Panduan Lengkap: Cara Bayar & Lapor PPh Final Jasa Konstruksi

A. Panduan Praktis: Apa Itu PPh Final Jasa Konstruksi?

PPh Jasa Konstruksi: Definisi Singkat dan Kewajiban Pajak Anda

Bagi setiap pelaku usaha di sektor properti dan konstruksi, memahami Pajak Penghasilan (PPh) Jasa Konstruksi adalah langkah fundamental dalam menjaga kesehatan finansial perusahaan. PPh Jasa Konstruksi merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dari usaha jasa perencanaan, pelaksanaan, atau pengawasan konstruksi. Pajak ini memiliki sifat Final, yang berarti perhitungan dan penyetoran pajak dianggap telah selesai pada saat terjadinya transaksi, dan tidak dapat dikreditkan kembali dalam perhitungan PPh Tahunan. Pengaturan ini memastikan kepatuhan yang lebih sederhana bagi wajib pajak di bidang konstruksi.

Mengapa Kepatuhan Pajak Konstruksi Sangat Penting untuk Kredibilitas Usaha

Kepatuhan dalam membayar dan melaporkan PPh Jasa Konstruksi bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga pilar utama dalam membangun kredibilitas dan keandalan usaha Anda. Dalam artikel ini, kami menyajikan panduan langkah demi langkah yang merujuk pada ketentuan yang disahkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) terbaru. Mengikuti panduan yang akurat ini adalah bukti kompetensi dan otoritas Anda dalam mengelola keuangan perusahaan, sehingga Anda dapat memastikan bahwa Anda terhindar dari sanksi administrasi, denda perpajakan, dan mampu mempertahankan reputasi positif di hadapan regulator dan klien.

B. Landasan Hukum dan Tarif Pajak Konstruksi Terbaru

Untuk memastikan kepatuhan yang akurat—elemen kunci dari kredibilitas dan keahlian di bidang perpajakan—kontraktor harus selalu mengacu pada dasar hukum terbaru yang mengatur Pajak Penghasilan (PPh) Final Jasa Konstruksi. Pemahaman yang kuat terhadap regulasi ini adalah fondasi untuk menghindari sanksi dan denda.

Ringkasan Peraturan Pemerintah Terbaru yang Mengatur PPh Jasa Konstruksi

Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi landasan utama dan termutakhir untuk PPh Final Jasa Konstruksi adalah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi. PP No. 9 Tahun 2022 ini memperbarui dan merevisi skema tarif sebelumnya, menjadikannya acuan wajib bagi setiap Wajib Pajak di sektor konstruksi.

Pengaturan perpajakan yang bersifat final ini ditetapkan untuk menyederhanakan mekanisme pemotongan dan penyetoran pajak. Dengan berpedoman pada PP terbaru ini, kontraktor dapat menunjukkan kehati-hatian dan kepatuhan dalam pengelolaan keuangan, yang merupakan indikasi kuat dari otoritas dan keandalan profesional dalam industri.

Tabel Rincian Tarif PPh Final Jasa Konstruksi Berdasarkan Kualifikasi Usaha

Tarif PPh Final Jasa Konstruksi dirancang untuk mencerminkan kualifikasi dan jenis layanan yang disediakan. Secara umum, tarif yang berlaku berkisar antara $1,75%$ hingga $4%$. Kategori tarif yang dikenakan sangat tergantung pada jenis layanan (Jasa Perencanaan, Jasa Pelaksanaan, atau Jasa Pengawasan) dan, yang paling penting, kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU).

Pengurusan SBU harus menjadi prioritas strategis bagi setiap perusahaan jasa konstruksi. Kontraktor yang tidak memiliki Sertifikat Badan Usaha (non-SBU) dikenakan tarif tertinggi, yaitu $4%$ untuk jasa pelaksanaan konstruksi. Tingkat pajak yang lebih tinggi ini secara signifikan dapat mengurangi margin laba, sehingga investasi waktu dan biaya dalam memperoleh SBU akan terbayar melalui efisiensi pajak jangka panjang.

Berikut adalah rincian lengkap tarif PPh Final Jasa Konstruksi berdasarkan PP No. 9 Tahun 2022:

Jenis Jasa dan Kualifikasi Usaha Tarif PPh Final (%)
Jasa Pelaksanaan Konstruksi
Memiliki SBU Kualifikasi Kecil $1,75%$
Memiliki SBU Kualifikasi Menengah atau Besar $2,65%$
Tidak Memiliki SBU $4,00%$
Jasa Perencanaan atau Pengawasan Konstruksi
Memiliki SBU $3,50%$
Tidak Memiliki SBU $6,00%$
Jasa Konstruksi Terintegrasi (Design & Build)
Memiliki SBU $2,65%$
Tidak Memiliki SBU $4,00%$

C. Prosedur Pembayaran Pajak: Langkah demi Langkah Membuat Kode Billing

Membedakan PPh yang Disetor Sendiri vs. Dipotong oleh Pengguna Jasa

Dalam konteks Pajak Penghasilan (PPh) Final Jasa Konstruksi, kontraktor wajib memahami betul mekanisme penyetoran: apakah PPh tersebut dipotong oleh pengguna jasa (pemotong pajak) atau disetor sendiri oleh penyedia jasa. Mekanisme ini bergantung pada status pengguna jasa Anda.

Penyedia jasa (kontraktor) wajib menyetor PPh sendiri apabila pengguna jasa bukanlah pemotong pajak. Contoh kasus yang umum adalah jika Anda menyediakan jasa konstruksi kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (non-pemotong), atau kepada perusahaan yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh. Dalam situasi ini, kontraktor bertanggung jawab penuh untuk menghitung, membayar, dan melaporkan PPh.

Sebaliknya, PPh akan dipotong oleh pengguna jasa jika pengguna jasa tersebut adalah Badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang ditunjuk sebagai pemotong PPh.

Contoh Konkret: Kontraktor “PT Cipta Karya” menerima pembayaran dari “PT Properti Maju” (Pengguna Jasa yang merupakan pemotong PPh). Dalam kasus ini, PT Properti Maju wajib memotong PPh Jasa Konstruksi sebesar tarif yang berlaku, kemudian menyetorkan potongan tersebut ke kas negara atas nama PT Cipta Karya, serta memberikan Bukti Potong. Namun, jika PT Cipta Karya menerima pembayaran dari Ibu Ani (Wajib Pajak Orang Pribadi), maka PT Cipta Karya wajib menghitung dan menyetor PPh tersebut secara mandiri. Penguasaan perbedaan ini menunjukkan kompetensi profesional (Expertise) Anda dalam mengelola kewajiban pajak.

Panduan Teknis Pembuatan Kode Billing Menggunakan Kode Jenis Setoran (KJS) yang Tepat

Langkah krusial dalam pembayaran PPh Final Jasa Konstruksi adalah pembuatan Kode Billing yang akurat. Kesalahan dalam Kode Akun Pajak (KAP) atau Kode Jenis Setoran (KJS) dapat menyebabkan Surat Setoran Pajak (SSP) Anda ditolak oleh sistem, sehingga memerlukan proses koreksi yang rumit dan memakan waktu.

Secara umum, Kode Akun Pajak (KAP) untuk PPh Final Pasal 4 Ayat (2) Jasa Konstruksi adalah ‘411128’. Kode ini harus diikuti oleh Kode Jenis Setoran (KJS) yang spesifik berdasarkan jenis jasa dan kualifikasi Sertifikat Badan Usaha (SBU) Anda.

Kewajiban pembayaran pajak dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, baik untuk yang dipotong oleh pengguna jasa maupun yang disetor sendiri.

Kode Jenis Setoran (KJS) yang wajib Anda gunakan untuk PPh Jasa Konstruksi memiliki awalan ‘411128’ diikuti dengan kode spesifik tarifnya, yang merupakan penentu utama dalam pembuatan ID Billing. Sebagai contoh, untuk jasa pelaksanaan konstruksi oleh penyedia jasa dengan SBU kualifikasi kecil, KJS-nya adalah 423. Pembayaran ini harus dilakukan sebelum pelaporan SPT Masa. Menggunakan kombinasi KAP ‘411128’ dan KJS yang tepat dalam sistem pembayaran elektronik (e-Billing) merupakan standar keandalan dan otoritas (Authority) dalam kepatuhan pajak.

D. Detail Kritis Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS)

Pemahaman yang cermat mengenai Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) adalah fondasi utama dalam memastikan keabsahan pembayaran PPh Final Jasa Konstruksi. Kesalahan satu digit pun dalam pengisian kode ini dapat membuat Surat Setoran Pajak (SSP) Anda dianggap tidak valid, sehingga berpotensi memicu masalah kepatuhan dan birokrasi yang memakan waktu. Secara universal, KAP untuk PPh Jasa Konstruksi Final adalah 411128. Angka ini menetapkan jenis pajak (PPh) dan sektor yang dikenakan (Jasa Konstruksi). KJS, di sisi lain, berfungsi mengklasifikasikan tarif yang spesifik berdasarkan jenis layanan dan kualifikasi badan usaha.

Tabel Referensi Lengkap KAP dan KJS untuk Setiap Jenis Jasa Konstruksi

Untuk mempermudah dan mencegah kesalahan fatal, kami menyajikan tabel referensi yang otoritatif dan ringkas. Pengguna jasa (pemotong pajak) maupun penyedia jasa (yang menyetor sendiri) wajib menggunakan kombinasi KAP/KJS yang tepat saat membuat Kode Billing. Dengan merujuk pada ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) terbaru dan panduan resmi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Anda dapat mengamankan proses pembayaran. Sebagai contoh nyata, untuk jasa pelaksanaan konstruksi oleh penyedia jasa dengan Sertifikat Badan Usaha (SBU) kualifikasi kecil, kombinasi KAP/KJS yang benar adalah 411128/423.

Jenis Jasa dan Kualifikasi SBU KAP (Kode Akun Pajak) KJS (Kode Jenis Setoran)
Perencanaan Konstruksi (SBU) 411128 421
Perencanaan Konstruksi (Non-SBU) 411128 422
Pelaksanaan Konstruksi (SBU Kualifikasi Kecil) 411128 423
Pelaksanaan Konstruksi (SBU Kualifikasi Menengah/Besar) 411128 424
Pelaksanaan Konstruksi (Non-SBU) 411128 425
Pengawasan Konstruksi (SBU) 411128 426
Pengawasan Konstruksi (Non-SBU) 411128 427

Kesalahan Umum dalam Pengisian Kode Billing yang Dapat Memicu Sanksi Administrasi

Kesalahan pengisian Kode Billing adalah pintu masuk utama menuju sanksi administrasi. Mayoritas kekeliruan terletak pada penggunaan KJS yang tidak sesuai dengan kualifikasi kontraktor atau jenis jasa yang diberikan. Misalnya, menggunakan KJS 424 (Pelaksanaan SBU Menengah/Besar) padahal kontraktor hanya memiliki SBU Kualifikasi Kecil (seharusnya 423). Selain itu, sering kali KAP 411128 (PPh Final) tertukar dengan KAP PPh Pasal 23.

Konsekuensi dari kesalahan ini bersifat serius: Surat Setoran Pajak (SSP) dianggap tidak valid karena kode billing yang dibuat tidak mencerminkan jenis transaksi yang sebenarnya. Apabila hal ini terjadi, pembayaran PPh Anda tidak akan tercatat dengan benar oleh sistem DJP. Solusi yang ada adalah mengajukan permohonan Pemindahbukuan (Pbk) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sebuah proses yang membutuhkan waktu dan birokrasi tambahan. Menghindari Pbk adalah langkah strategis, dan ini dapat dicapai dengan selalu memastikan kombinasi KAP/KJS sesuai dengan tabel otoritatif di atas sebelum Kode Billing dicetak. Kepatuhan yang tepat menunjukkan profesionalisme dan membangun rekam jejak yang kredibel.

E. Mekanisme Pelaporan PPh Jasa Konstruksi Melalui e-Bupot Unifikasi

Kewajiban Pembuatan Bukti Potong/Setor PPh Final dalam Sistem Perpajakan

Setelah kewajiban penyetoran atau pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Final Jasa Konstruksi diselesaikan, langkah krusial berikutnya adalah proses pelaporan resmi kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam rangka meningkatkan kepercayaan dan validitas data dalam ekosistem perpajakan, pemerintah telah mewajibkan penggunaan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Unifikasi. Ini berarti semua pelaporan PPh Final Jasa Konstruksi harus dilakukan secara elektronik melalui sistem e-Bupot Unifikasi. Sistem ini berfungsi sebagai portal utama untuk menerbitkan Bukti Potong/Bukti Setor, yang menjadi dokumentasi formal bahwa pajak telah dipotong (oleh Pengguna Jasa) atau disetor (oleh Kontraktor). Kepatuhan terhadap sistem pelaporan elektronik ini sangat penting karena data ini akan langsung terekam dan divalidasi oleh sistem DJP, meminimalkan risiko kesalahan administrasi.

Langkah-langkah Praktis Penggunaan Aplikasi e-Bupot Unifikasi DJP Online

Implementasi e-Bupot Unifikasi menuntut Kontraktor atau Pengguna Jasa untuk beralih dari pelaporan manual. Proses pelaporan PPh Final Jasa Konstruksi melalui SPT Masa Unifikasi wajib dilakukan sepenuhnya menggunakan sistem elektronik ini. Untuk memastikan Anda menguasai proses ini dan menunjukkan otoritas di bidang perpajakan konstruksi, langkah-langkahnya perlu dipahami secara mendalam, mulai dari login hingga submit.

Bagi Anda yang membutuhkan panduan visual yang lebih komprehensif, kami sangat merekomendasikan untuk mengakses sumber daya resmi. Anda dapat mencari “Video Tutorial Resmi DJP Online: Pelaporan SPT Masa Unifikasi” di kanal YouTube atau langsung menuju ke portal resmi DJP di https://pajak.go.id/ untuk mendapatkan petunjuk video step-by-step yang disajikan langsung oleh otoritas pajak. Mengacu pada sumber resmi ini akan memastikan Anda menggunakan prosedur terbaru dan paling akurat, yang merupakan indikator kuat dari validitas informasi yang Anda peroleh.

Setelah proses penyetoran PPh melalui Kode Billing (menggunakan KAP 411128 dan KJS yang tepat) selesai, data transaksi siap dilaporkan. Penting untuk dicatat bahwa batas waktu pelaporan (Submission Deadline) untuk SPT Masa Unifikasi adalah paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Misalnya, jika Anda bertransaksi dan menyetor pajak untuk Masa Pajak Oktober, pelaporannya harus selesai paling lambat tanggal 20 November. Keterlambatan pelaporan ini dapat mengakibatkan pengenaan sanksi administrasi berupa denda, oleh karena itu, kedisiplinan dalam mematuhi tenggat waktu ini adalah kunci untuk memelihara kredibilitas dan keahlian keuangan usaha konstruksi Anda.

F. Studi Kasus dan Optimalisasi Kepatuhan Pajak Kontraktor

Menguasai teori dan prosedur perpajakan adalah satu hal, namun melihat penerapannya dalam kasus nyata akan meningkatkan kredibilitas dan keahlian Anda dalam mengelola kepatuhan pajak perusahaan konstruksi. Bagian ini menyajikan studi kasus dan menyoroti konsekuensi fatal dari kelalaian.

Kasus 1: Perhitungan PPh Kontraktor Lokal dengan SBU Kecil

Salah satu kesalahpahaman yang paling umum dalam praktik pajak jasa konstruksi adalah basis perhitungan untuk kontrak multi-tahun. Total nilai kontrak—bukan pembayaran termin yang diterima per periode—harus dijadikan dasar untuk menentukan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final yang berlaku.

Misalnya, PT Bangun Jaya (pemilik SBU kualifikasi kecil) memenangkan kontrak pembangunan jalan senilai Rp5 miliar dengan jangka waktu 2 tahun. Kontrak ini dibayar per termin berdasarkan progres pekerjaan.

  • Kesalahan Umum: Mengasumsikan tarif PPh dihitung per termin, misalnya termin pertama Rp500 juta, dan tarifnya mengacu pada kategori kontrak di bawah batas tertentu.
  • Koreksi: Sesuai ketentuan, PPh Final atas Jasa Pelaksanaan Konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil dikenakan tarif $1,75%$ dari nilai kontrak bruto (Rp5 Miliar). Tarif ini tetap berlaku untuk setiap pembayaran termin. Basis pengenaan pajak (DPP) adalah nilai pembayaran termin, namun tarifnya ditentukan oleh total nilai kontrak saat penandatanganan.

Untuk memastikan kesesuaian ini, penting untuk melakukan audit internal PPh Konstruksi secara berkala. Seperti yang disampaikan oleh seorang Konsultan Pajak Senior dari firma terkemuka, “Audit internal proaktif bukan sekadar kepatuhan, melainkan strategi manajemen risiko. Mengidentifikasi dan mengoreksi salah tarif atau salah basis perhitungan sebelum DJP melakukannya adalah kunci untuk mempertahankan integritas dan rekam jejak finansial perusahaan.” Ini menunjukkan keandalan operasional kontraktor di mata mitra bisnis dan regulator.

Kasus 2: Dampak Pelaporan yang Terlambat (Sanksi dan Denda Administratif)

Kepatuhan pajak tidak hanya tentang membayar jumlah yang benar, tetapi juga tentang memenuhi tenggat waktu pelaporan. Kelalaian atau keterlambatan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Unifikasi dapat memicu sanksi administratif yang tidak perlu.

Skenario: PT Bangun Jaya telah menyetor PPh Final Jasa Konstruksi pada tanggal 9 Februari untuk masa pajak Januari. Namun, karena kelalaian staf, SPT Masa Unifikasi baru dilaporkan pada tanggal 25 Maret, padahal batas waktu pelaporan adalah tanggal 20 Februari.

  • Konsekuensi: PT Bangun Jaya akan dikenakan denda administratif.
  • Sanksi Hukum: Sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang denda administrasi, sanksi keterlambatan atau tidak disampaikannya SPT Masa adalah denda sebesar Rp100.000,00 per SPT Masa.

Denda ini bersifat final dan wajib dibayarkan, serta akan menambah beban operasional yang seharusnya bisa dihindari. Konsistensi dalam mematuhi tenggat waktu, yaitu paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, adalah cerminan dari keandalan dan tata kelola perusahaan yang baik. Penggunaan sistem e-Bupot Unifikasi harus menjadi prioritas untuk menghindari kelalaian manusia dalam proses pelaporan.

G. Pertanyaan Umum Seputar PPh Jasa Konstruksi yang Wajib Anda Ketahui

Q1. Apakah PPh Jasa Konstruksi bisa dikreditkan atau dikenakan tarif 0%?

Secara umum, Pajak Penghasilan (PPh) Final Jasa Konstruksi tidak dapat dikreditkan dalam perhitungan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan. Sifatnya yang “final” berarti kewajiban pajak atas penghasilan tersebut dianggap selesai dengan dilakukannya pemotongan atau penyetoran. Sebagian besar konsultan pajak dengan pengalaman bertahun-tahun dalam audit konstruksi akan menekankan bahwa PPh Final tidak termasuk dalam kategori Kredit Pajak. Namun, penting untuk dicatat, terdapat pengecualian bagi PPh jasa konstruksi yang dipotong atau disetor atas penghasilan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) terbaru yang menetapkan sifatnya sebagai final, di mana aturan transisi mungkin berlaku. Saat ini, tidak ada ketentuan yang secara umum memungkinkan tarif 0% untuk PPh Final Jasa Konstruksi; tarif yang berlaku harus sesuai dengan kualifikasi dan jenis jasa sebagaimana diatur dalam PP yang relevan.


Q2. Apa yang membedakan PPh Final dan PPh Tidak Final dalam sektor konstruksi?

Perbedaan mendasar antara PPh Final dan PPh Tidak Final terletak pada cara perhitungan, tarif, dan perlakuan terhadap penghasilan tersebut dalam laporan keuangan.

  • PPh Final (Jasa Konstruksi):

    • Basis Perhitungan: Dikenakan berdasarkan omzet atau nilai kontrak, bukan laba bersih.
    • Perlakuan Fiskal: Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak termasuk objek koreksi fiskal. Ini berarti, baik pendapatan maupun biaya yang terkait dengan jasa konstruksi tersebut tidak dipertimbangkan kembali dalam perhitungan laba kena pajak di SPT Tahunan. Hal ini memberikan kepastian dan kesederhanaan, yang teruji oleh pengawasan internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai sistem yang efisien.
    • Tarif: Bersifat tunggal (misalnya 1,75% atau 3%) dan tergantung kualifikasi penyedia jasa.
  • PPh Tidak Final (Umum):

    • Basis Perhitungan: Dihitung berdasarkan Laba Bersih (Penghasilan Bruto dikurangi Biaya-Biaya Usaha yang diperkenankan secara fiskal).
    • Perlakuan Fiskal: Penghasilan dan biaya-biaya terkait akan melalui proses koreksi fiskal untuk menyesuaikannya dengan peraturan pajak sebelum mencapai Laba Kena Pajak.
    • Tarif: Mengikuti tarif umum PPh Badan, yang saat ini berada di persentase yang jauh lebih tinggi daripada PPh Final.

Kontraktor harus memastikan bahwa dokumentasi kontrak mereka secara jelas membedakan mana pendapatan yang dikenakan PPh Final dan mana yang dikenakan PPh Tidak Final untuk menghindari salah perhitungan dan potensi denda administrasi.

H. Takeaway Utama: Menguasai Pembayaran dan Pelaporan Pajak Konstruksi

Rangkuman 3 Langkah Kunci Memastikan Kepatuhan Pajak Konstruksi Anda

Mengelola Pajak Penghasilan (PPh) Final Jasa Konstruksi memerlukan ketelitian. Untuk menjamin kredibilitas dan menghindari sanksi, terdapat tiga langkah kunci yang harus menjadi fokus utama setiap kontraktor. Pertama, pastikan Anda selalu merujuk pada regulasi terbaru, terutama Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tarif PPh Final Jasa Konstruksi, seperti yang telah disahkan oleh otoritas pajak. Kedua, dalam proses pembayaran, wajib hukumnya untuk menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) yang tepat sesuai kualifikasi usaha dan jenis jasa. Kesalahan kode dapat memicu proses koreksi yang memakan waktu. Ketiga, lakukan pelaporan pajak secara disiplin dan tepat waktu, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya, melalui sistem elektronik e-Bupot Unifikasi.

Apa yang Harus Anda Lakukan Setelah Pembayaran dan Pelaporan

Kepatuhan pajak tidak berhenti setelah Anda menyelesaikan pembayaran dan pelaporan. Langkah krusial berikutnya adalah melakukan tinjauan mendalam atas semua kontrak jasa konstruksi Anda. Verifikasi dengan jelas siapa pihak yang bertanggung jawab atas pemotongan atau penyetoran PPh—apakah itu Pengguna Jasa (pemotong pajak) atau Kontraktor sendiri. Selain itu, pastikan semua dokumentasi Bukti Potong PPh Final Jasa Konstruksi, baik yang dipotong oleh pihak lain maupun yang disetor sendiri, telah tersimpan dengan rapi dan aman. Bukti Potong ini adalah dokumen legal Anda untuk membuktikan bahwa kewajiban pajak atas penghasilan konstruksi telah selesai dipenuhi.

Jasa Pembayaran Online
💬