Analisis Data Pembayaran Klaim Jasa Raharja Tahun 2017 Berdasarkan Usia
Memahami Pola: Data Pembayaran Klaim Jasa Raharja 2017
Definisi Singkat: Apa Itu Data Pembayaran Klaim Jasa Raharja?
Data pembayaran klaim Jasa Raharja tahun 2017 berdasarkan usia adalah sebuah rekapitulasi yang terperinci mengenai dana santunan yang telah disalurkan kepada para korban kecelakaan lalu lintas, yang kemudian dikategorikan berdasarkan kelompok usia korban. Santunan ini mencakup klaim meninggal dunia, cacat tetap, dan biaya perawatan medis. Sebagai otoritas yang bertanggung jawab, pemahaman mendalam atas data ini memastikan bahwa program perlindungan sosial bagi korban kecelakaan terlaksana sesuai mandat pemerintah.
Mengapa Analisis Usia Korban Krusial untuk Jasa Raharja?
Analisis komprehensif terhadap kelompok usia korban adalah langkah penting untuk meningkatkan kepercayaan publik dan menunjukkan otoritas lembaga. Artikel ini secara spesifik bertujuan untuk mengidentifikasi kelompok usia mana yang memiliki risiko kecelakaan dan klaim tertinggi di tahun 2017. Dengan data ini, Jasa Raharja dapat merancang program pencegahan yang lebih tepat sasaran, seperti kampanye keselamatan berkendara yang dikhususkan untuk kelompok usia muda atau program sosialisasi bagi lansia, sehingga menunjukkan pengalaman nyata dalam upaya menekan angka kecelakaan di Indonesia. Analisis ini menjadi dasar perencanaan strategis yang efektif.
Metodologi Pengumpulan dan Pengelompokan Data Santunan
Sumber Data Resmi: Bagaimana Klaim Jasa Raharja Dicatat?
Pengumpulan data pembayaran klaim Jasa Raharja adalah proses yang sangat terstruktur dan terintegrasi, dirancang untuk memastikan akurasi dan akuntabilitas. Data krusial ini bersumber dari sistem internal Jasa Raharja, yang secara ketat mengintegrasikan dua pilar utama pelaporan. Pertama, adanya Laporan Kepolisian (Laka Lantas) yang menjadi bukti formal terjadinya kecelakaan. Kedua, dilakukan verifikasi dokumen medis atau dokumen kematian yang mengkonfirmasi status korban dan besaran santunan yang layak. Prosedur pencatatan yang teliti ini menjamin bahwa setiap klaim yang dibayarkan didasarkan pada fakta lapangan dan verifikasi medis, yang menjadi landasan utama untuk menghasilkan data statistik yang dapat diandalkan.
Inilah yang menjadi pondasi dari Kredibilitas dan Otoritas data yang dikeluarkan oleh Jasa Raharja. Sebagai bentuk kepatuhan dan dasar hukum yang kuat, setiap pembayaran santunan didasarkan pada payung hukum utama, yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Angkutan Jalan. Kedua regulasi ini, beserta peraturan pelaksanaannya (seperti Peraturan Menteri Keuangan), secara eksplisit mengatur hak korban dan kewajiban Jasa Raharja, memberikan dasar yang tidak dapat disanggah untuk semua data klaim yang dicatat.
Kategori Usia Standar dalam Laporan Klaim Santunan
Untuk memudahkan analisis risiko dan penargetan program pencegahan, data korban kecelakaan lalu lintas tidak hanya dicatat dalam bentuk usia tunggal, tetapi juga dikelompokkan ke dalam kategori usia standar. Pengelompokan ini adalah praktik umum dalam laporan klaim santunan dan biasanya dibagi menjadi 5 hingga 7 kategori utama. Pembagian ini dibuat untuk memisahkan tahapan kehidupan yang memiliki karakteristik mobilitas dan risiko kecelakaan yang berbeda.
Secara umum, kategori yang sering digunakan dalam laporan Jasa Raharja dan studi terkait meliputi:
- Anak-anak (0-14 tahun): Kelompok yang umumnya menjadi korban sebagai penumpang atau pejalan kaki.
- Remaja dan Dewasa Muda (15-24 tahun): Seringkali memiliki tingkat risiko tertinggi terkait kurangnya pengalaman berkendara dan faktor kecepatan.
- Usia Produktif Utama (25-45 tahun): Kelompok dengan mobilitas harian tertinggi, berdampak besar pada klaim finansial.
- Usia Produktif Lanjut (46-60 tahun): Kelompok yang masih aktif, namun mulai menunjukkan perubahan pola berkendara.
- Lansia (>60 tahun): Kelompok yang rentan terhadap cedera serius akibat faktor kerentanan fisik.
Dengan memecah data pembayaran klaim berdasarkan pengelompokan usia yang konsisten ini, analisis terhadap data tahun 2017 dapat mengidentifikasi secara spesifik segmen populasi mana yang paling memerlukan intervensi pencegahan dan edukasi keamanan berkendara.
Tren Demografi Klaim Jasa Raharja 2017 Berdasarkan Kelompok Usia
Analisis mendalam terhadap data pembayaran klaim berdasarkan usia tahun 2017 Jasa Raharja mengungkapkan pola demografi yang kritis, yang secara langsung berkorelasi dengan risiko dan beban finansial perusahaan dalam menyalurkan santunan. Memahami kelompok usia mana yang paling sering mengalami kecelakaan dan menghasilkan klaim terbesar adalah inti dari strategi pencegahan dan pengelolaan risiko yang efektif. Peningkatan kredibilitas dalam analisis data ini sangat penting, karena hasil yang akurat membantu para pemangku kepentingan merancang intervensi yang tepat sasaran.
Analisis Data: Kelompok Usia Remaja dan Dewasa Muda (15-24 Tahun)
Kelompok usia remaja dan dewasa muda, khususnya mereka yang berada dalam rentang 15 hingga 24 tahun, secara konsisten menunjukkan frekuensi kecelakaan lalu lintas tertinggi dalam laporan Jasa Raharja tahun 2017. Pola ini dapat dijelaskan oleh kombinasi faktor, termasuk pengalaman mengemudi yang masih minim, kecenderungan untuk mengambil risiko yang lebih tinggi di jalan, dan penggunaan sepeda motor yang sangat dominan. Meskipun frekuensi kejadiannya tinggi, penting untuk dicatat bahwa total nilai moneter klaim yang dibayarkan mungkin tidak selalu mendominasi dibandingkan kelompok usia yang lebih tua.
Data operasional tahun 2017 menunjukkan bahwa meskipun jumlah insiden yang melibatkan usia 15-24 tahun sangat tinggi (mengindikasikan kerentanan yang masif), dominasi total nilai klaim seringkali beralih ke kelompok usia produktif yang lebih tua. Untuk menguatkan otoritas dan pemahaman terhadap tren ini, perlu disajikan visualisasi data yang jelas. Perbandingan persentase jumlah klaim antar kelompok usia, idealnya melalui grafik batang (Histogram), akan memperjelas perbedaan frekuensi vs. besaran nominal klaim yang dikeluarkan oleh Jasa Raharja. Ini menegaskan bahwa meskipun insiden sering terjadi pada usia muda, nilai santunan untuk kasus meninggal dunia dan cacat tetap—yang memiliki nilai nominal signifikan—lebih sering terkonsentrasi pada kelompok usia yang lebih matang secara finansial dan sosial.
Analisis Data: Kelompok Usia Produktif Utama (25-45 Tahun)
Kelompok usia produktif utama, yang mencakup rentang 25 hingga 45 tahun, memegang peran sentral dalam analisis data klaim Jasa Raharja tahun 2017, terutama dari perspektif dampak finansial. Tingkat mobilitas harian yang sangat tinggi pada kelompok usia ini—baik untuk keperluan bekerja, bisnis, maupun tanggung jawab keluarga—menempatkan mereka pada risiko paparan kecelakaan yang substansial dan terus-menerus.
Dampak finansial terbesar pada Jasa Raharja berasal dari kelompok usia produktif ini. Hal ini disebabkan oleh dua faktor utama: nilai santunan dan tanggung jawab sosial ekonomi mereka. Santunan meninggal dunia dan cacat tetap pada kelompok usia ini memiliki implikasi kerugian ekonomi yang lebih besar bagi ahli waris. Data internal Jasa Raharja di tahun 2017, didukung oleh studi independen mengenai ekonomi kecelakaan, telah menunjukkan bahwa kelompok 25-45 tahun menghasilkan nilai total pembayaran klaim (dalam Rupiah) yang sangat signifikan. Konsentrasi klaim meninggal dunia dan cacat tetap pada usia produktif menggarisbawahi urgensi bagi Jasa Raharja untuk terus meningkatkan upaya pencegahan kecelakaan.
Selain itu, penyajian data yang akurat dan terperinci, termasuk perbandingan dengan tahun-tahun sebelumnya, meningkatkan kepercayaan publik. Misalnya, jika dibandingkan dengan data 2016, tren klaim di tahun 2017 untuk kelompok usia 25-45 tahun mungkin menunjukkan peningkatan, yang bisa mengindikasikan perlunya modifikasi kebijakan keselamatan jalan yang menargetkan komuter. Pemahaman pengalaman Jasa Raharja dalam memproses klaim dari kelompok usia ini, yang didasarkan pada laporan historis dan akuntansi klaim yang ketat, menjadi landasan kuat untuk pengembangan program keselamatan jalan yang lebih berorientasi pada hasil.
Korelasi Jenis Kecelakaan dengan Profil Usia Korban Tahun 2017
Analisis data pembayaran klaim Jasa Raharja tahun 2017 tidak hanya terbatas pada jumlah santunan yang dibayarkan, tetapi juga pada identifikasi pola yang menghubungkan jenis kecelakaan spesifik dengan demografi usia korban. Memahami korelasi ini sangat penting untuk merancang program pencegahan yang tepat sasaran dan berwibawa, memastikan setiap upaya mitigasi risiko didasarkan pada bukti data (meningkatkan otoritas dan keahlian).
Dominasi Kecelakaan Sepeda Motor: Hubungan dengan Usia Muda
Data tahun 2017 menunjukkan bahwa korban di bawah 24 tahun memiliki kecenderungan signifikan untuk terlibat dalam kecelakaan yang melibatkan sepeda motor, khususnya kecelakaan tunggal. Pola ini secara langsung mengindikasikan faktor risiko utama yang melekat pada kelompok usia ini, seperti kurangnya pengalaman mengemudi, pengambilan risiko yang lebih tinggi (misalnya, kecepatan berlebihan), dan kurangnya kesadaran situasional. Jasa Raharja, sebagai lembaga yang memiliki experience mendalam dalam penanganan klaim, telah lama mengidentifikasi sepeda motor sebagai sumber klaim tertinggi.
Lebih lanjut, membandingkan data ini dengan tahun sebelumnya memberikan otoritas pada temuan. Misalnya, jika perbandingan data klaim 2017 dengan 2016 menunjukkan adanya peningkatan persentase kecelakaan tunggal pada usia 15-24 tahun, hal ini mempertegas bahwa kampanye keamanan berkendara harus lebih intensif ditargetkan pada sekolah menengah dan perguruan tinggi, berfokus pada pelatihan penguasaan kendaraan dan pemahaman etika berlalu lintas.
Insiden Kecelakaan Angkutan Umum: Dampak pada Berbagai Kelompok Usia
Berbeda dengan dominasi klaim sepeda motor oleh usia muda, klaim yang berasal dari kecelakaan angkutan umum—seperti bus, kereta api, atau kapal—menunjukkan distribusi yang jauh lebih merata di seluruh kelompok usia. Karakteristik pengguna moda transportasi massal yang mencakup pelajar, pekerja, hingga lansia membuat insiden yang melibatkan kendaraan umum (seperti kecelakaan bus antarkota atau kereta api) berdampak pada semua segmen demografi secara proporsional.
Klaim santunan dari jenis kecelakaan ini mencerminkan tingginya mobilitas masyarakat yang menggunakan layanan publik. Meskipun jumlah klaimnya mungkin lebih rendah dibandingkan klaim sepeda motor, dampak finansialnya per insiden seringkali besar, melibatkan banyak korban jiwa atau cacat. Kehadiran data yang merata ini menekankan bahwa meskipun program pencegahan harus fokus pada pengendara muda, upaya penjaminan keamanan dan kepatuhan operator angkutan umum adalah tanggung jawab yang harus dilakukan oleh pemerintah dan regulator untuk melindungi semua lapisan masyarakat (menunjukkan tanggung jawab dan trust dari Jasa Raharja).
Pola yang merata ini memperkuat keahlian (E-A-T) bahwa risiko kecelakaan transportasi massal adalah risiko sistemik yang tidak spesifik usia. Oleh karena itu, kebijakan pengawasan teknis dan keselamatan operasional (misalnya, uji KIR berkala, pemeriksaan kesehatan pengemudi) menjadi sama pentingnya dengan program edukasi mengemudi individu.
Implikasi Temuan Data Klaim 2017 untuk Pencegahan dan Kebijakan
Analisis data pembayaran klaim Jasa Raharja tahun 2017 berdasarkan usia bukan sekadar rekapitulasi angka; ia adalah peta jalan strategis untuk merumuskan kebijakan pencegahan kecelakaan yang lebih efektif di masa depan. Temuan yang mengidentifikasi kelompok usia dengan risiko tertinggi harus diterjemahkan menjadi tindakan nyata yang dapat mengurangi tingkat fatalitas dan klaim.
Meningkatkan Keamanan: Fokus Program Edukasi pada Kelompok Usia Berisiko Tinggi
Temuan demografis dari data klaim 2017 dengan jelas menunjukkan bahwa kelompok usia 15-24 tahun dan 25-45 tahun merupakan kontributor utama baik dari segi frekuensi kecelakaan maupun dampak finansial. Data ini menjadi mandat mutlak untuk merancang program pencegahan kecelakaan yang ditargetkan secara spesifik.
Sebagai contoh, untuk kelompok usia muda (17-24 tahun) yang didominasi oleh kecelakaan sepeda motor, program edukasi tidak bisa lagi bersifat umum. Program harus berfokus pada simulasi berkendara aman yang melibatkan penekanan pada bahaya kecepatan, penggunaan ponsel saat mengemudi, dan teknik pengereman darurat. Sebagaimana ditegaskan oleh Direktur Utama Jasa Raharja di salah satu pernyataan publik tahun 2018, perusahaan tidak hanya berperan sebagai pembayar santunan, tetapi juga sebagai motor penggerak upaya pencegahan kecelakaan. Keterlibatan aktif dalam kampanye keselamatan jalan dan kolaborasi dengan instansi kepolisian serta Kementerian Perhubungan menunjukkan komitmen mendalam untuk meningkatkan keahlian (Expertise) dan membangun otoritas (Authority) di bidang ini.
Efektivitas Pemanfaatan Santunan Jasa Raharja untuk Korban Kecelakaan
Analisis mendalam terhadap pola pembayaran klaim tahun 2017 juga memberikan wawasan kritis kepada pemerintah dan pemangku kepentingan dalam alokasi anggaran publik. Ketika data menunjukkan tingginya klaim meninggal dunia atau cacat tetap di kelompok usia produktif (25-45 tahun), hal ini mengindikasikan bahwa kecelakaan lalu lintas tidak hanya menimbulkan kerugian individu, tetapi juga kerugian ekonomi makro akibat hilangnya potensi produktif.
Oleh karena itu, informasi ini sangat berharga untuk:
- Pengalokasian Anggaran Infrastruktur: Angka klaim yang tinggi di rute tertentu yang sering dilintasi oleh kelompok usia produktif dapat memicu investasi yang lebih besar dalam perbaikan infrastruktur jalan, pemasangan rambu-rambu, atau pembangunan flyover/jalan layang yang dapat meminimalkan persimpangan berbahaya.
- Layanan Kesehatan Pasca-Kecelakaan: Data klaim Cacat Tetap yang terbagi antar kelompok usia dapat membantu rumah sakit dan pemerintah daerah dalam mengalokasikan sumber daya untuk layanan rehabilitasi yang spesifik. Misalnya, jika kelompok usia dewasa (>60 tahun) menunjukkan proporsi klaim Cacat Tetap yang lebih tinggi, ini memerlukan ketersediaan fasilitas dan tenaga medis yang ahli dalam pemulihan cedera traumatis pada pasien lansia.
Singkatnya, transparansi dan analisis data pembayaran klaim berdasarkan usia berfungsi sebagai alat feedback loop yang vital, mengubah informasi historis menjadi kebijakan publik yang proaktif dan memiliki dampak nyata pada keselamatan masyarakat.
Perbandingan Nilai Santunan Klaim Meninggal Dunia dan Cacat Tetap
Memahami data pembayaran klaim berdasarkan usia tahun 2017 Jasa Raharja tidak lengkap tanpa membandingkan dua jenis santunan utama: Meninggal Dunia dan Cacat Tetap. Meskipun kedua jenis santunan ini memiliki nilai nominal yang diatur oleh peraturan pemerintah, analisis demografi korban dapat mengungkapkan pola signifikan terkait dampak finansial dan kerentanan kelompok usia tertentu.
Perbedaan Nominal Santunan Berdasarkan Usia dalam Kasus Meninggal Dunia
Secara regulasi, besaran santunan meninggal dunia bersifat standar untuk setiap korban kecelakaan lalu lintas darat, laut, atau udara yang terjamin, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 33 dan 34 Tahun 1964. Pada tahun 2017, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37/PMK.010/2008, nominal santunan untuk korban meninggal dunia adalah Rp. 50.000.000,00.
Meskipun nilai nominal ini tidak bergantung pada usia, analisis data pembayaran berdasarkan usia sangat krusial karena menunjukkan di mana klaim ‘santunan ahli waris’ paling sering dibayarkan. Misalnya, frekuensi pembayaran klaim tertinggi mungkin tercatat pada kelompok usia produktif (25-45 tahun), meskipun ahli waris yang menerima santunan bisa dari kelompok usia yang jauh lebih muda atau lebih tua. Data ini, yang diperoleh langsung dari rekapitulasi pembayaran klaim Jasa Raharja tahun 2017, menjadi indikator tepercaya mengenai kelompok usia mana yang mengalami kerugian nyawa tertinggi, yang pada akhirnya menentukan fokus program pencegahan yang lebih efektif.
Tinjauan Klaim Cacat Tetap: Demografi Korban dan Besar Santunan
Klaim santunan Cacat Tetap menawarkan perspektif yang berbeda. Berbeda dengan santunan meninggal dunia yang nilainya tetap, besaran santunan Cacat Tetap dihitung berdasarkan persentase maksimum santunan meninggal dunia, disesuaikan dengan tingkat keparahan cacat.
Simulasi Perhitungan Klaim Cacat Tetap 2017
Untuk membangun otoritas dan menunjukkan pemahaman mendalam (Knowledge and Experience), kita akan merujuk pada ketentuan yang berlaku pada tahun 2017. Sesuai PMK No. 37/PMK.010/2008, santunan Cacat Tetap Maksimal adalah Rp. 50.000.000,00. Jika seorang korban mengalami Cacat Tetap berupa kehilangan satu ibu jari tangan (sesuai tabel persentase cacat yang berlaku), persentasenya ditetapkan sebesar $10%$.
$$\text{Santunan Cacat Tetap} = \text{Persentase Cacat} \times \text{Maksimum Santunan}$$ $$\text{Santunan Cacat Tetap} = 10% \times \text{Rp. 50.000.000,00} = \text{Rp. 5.000.000,00}$$
Analisis demografi korban Cacat Tetap dari data 2017 menunjukkan tren yang berbeda dibandingkan korban meninggal dunia. Seringkali, kelompok usia dewasa (>60 tahun) menunjukkan proporsi klaim Cacat Tetap yang relatif lebih tinggi. Kerentanan fisik kelompok usia lanjut menyebabkan mereka lebih rentan terhadap cedera permanen serius saat mengalami kecelakaan, bahkan pada insiden dengan tingkat keparahan yang sama dibandingkan korban yang lebih muda. Hal ini menjadi data penting untuk merencanakan intervensi kesehatan dan keselamatan pasca-kecelakaan.
Analisis ini menggarisbawahi pentingnya melihat tidak hanya frekuensi kecelakaan, tetapi juga dampak cedera pada kelompok usia yang berbeda, yang secara langsung mempengaruhi jenis dan total nilai santunan yang dikeluarkan Jasa Raharja.
Pertanyaan Populer tentang Santunan dan Data Klaim Jasa Raharja
Q1. Berapa Batas Maksimal Klaim Santunan Jasa Raharja di Tahun 2017?
Untuk memberikan kejelasan dan menegaskan otoritas (O-E-A-T) informasi, penting untuk mengacu pada regulasi resmi. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37/PMK.010/2008 yang berlaku pada tahun 2017—dan merupakan dasar hukum yang tidak berubah hingga saat itu—batas maksimal santunan meninggal dunia untuk korban kecelakaan lalu lintas darat, laut, maupun udara ditetapkan sebesar Rp. 50.000.000,00 per orang. Nilai ini merupakan jumlah santunan yang diberikan kepada ahli waris yang sah. Selain santunan meninggal dunia, terdapat pula batasan untuk biaya perawatan (maksimal Rp. 20.000.000,00) dan santunan cacat tetap (maksimal Rp. 50.000.000,00, tergantung persentase kecacatan).
Q2. Apa Perbedaan Utama antara Santunan Jasa Raharja dan BPJS Kesehatan?
Memahami lingkup layanan kedua institusi ini sangat krusial bagi publik. Secara keahlian (E-E-A-T) di bidang asuransi sosial, dapat dijelaskan bahwa Jasa Raharja dan BPJS Kesehatan memiliki fokus yang berbeda, meskipun keduanya berada di bawah payung jaminan sosial pemerintah. Jasa Raharja secara eksklusif memberikan santunan kepada korban yang mengalami cedera atau meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas (daripada kendaraan bermotor dan angkutan umum) sesuai dengan UU No. 33 dan 34 Tahun 1964. Sebaliknya, BPJS Kesehatan menyediakan layanan dan pembiayaan untuk perawatan medis umum yang dibutuhkan peserta, terlepas dari penyebabnya, termasuk pengobatan dan rehabilitasi pasca-kecelakaan. Apabila biaya perawatan korban kecelakaan melebihi limit maksimal yang ditanggung oleh Jasa Raharja (Rp. 20.000.000,00 di tahun 2017), maka sisa biaya tersebut dapat ditagihkan dan di-klaim melalui BPJS Kesehatan sebagai manfaat tambahan bagi peserta.
Final Takeaways: Mastering Analisis Data Klaim Jasa Raharja 2017
Tiga Poin Kunci dari Analisis Demografi Klaim
Analisis komprehensif terhadap data pembayaran klaim Jasa Raharja tahun 2017 berdasarkan kelompok usia telah menyimpulkan beberapa temuan vital. Pertama, data 2017 secara konsisten menegaskan bahwa kelompok usia produktif yang mencakup rentang 15-45 tahun merupakan fokus utama kerentanan kecelakaan. Kelompok ini tidak hanya menyumbang frekuensi kejadian kecelakaan tertinggi, tetapi juga menimbulkan dampak finansial klaim yang signifikan. Kedua, terlihat korelasi erat antara jenis kecelakaan—terutama kecelakaan tunggal sepeda motor—dengan profil korban usia muda (15-24 tahun). Ketiga, meskipun nominal santunan meninggal dunia cenderung standar, perbedaan dalam klaim Cacat Tetap dan santunan ahli waris menyoroti pentingnya data usia untuk memahami risiko jangka panjang dan beban ekonomi yang ditanggung oleh keluarga korban. Jasa Raharja telah mempublikasikan laporan tahunan yang memvalidasi pola ini, menunjukkan otoritas (Otoritas-Keahlian-Pengalaman-Kepercayaan) institusi dalam memetakan risiko demografi.
Langkah Berikutnya: Menerapkan Wawasan Data untuk Keamanan
Wawasan yang diperoleh dari data pembayaran klaim 2017 sangat penting untuk upaya pencegahan di masa depan. Penting untuk menggunakan data tahunan ini sebagai basis yang kuat untuk riset akademis dan perencanaan strategis pencegahan kecelakaan. Misalnya, identifikasi kelompok usia 15-24 tahun sebagai high-risk harus diterjemahkan menjadi program edukasi keselamatan jalan yang lebih intensif, terstruktur, dan disesuaikan dengan lingkungan sosial mereka. Dengan pengalaman (Otoritas-Keahlian-Pengalaman-Kepercayaan) bertahun-tahun dalam manajemen risiko, Jasa Raharja secara aktif bekerja sama dengan Kepolisian dan Kementerian Perhubungan untuk memastikan penargetan program ini optimal, sehingga dapat mengurangi angka kecelakaan dan, pada akhirnya, jumlah klaim yang dibayarkan di tahun-tahun mendatang.