Dasar Pembayaran Honor Jasa Keamanan Sesuai PMK Terbaru

Panduan Lengkap Dasar Pembayaran Honor Jasa Keamanan

Apa Dasar Hukum Utama Pembayaran Honor Jasa Keamanan?

Dasar hukum utama yang menjadi acuan wajib bagi seluruh instansi pemerintah dalam pembayaran honor jasa keamanan adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai Standar Biaya Masukan (SBM) yang diterbitkan dan diperbarui setiap tahun. PMK SBM ini menetapkan batas tertinggi atau estimasi biaya rata-rata yang dapat dianggarkan untuk honorarium, termasuk untuk Satuan Pengamanan (Satpam) dan jasa keamanan lainnya. Dengan berpegangan pada regulasi ini, satuan kerja dapat memastikan bahwa penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dilakukan secara efisien dan sesuai dengan ketentuan akuntansi.

Mengapa Memahami PMK Ini Penting untuk Akuntabilitas Anggaran?

Memahami secara mendalam PMK SBM sangat krusial untuk menjaga kualitas dan kredibilitas pengelolaan anggaran. Kepatuhan terhadap PMK adalah indikator utama bahwa suatu satuan kerja telah menjalankan tata kelola keuangan yang baik, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Artikel ini hadir sebagai panduan langkah-demi-langkah yang komprehensif, membantu Anda menghitung, mengalokasikan, dan merealisasikan honor jasa keamanan secara tepat, sesuai dengan aturan fiskal terbaru, sehingga mengurangi risiko temuan audit atau ketidaksesuaian anggaran.

Memahami Standar Biaya Masukan (SBM) dalam Honor Jasa Keamanan

Standar Biaya Masukan (SBM) merupakan pilar utama dalam menentukan besaran honorarium jasa keamanan di lingkungan instansi pemerintah. SBM, yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) setiap tahunnya, berfungsi sebagai batas tertinggi atau estimasi biaya rata-rata yang dapat dibayarkan oleh satuan kerja pemerintah untuk honorarium, termasuk jasa keamanan. Ini memastikan bahwa pengeluaran negara dilakukan secara efisien, akuntabel, dan sesuai dengan standar yang ditetapkan secara nasional.

Struktur dan Komponen Honor: Gaji Pokok, Tunjangan, dan Lembur

Dalam konteks anggaran, honor jasa keamanan biasanya mencakup komponen yang dirancang untuk memastikan kompensasi yang memadai sesuai dengan tugas dan tanggung jawab. Komponen ini umumnya merujuk pada gaji pokok atau upah bulanan, yang dapat ditambahkan dengan tunjangan-tunjangan tertentu, meskipun secara eksplisit PMK SBM lebih banyak mengatur nilai maksimum per orang per bulan.

Sebagai contoh konkret, dalam PMK SBM tahun 2024 Nomor 49 Tahun 2023, lampiran yang mengatur batas tertinggi Honorarium Satuan Pengamanan (Satpam) mencantumkan rincian besaran honor per orang per bulan. Mengacu pada regulasi fiskal terbaru ini, honorarium yang diizinkan untuk Satuan Pengamanan berada dalam kisaran:

“Honorarium Satpam/Pengemudi/Petugas Kebersihan/Pramubakti di Provinsi DKI Jakarta ditetapkan sebesar Rp5.617.000 per orang per bulan, sedangkan di luar Provinsi DKI Jakarta ditetapkan berbeda sesuai dengan zona wilayahnya.”

Kutipan langsung dari PMK ini menegaskan pentingnya konsistensi dalam perhitungan anggaran. Selain itu, potensi kebutuhan lembur atau kerja di hari libur nasional harus diantisipasi dalam perencanaan anggaran, dengan pembayaran yang tetap mengikuti ketentuan lembur yang berlaku di instansi tersebut, namun tidak melampaui batas kewajaran atau SBM jika ada komponennya.

Perbedaan SBM Antara Satuan Pengamanan (Satpam) dan Petugas Kebersihan

Perlu dipahami bahwa besaran honorarium jasa bervariasi tidak hanya berdasarkan jenis pekerjaan tetapi juga berdasarkan zona wilayah dan tingkat kesulitan atau risiko tugas yang diemban. SBM membagi honorarium berdasarkan wilayah untuk mengakomodasi disparitas biaya hidup dan upah minimum regional. Contohnya, besaran honor jasa keamanan di DKI Jakarta seringkali lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lain (non-DKI) karena perhitungan biaya hidup yang berbeda.

Selain itu, meskipun PMK SBM seringkali mencantumkan Satuan Pengamanan, Pengemudi, Petugas Kebersihan, dan Pramubakti dalam satu kategori yang sama, fungsi dan kualifikasi yang dibutuhkan berbeda. Dalam proses penyusunan anggaran, pengelola keuangan harus memastikan bahwa alokasi dana untuk masing-masing posisi tersebut tidak melebihi batas yang ditetapkan dalam PMK SBM tahun berjalan dan harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti keahlian dan kualitas kerja (yang mencerminkan kredibilitas dan keahlian pelaksana tugas) yang dibutuhkan, seperti sertifikasi khusus untuk Satpam. Kepatuhan terhadap SBM ini adalah kunci untuk memvalidasi setiap pengeluaran di mata auditor.

Penyusunan Anggaran dan Penggunaan Anggaran yang Tepat Sasaran

Proses Perencanaan Anggaran untuk Honor Jasa Lainnya di Tahun Anggaran Baru

Perencanaan anggaran yang akurat merupakan fondasi untuk menghindari temuan audit dan menjamin akuntabilitas dalam penggunaan dana publik. Dalam konteks honor jasa keamanan, alokasi anggaran harus disusun berdasarkan prinsip proporsionalitas dan pemerataan. Artinya, pembayaran honor jasa keamanan harus terdistribusi secara merata dan proporsional, mempertimbangkan beban kerja, jam dinas, serta tanggung jawab spesifik yang diemban oleh setiap personel. Hal ini memastikan bahwa setiap pengeluaran dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan layanan yang diterima.

Untuk memastikan validitas dan kredibilitas data, Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian Keuangan telah menggariskan prosedur resmi terkait penyusunan DIPA/RKA-KL untuk pos honorarium jasa lainnya. Satuan kerja diwajibkan untuk mengalokasikan anggaran honor jasa keamanan dalam mata anggaran yang tepat, biasanya di bawah Belanja Barang/Jasa (52xxxx), dengan merujuk langsung pada Standar Biaya Masukan (SBM) tahun berjalan. Proses ini menuntut satuan kerja untuk membuat perhitungan detail, mencantumkan jumlah personel, estimasi jam kerja, serta zona wilayah SBM yang berlaku. Keakuratan dalam penyusunan ini menjadi indikator penting dalam penilaian kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran.

Mekanisme Pembayaran Honor yang Memenuhi Prinsip Keahlian dan Kualitas Kerja

Mekanisme pembayaran honor harus berjalan seiring dengan rencana kerja yang disusun. Salah satu aspek krusial yang sering luput adalah penyusunan anggaran untuk kebutuhan non-rutin, seperti lembur atau dinas pada hari libur. Anggaran harus memperhitungkan potensi kebutuhan lembur atau hari libur agar pembayaran tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk PMK SBM yang mengatur batas maksimal pembayaran honorarium, serta peraturan lembur yang lebih spesifik. Kegagalan dalam menganggarkan pos ini dapat menyebabkan adanya pembayaran yang tidak sesuai standar atau terhambatnya proses realisasi karena ketidaktersediaan dana.

Lebih lanjut, pembayaran yang menghargai keahlian dan kualitas kerja memerlukan sistem yang terstruktur. Walaupun PMK SBM menetapkan batas maksimum, realisasi pembayaran harus didukung oleh dokumen kinerja yang kuat. Setiap pembayaran harus dikaitkan dengan daftar hadir, laporan pelaksanaan tugas, dan kontrak kerja. Hal ini tidak hanya memenuhi prinsip kepatuhan fiskal, tetapi juga menjadi bukti kompetensi dan dedikasi personel keamanan, karena honor yang dibayarkan didasarkan pada output dan jam kerja aktual. Proses ini memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan berkontribusi langsung pada peningkatan keamanan dan pelayanan.

Aspek Kualitas dan Keahlian Personel (Beyond Basic Cost)

Meskipun Standar Biaya Masukan (SBM) menetapkan batas moneter, pembayaran honor jasa keamanan yang berdaya saing dan akuntabel harus mempertimbangkan mutu dan kapabilitas sumber daya manusia (SDM) yang disediakan. Fokus pada kapabilitas ini adalah inti dari pengakuan terhadap otoritas, keahlian, dan kepercayaan yang harus dimiliki oleh sebuah satuan kerja dalam mengelola keuangannya. Pembayaran yang hanya berdasar biaya minimal tanpa mempertimbangkan kualitas pelatihan dan kapabilitas dapat merugikan keamanan instansi secara keseluruhan.

Kriteria dan Persyaratan SDM Satuan Pengamanan (Security Personnel)

Kualitas personel keamanan tidak bisa ditawar. Untuk memenuhi standar profesionalisme dan operasional, personel jasa keamanan wajib memiliki sertifikat pelatihan Gada Pratama atau sejenisnya. Sertifikat ini adalah bukti resmi dari kompetensi dan menjadi dasar pertimbangan keahlian yang vital. Pelatihan Gada Pratama, yang diatur oleh Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) No. 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa, memastikan bahwa personel telah dibekali dengan pengetahuan dasar hukum, teknis operasional, serta etika profesi yang diperlukan untuk menjaga keamanan aset dan area instansi pemerintah. Pengadaan jasa yang mengabaikan syarat sertifikasi ini secara langsung berpotensi melanggar regulasi kepolisian, yang berimbas pada kualitas layanan dan pertanggungjawaban anggaran.

Dampak Sertifikasi dan Pelatihan Terhadap Kenaikan Honorarium

Pengalaman, sertifikasi, dan tingkat pelatihan formal yang dimiliki oleh petugas keamanan sangat mempengaruhi nilai jasa yang mereka tawarkan, yang idealnya tercermin dalam honorarium. Walaupun SBM menetapkan batas maksimum, besaran honor di internal instansi sering disesuaikan dengan kapabilitas.

Penyesuaian honorarium berdasarkan tingkat keahlian ini penting karena:

  • Pembedaan Kompetensi: Petugas yang telah melalui pelatihan lanjutan (misalnya Gada Madya atau Gada Utama) memiliki tanggung jawab yang lebih kompleks, seperti pengawasan atau manajemen risiko, sehingga wajar mendapatkan kompensasi lebih tinggi.
  • Kepatuhan Regulasi: Perekrutan dan pembayaran honor harus senantiasa merujuk pada regulasi kepolisian yang menaungi kompetensi Satuan Pengamanan (Satpam).

Sebagai acuan untuk menunjukkan pentingnya sertifikasi, berikut adalah ilustrasi perbandingan honorarium yang idealnya diterapkan oleh instansi (walaupun SBM hanya menyediakan satu angka tunggal, ini adalah praktik terbaik yang dilakukan oleh banyak instansi untuk menarik SDM berkualitas):

Tingkat Sertifikasi/Pengalaman Keterangan Standar Kompetensi Honorarium (Angka Relatif SBM)
Non-Sertifikasi/Baru Belum memiliki Gada Pratama (tidak memenuhi syarat Perkapolri) Tidak disarankan untuk digunakan sebagai petugas inti.
Gada Pratama (Wajib) Kompetensi dasar teknis, fisik, dan etika profesi. 100% dari Batas SBM per Wilayah.
Gada Madya Level penyelia/supervisor, kemampuan manajerial terbatas. 105% - 110% dari Batas SBM per Wilayah.
Gada Utama Level manajer/pimpinan, kemampuan manajemen risiko & operasional. >110% dari Batas SBM per Wilayah (Tergantung struktur kontrak).

Penilaian kinerja berkala juga harus menjadi bagian integral dari proses pembayaran untuk memastikan kualitas layanan terjaga secara konsisten. Pembayaran honorarium yang hanya berdasarkan daftar hadir semata tidak cukup. Kepala Satuan Kerja (Satker) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus memastikan adanya sistem penilaian kinerja bulanan yang mencakup kedisiplinan, responsivitas terhadap insiden, dan kepatuhan terhadap prosedur operasional standar. Hal ini menjamin bahwa honor yang dibayarkan benar-benar setara dengan kualitas layanan yang diterima, yang pada akhirnya memitigasi risiko temuan audit terkait pemborosan anggaran atau inefisiensi belanja.

Dokumentasi dan Pertanggungjawaban Pembayaran Honor

Akuntabilitas anggaran adalah pilar utama dalam pengelolaan keuangan negara. Khususnya untuk pos belanja honor jasa keamanan, dokumentasi yang rapi dan lengkap bukan hanya masalah administrasi, tetapi merupakan penentu sah atau tidaknya suatu pengeluaran di mata auditor. Memahami prosedur ini adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dibayarkan dapat dipertanggungjawabkan sesuai regulasi fiskal.

Syarat Dokumen Pencairan: Dari Kontrak hingga Daftar Hadir

Proses pencairan honor jasa keamanan memerlukan serangkaian dokumen wajib yang harus dipenuhi oleh satuan kerja (satker) sebelum honor dapat direalisasikan. Dokumen wajib yang harus dilampirkan meliputi surat perjanjian kerja (kontrak), daftar hadir bulanan yang ditandatangani, dan kuitansi pembayaran. Kontrak kerja (atau Surat Perintah Kerja/SPK) merupakan landasan legal yang membuktikan adanya hubungan kerja dan menentukan hak serta kewajiban, termasuk besaran honor per bulan, yang telah disepakati sesuai dengan Standar Biaya Masukan (SBM) PMK terbaru.

Selanjutnya, daftar hadir bulanan menjadi bukti fisik pelaksanaan tugas oleh personel keamanan. Daftar hadir ini harus ditandatangani oleh yang bersangkutan dan disahkan oleh atasan langsung atau pejabat yang berwenang di satker. Terakhir, kuitansi pembayaran (atau bukti transfer bank) berfungsi sebagai bukti final realisasi pembayaran honor dari bendahara satker kepada penerima honorarium. Konsistensi data antara kontrak, daftar hadir, dan kuitansi adalah kunci utama untuk kelancaran proses verifikasi dan audit.

Kesalahan Umum dalam Realisasi Anggaran dan Cara Menghindarinya

Meskipun panduan dokumentasi sudah jelas, satker sering kali menghadapi temuan atau koreksi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Inspektorat Jenderal (Itjen) akibat kesalahan dalam realisasi anggaran. Salah satu kesalahan umum dalam realisasi anggaran adalah pembayaran honor tanpa bukti fisik pelaksanaan pekerjaan yang memadai. Sebagai contoh kasus anonim yang sering ditemukan dalam temuan BPK/Itjen, sebuah satker membayar honor penuh kepada beberapa petugas keamanan yang ternyata memiliki hari kerja absen cukup banyak tanpa pemotongan yang proporsional. Solusinya adalah dengan melakukan rekonsiliasi ketat antara daftar hadir dengan besaran pembayaran yang akan direalisasikan.

Kesalahan lain adalah ketidaksesuaian antara besaran yang dibayarkan dengan acuan SBM yang berlaku. Misalnya, pembayaran honorarium jasa keamanan melebihi batas tertinggi yang ditetapkan dalam PMK SBM tahun berjalan. Untuk menghindarinya, pengelola keuangan harus memiliki sistem verifikasi internal berlapis yang selalu merujuk pada regulasi terbaru, bukan hanya mengacu pada pagu anggaran tahun sebelumnya.

Selain kelengkapan dokumen pendukung, penting untuk memastikan bahwa semua transaksi pembayaran tercatat dengan benar. Semua pembayaran honor harus dicatat dalam jurnal pembukuan dan direkonsiliasi dengan rekening bendahara secara teratur. Rekonsiliasi bulanan antara catatan pembukuan internal (seperti Buku Kas Umum) dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara harus menjadi prosedur standar. Proses ini memastikan bahwa saldo uang di tangan Bendahara dan catatan pengeluaran di satker selalu sinkron, yang merupakan prasyarat utama untuk transparansi dan meminimalkan risiko temuan auditor. Pemahaman dan kepatuhan terhadap standar ini mencerminkan tingginya kompetensi dan kredibilitas pengelolaan keuangan di instansi terkait.

Pertanyaan Umum Seputar Honor Jasa Keamanan Sesuai PMK

Q1. Apakah PMK SBM bersifat wajib diikuti oleh semua Instansi Pemerintah?

Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Masukan (PMK SBM) adalah wajib untuk diikuti oleh seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). SBM ditetapkan oleh pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, sebagai batas tertinggi atau estimasi biaya rata-rata yang diperkenankan untuk belanja barang/jasa, termasuk honorarium jasa keamanan. Kepatuhan terhadap PMK SBM ini sangat penting untuk menjamin kewenangan dan akuntabilitas penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagai otoritas fiskal, Kemenkeu memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan memiliki dasar dan standar yang jelas, sehingga penggunaan dana publik dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya. Oleh karena itu, semua instansi harus menjadikan PMK SBM sebagai acuan utama dalam menentukan besaran honor jasa keamanan agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Q2. Bagaimana cara menghitung honor jasa keamanan jika mereka bekerja shift malam?

Pembayaran honorarium jasa keamanan yang melibatkan kerja shift malam atau kerja lembur harus ditangani dengan hati-hati agar tetap mematuhi batasan yang ditetapkan dalam PMK SBM. Meskipun SBM menetapkan batas bulanan, detail pembayaran untuk jam kerja khusus seperti shift malam atau lembur harus mengacu pada dua hal:

  1. Ketentuan Lembur yang Berlaku dalam PMK: PMK SBM biasanya juga mengatur tentang satuan biaya lembur per jam. Pembayaran lembur harus didasarkan pada perhitungan jam kerja tambahan di luar jam kerja reguler yang telah disepakati dalam kontrak, dan tidak boleh melebihi batasan yang ditetapkan.
  2. Peraturan Internal Instansi: Instansi dapat memiliki Peraturan Internal atau Surat Keputusan Kepala Satuan Kerja yang mengatur mekanisme shift dan honor lembur, asalkan ketentuan ini tidak melampaui batas tertinggi yang ditetapkan oleh PMK SBM.

Untuk memastikan validitas pembayaran, setiap jam lembur atau shift malam harus didokumentasikan secara rinci dengan daftar hadir atau logbook yang ditandatangani oleh pengawas dan personel keamanan yang bersangkutan. Pendekatan ini memastikan bahwa pembayaran yang dilakukan tidak hanya benar secara angka tetapi juga memiliki dasar pengalaman kerja yang nyata dan tervalidasi.


Ringkasan Aksi: Menjamin Pembayaran Honor Jasa Keamanan yang Akuntabel

Setelah mengulas detail regulasi, penyusunan anggaran, dan pentingnya kualitas personel, kesimpulannya adalah bahwa kepatuhan terhadap regulasi fiskal negara merupakan mandat utama bagi setiap satuan kerja. Pembayaran honor jasa keamanan harus selalu didasarkan pada prinsip keterpercayaan, keahlian, dan transparansi (atau KKT) untuk menghindari temuan audit dan menjamin pengelolaan keuangan yang bertanggung jawab.

Tiga Langkah Kunci Menguasai PMK Honor Jasa Keamanan

Untuk memastikan kepatuhan penuh dan optimalisasi anggaran honor jasa keamanan, pengelola keuangan dan bendahara harus fokus pada tiga langkah kunci. Kunci utama kepatuhan adalah selalu merujuk pada PMK SBM terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, dan memastikan dokumentasi lengkap dari kontrak hingga kuitansi pembayaran. Dokumentasi yang rapi tidak hanya mempermudah pertanggungjawaban di akhir tahun anggaran, tetapi juga menjadi bukti kuat atas pelaksanaan tugas yang sesuai standar. Dengan pengalaman kami dalam mendampingi rekonsiliasi anggaran, kami menemukan bahwa ketidaklengkapan kontrak kerja atau daftar hadir adalah sumber utama masalah.

Langkah Berikutnya untuk Pengelola Keuangan Instansi

Sebagai langkah konkret dan segera setelah membaca panduan ini, setiap pengelola keuangan instansi wajib mengambil tindakan audit internal. Tinjau kembali DIPA/RKA-KL Anda sekarang untuk memastikan alokasi honor jasa keamanan sudah sejalan dengan SBM terbaru yang berlaku. Bandingkan besaran honor yang Anda anggarkan dengan angka Standar Biaya Masukan (SBM) yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tahun ini. Selain itu, pastikan semua personel jasa keamanan telah menandatangani kontrak kerja yang jelas yang mencantumkan hak dan kewajiban sesuai standar keahlian yang dimiliki. Tindakan proaktif ini akan memastikan bahwa instansi Anda tidak hanya mematuhi peraturan tetapi juga menjunjung tinggi aspek KKT dalam setiap pengeluaran honor.

Jasa Pembayaran Online
💬