, akan langsung membatalkan validitas dokumen tersebut.
Dalam banyak kasus pengadaan, pengalaman menunjukkan bahwa seringkali terjadi penolakan pembayaran oleh Bendahara hanya karena ketidaklengkapan dokumen pendukung penting, misalnya, tidak adanya jaminan pemeliharaan. Studi kasus anonim menunjukkan bahwa dalam kontrak pengadaan teknologi yang mensyaratkan masa pemeliharaan 90 hari, Bendahara menolak BAP meskipun BAST telah diterbitkan, karena penyedia belum melampirkan bukti Jaminan Pemeliharaan (biasanya sebesar 5% dari nilai kontrak). Bendahara berhak menolak pembayaran jika dokumen pendukung yang diatur dalam kontrak tidak tersedia, demi memastikan perlindungan kepentingan keuangan instansi. Hal ini menegaskan bahwa otentisitas tidak hanya terletak pada tanda tangan, tetapi juga pada kepatuhan terhadap seluruh persyaratan kontrak.
Tidak Adanya Bukti Pendukung Kewenangan (Surat Tugas)
Semua pihak yang menandatangani BAP—baik dari pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM), maupun dari pihak penyedia—harus memiliki kewenangan yang jelas dan terlegitimasi. Tanpa dukungan dokumentasi resmi, tanda tangan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Kewenangan ini harus didukung oleh surat keputusan, surat tugas, atau surat kuasa yang relevan, terutama jika yang menandatangani bukan merupakan jabatan tertinggi di unit kerja (misalnya, Kepala Unit atau Direktur).
Jika Pejabat Pengadaan yang meneken BAP diangkat melalui surat tugas yang sudah kadaluwarsa, atau jika perwakilan penyedia tidak dapat menunjukkan surat kuasa yang sah dari Direktur Utama, maka BAP tersebut dapat dianggap cacat hukum. Verifikator akan selalu mengecek dasar kewenangan penandatangan. Memastikan bahwa setiap penanda tangan memiliki mandat yang valid dan terkini adalah langkah krusial untuk menjaga transparansi dan otoritas proses, sekaligus mempercepat proses pengajuan pembayaran tanpa hambatan administrasi.
Pertanyaan Umum Terkait Proses dan Format Berita Acara Pembayaran
Q1. Apakah BAP wajib dibuat untuk semua jenis pengadaan barang dan jasa?
Berita Acara Pembayaran (BAP) wajib dibuat untuk setiap pengadaan barang/jasa yang melibatkan serah terima pekerjaan atau barang dan berfungsi sebagai dokumen pertanggungjawaban keuangan formal. Kewajiban ini sangat ditekankan, terutama pada pengadaan yang dilaksanakan melalui kontrak, baik itu pembayaran secara termin (bertahap) maupun pembayaran lunas di akhir. BAP adalah bukti legal yang mendukung otorisasi pembayaran dari Bendahara kepada penyedia. Sebagai seorang praktisi yang memiliki otoritas di bidang administrasi pengadaan, kami tegaskan bahwa kelengkapan BAP adalah indikator utama akuntabilitas penggunaan dana, baik itu di sektor publik (sesuai Perpres) maupun di lingkungan korporasi.
Q2. Apa yang harus dilakukan jika ada perbedaan jumlah pembayaran pada BAP dengan yang tertulis di Faktur?
Apabila terjadi ketidaksesuaian antara nilai pembayaran yang tertera pada Berita Acara Pembayaran (BAP) dengan nilai pada Faktur Pajak atau Faktur Penagihan dari penyedia, proses pencairan dana akan terhambat atau ditolak. Dalam hal ini, koreksi harus segera dilakukan. Karena BAP merupakan dasar legal otorisasi pembayaran yang ditujukan kepada Bendahara, maka semua dokumen keuangan terkait, termasuk Faktur, Surat Perintah Membayar (SPM), dan BAP itu sendiri, harus sinkron dan menunjukkan nilai yang sama. Langkah yang wajib dilakukan adalah mengidentifikasi sumber perbedaan dan segera merevisi salah satu atau kedua dokumen tersebut agar nilainya konsisten, baru kemudian mengajukannya kembali untuk proses pembayaran.
Q3. Siapa yang bertanggung jawab menyimpan arsip Berita Acara Pembayaran?
Untuk memastikan kepercayaan (trust) dalam audit dan pertanggungjawaban di masa depan, arsip Berita Acara Pembayaran (BAP) harus dikelola secara sistematis. Berdasarkan praktik administrasi keuangan yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan pengadaan, salinan otentik BAP harus disimpan oleh dua pihak utama: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan unit kerja keuangan (misalnya, Bendahara Pengeluaran atau fungsi Akuntansi). Penyimpanan oleh PPK diperlukan karena Beliau adalah pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kontrak dan dokumen-dokumen pendukungnya. Sementara itu, unit kerja keuangan harus menyimpan BAP karena dokumen tersebut menjadi bukti dasar untuk pencatatan transaksi pengeluaran dan pertanggungjawaban aset organisasi.
Final Takeaways: Menguasai Administrasi Pembayaran Pengadaan yang Tepat
Tiga Pilar Kepatuhan: Konsistensi, Otentisitas, dan Bukti Pendukung
Menguasai format berita acara pembayaran pengadaan barang dan jasa yang benar bukan sekadar tugas administratif, melainkan fondasi untuk membangun proses keuangan yang kredibel dan dapat dipercaya. Penggunaan format BAP yang benar dan pengisian yang akurat adalah manifestasi dari keahlian, otoritas, dan kepercayaan (Expertise, Authoritativeness, and Trustworthiness) dalam tata kelola keuangan, baik di sektor publik maupun perusahaan. Dokumen yang tertata rapi, sesuai regulasi, dan didukung bukti lengkap mencerminkan praktik terbaik yang siap menghadapi audit internal maupun eksternal.
Langkah Berikutnya untuk Proses Pembayaran yang Efisien
Untuk memastikan proses pembayaran berjalan lancar dan efisien, selalu jadikan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang telah disahkan sebagai prasyarat utama sebelum memulai penyusunan Berita Acara Pembayaran (BAP). BAST adalah bukti fisik dan legal bahwa pekerjaan telah selesai, dan tanpanya, BAP tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk otorisasi pencairan dana. Dengan memprioritaskan validitas BAST, Anda dapat meminimalisir risiko penolakan pembayaran dan menjamin kepatuhan terhadap kontrak.